Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Reward and Punishment" dalam Pendidikan Anak

8 Juni 2018   21:33 Diperbarui: 6 Juli 2018   01:21 1894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hadiah bagi anak walaupun sering dipandang permasalahan yang ringan, namun sebenarnya memiliki dampak yang tidak kecil bagi kejiwaan mereka. Pada umumnya orang tua mempunyai prinsip yang agak berbeda satu sama lain dalam menanggapi permasalahan ini. Hal itu tergantung dari kepekaan mereka terhadap pendidikan anaknya serta kondisi tingkat ekonomi ayah dan ibu, terutama  jika hadiah selalu dipandang berupa benda.

Ada yang menarik, kadang-kadang ada orang tua yang menganggap uang jajan sekolah termasuk dalam unsur "hadiah" bagi anak-anaknya. Jadi kalau anak mendapat nilai bagus, maka besoknya uang jajan ditambah. Sebaliknya jika nilainya rendah besok bahkan tidak diberi uang jajan. Dalam hal ini kita harus berhati-hati, sebab bisa saja kalau salah dalam penerapan justru akan menjadi bumerang bagi kejiwaan anak.

Coba kita berangkat dari pertanyaan ini dulu, apa hubungannya sih antara pendidikan dan hadiah itu?  Terutama bagi anak-anak kita. Apakah hadiah bisa digunakan untuk memicu daya tarik belajar anak? Atau untuk alat pendobrak rasa malas bersekolah? Jangan-jangan justru menjadi bumerang, anak yang semula tidak terlalu berpikir tentang hadiah justru menjadi tergantung pada benda bagus atau uang untuk mau berangkat ke sekolah.

Mengenai factor hadiah dalam ranah pendidikan ini bukanlah sesuatu yang baru. Dalam teori "Clasical Conditioning" yang ditemukan oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936), peranan hadiah ini sengaja dijadikan sebagai faktor penentu utama. Dalam teori ini percobaan sengaja menggunakan subyek "anjing". Petama anjing dibiarkan lepar terlebih dahulu. Kemudian kepada anjing yang sedang lapar tadi ditunjukkan makanan berupa daging, sambil diperdengarkan bunyi bel.

Tentu saja binatang tersebut segera mengeluarkan air liur. Demikian seterusnya setiap mempertunjukkan daging selalu diperdengarkan bunyi bel, dan saat itu juga air liur anjing segera keluar. Sampai pada akhirnya daging tidak usah ditunjukkan tapi suara bel diperdengarkan. Ternyata yang terjadi adalah bahwa anjing tetap mengeluarkan air liur walaupun tidak melihat makanan daging. Kondisi itu terus berlangsung sampai saat tertentu ketika yang muncul hanya suara bel saja, air liurpun tidak terlihat lagi. Di sini daging berperan sebagai hadiah utama (stimulus) sedangkan air liur sebagai perilaku yang diharapkan (respon).

Pada kesempatan ini penulis sengaja tidak membahas terlalu detail tentang teori Clasical Condioning ini, tetapi perlu diketahui bahwa teori ini akhirnya mendapatkan perbaikan dari beberapa pakar-pakar psikologi pendidikan yang lain. Namun demikian pada initinya sama, yaitu mendasarkan keyakinan bahwa factor hadiah memiliki peranan nyata untuk membangun motivasi belajar anak.

Kembali pada uang jajan sebagai hadiah untuk anak, di sini orang tua perlu berhati-hati. Ketika itu diterapkan maka pengamatan terhadap perubahan perilaku anak perlu secara cermat dilakukan. Pendapat (Afifudin, 1988) mengatakan bahwa "Reaksi mengadat anak (temper tantrums) serta tingkah laku agresif dapat timbul sebagai hasil penguat yang keliru di mana tingkah laku yang konstruktif tidak diberi hadiah, dan hanya tingkah laku nakal yang mendapat perhatian dari orang tua dan gurunya".

Artinya ayah dan ibu harus bisa memilih, bahwa hadiah diberikan dalam kondisi anak menunjukkan perilaku yang baik, berprestasi, terampil melakukan suatu tindakan tertentu, dsb.  Dalam konteks ini pemberian reward (hadiah) harus diseimbangkan dengan penerapan punishmen (sangsi) jika anak nyata-nyata melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan harapan. Misalnya jika prestasinya sangat menurun, berlaku ceroboh, melanggar aturan rumah/sekolah, dsb.

Ada hal lain yang juga penting dipegang sebagai prinsip jika teori reward and punishment diterapkan dalam pendidikan anak. Bahwa "pemberian pengakuan yang tidak konsisten dapat membuat anak menjadi cemas terutama bila ia tidak lagi bisa memastikan apakah ia akan mendapatkan hukuman atau hadiah. Anak itu berada dalam keadaan ketidaktentuan (ambiguity) di mana proses didik untuk membedakan tidak dapat berlangsung secara wajar bahkan mmbingungkan.

Dalam hal ini anak seolah-olah berada dalam situasi samar, apakah tindakannya nanti masuk ketegori memperoleh hadiah atau justru mendapatkan hukuman/teguran. Dalam konteks ini orang tua harus mampu berlaku konsisten terhadap perilaku mana yang pantas diberikan hadiah dan tindakan mana pula yang harus diberikan sangsi atau hukuman. Jangan sampai tingkah laku baik tidak akan mendapatkan perlakuan atau hadiah primernya atau sebaliknya perilaku yang buruk anak tidak memperoleh sangsi sehingga anak merasa asyik terhadap kenakalannya itu. Keadaan seperti ini akan menyebabkan reaksi emosional yang berlebihan dalam diri anak.

Seringkali pula orang tua harus menyadari bahwa kondisi jiwa yang ideal itu kadang bisa dipenuhi oleh anak, tetapi sering pula sulit dicapai mengingat anak merupakan pihak yang umumnya kondisi jiwanya masih lemah. Tidak mengherankan jika anak-anak mudah tersugesti oleh situasi dan kondisi yang ada di sekelilingnya, terutama oleh sesuatu yang dipandang menarik bagi dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun