Semenjak kelahirannya manusia memiliki dua hasrat yang penting bagi perkembangan berikutnya, yakni: (1) Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain, dan (2) Keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya.
Keingian manusia untuk hidup bersama dengan manusia lain itulah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial di antara manusia satu dengan yang lain dapat memberikan berbagai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif.Â
Pada saat terjadi interaksi dengan orang lain tidaklah semata-mata terjadi adanya pertukaran pengalaman, melainkan mereka juga mengalami perubahan-perubahan asebagai akibat dari pertukaran pengalaman itu. Saling tukar menukar pengalaman tersebut (social experience) di dalam kehidupan kelompok mempunyai pengaruh yang amat besar di dalam pembentukan kepribadian orang-orang yang bersangkutan.
Sejalan dengan proses sosialisasi itu maka terbentuklah nilai yang esensial bagi pengembangan kualitas pribadi manusia. Itulah sebabnya persoalan komunikasi sosial seringkali dikaitkan dengan persoalan pendidikan. Para ahli pendidikan melihat sosialisasi sebagai suatu proses pendidikan.
Meskipun proses reformasi di negara kita sementara belum menunjukkan tanda-tanda akan mampu memperbaiki keadaan, namun pengalaman sejarah kekuatan nilai-nilai sosio budaya Bangsa Indonesia (yang mengkristal menjadi Pancasila) telah teruji dari beberapa cobaan, baik yang berskala lokal (kedaerahan), nasional, maupun internasional. Oleh karena itu ujian yang pada sat ini terjadi masih dalam batas mampu teratasi oleh kekokohan nilai-nilai sosio budaya Bangsa Indonesia.Â
Dengan keyakinan itu maka proses reformasi harus tetap menjadi dasar bagi Bangsa Indopnesia untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal ini pelaksanaan kegiatan organisasi di semua tingkatan kehidupan.***