Pandangan Raden Sunan tertambat sebentar pada pertempuran antara pengawal kadipaten dengan seorang anak muda. Pengawal kadipaten itu ternyata benar-benar seorang yang pilih tanding. Meskipun lawannya yang muda itu memiliki kelebihan, namun dihadapan pengawal kadipaten itu ia tidak banyak mempunyai kesempatan.
Meskipun demikian benturan-benturan Ilmu telah terjadi. Jauh dari jangkauan nalar orang kebanyakan. "Cucu permaisuripun kurasa masih aman juga. Karena itu rasanya aku belum perlu menampakkan diri, apalagi sampai terlibat secara langsung."
Namun dalam pada itu. pusat harapan Ki Guru Ngangsar adalah putaran pertempuran antara Ki Ajar Talun dan Raden Sekartanjung. Dengan ketajaman penglihatannya, sebagaimana juga Raden Sunan, ia melihat putaran ilmu Ki Ajar Talun yang sangat dahsyat, meskipun oleh orang lain kedahsyatannya itu tidak dapat dilihat dengan mata kewadagan. Dengan demikian, maka Ki Guru Ngangsar masih tetap menganggap bahwa akhir dari pertempuran itu akan terjadi seperti yang ia harapkan.
Tetapi yang kemudian sangat menarik perhatian Raden Sunan dan Ki Guru Ngangsar adalah Raden Sekartanjung. Ki Guru Ngangsar dengan nada tegang berkata, "Apapun yang terjadi dengan yang lain. namun sebentar lagi Raden Sekartanjung akan dikuasai sepenuhnya oleh Ki Ajar Talun. Jika demikian. maka segalanya akan cepat selesai."
Raden Sunan tidak menjawab ia melihat putaran Ki Ajar Talun yang cepat dan memiliki kekuatan khusus itu semakin lama menjadi semakin dahsyat. Betapapun kemanapun Raden Sekartanjung meloncat namun ternyata putaran itu seakan-akan tetap tidak mampu dihindarinya lagi.
Raden Sekartanjung sendiri merasa, bahwa putaran itu seolah-olah selalu berhasil langsung mengurungnya jika ia meloncat keluar. Bahkan kadang-kadang ia masih mendengar suara tertawa kecil.
"Jangan menjadi putus asa Raden Sekartanjung," berkata Ki Ajar Talun yang seolah-olah sudah tidak nampak dalam ujudnya itu. Ia kini seperti tidak berwujud selain sebuah putaran prahara yang semakin garang.
Namun dalam pada itu. sebenarnya Ki Ajar Talun masih belum mampu menyakiti Raden Sekartanjung. Serangan-serangan Ki Ajar Talun masih dapat ditangkis atau dihindari oleh Raden Sekartanjung meskipun ia tetap berada didalam putaran. Kadang-kadang memang ada serangan-serangan yang luput dari pengamatan karena putaran yang sangat cepat itu, namun masih belum mampu menembus ilmu kebal Raden Sekartanjung. Tetapi ilmu kebal itu tidak membebaskan sang adipati dari perasaan pening sepenuhnya.
Sementara Raden Sekartanjung merasa kepalanya menjadi semakin pening. Ki Ajar Talun mulai di bayangi oleh satu pertanyaan, kenapa Raden Sekartanjung seolah-olah sama sekali tidak menderita kesakitan oleh sentuhan serangannya. Padahal orang tua ini yakin bahwa semakin lama serangannya menjadi semakin sering mengenai tubuh sang lawan.
Kini Ki Ajar Talun mulai meyakini bahwa kemungkinan anak muda ini mempunyui Ilmu yang khusus untuk malindungi dirinya.
"Bukan main, ternyata tidak mudah juga untuk mengalahkan Adipati Tuban ini, " gumam pendekar tua itu, "Aku harus hati-hati. Aku tidak mau mengalami nasib seperti adi Waleran."