Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

1. Rusman: Bagai Singa Lapar Menerjang Mangsa (a)

29 Mei 2018   09:43 Diperbarui: 21 Juni 2019   14:13 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 Telah diceritakan pada kisah sebelumnya bahwa Sri Aji bersiap-siap melakukan perang tanding dengan pemuda liar yang bertubuh tinggi besar. Raksasa itu telah melangkah mendekat Sri Aji. Nampaknya pemuda itu terlampau yakin akan dirinya sehingga membiarkan serangan Sri Aji mengenainya tanpa akan menghindar atau menangkisnya. Sri Aji memang agak heran melihat kesombongan orang bertubuh raksasa itu. Kini yang dilakukannya adalah waspada dalam menghadapi segala kemungkinan .

Dalam pada itu, suasana menjadi semakin tegang. Setiap orang yang melihat kemarahan yang telah membakar jantung pemuda bertubuh besar itu menjadi berdebar-debar. Mereka menyadari bahwa orang bertubuh besar itu memang memiliki tenaga yang tidak terlawan oleh mereka.

Sejenak kemudian Sri Aji telah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Dengan hati-hati ia pun maju beberapa langkah. Ia tidak mau menganggap bahwa lawannya adalah seseorang yang hanya pantas berada di dalam lingkungan yang lebih besar.

"Hari ini adalah hari yang terakhir bagiku di sini, menang atau kalah" kata raksasa itu "Aku sudah muak menerima penghinaan yang berlebih-lebihan darimu. Bagiku kau tidak berguna sama sekali".

"Gila," teriak paman Sri Aji.

Namun sebelum ia meneruskan, Sri Aji telah mendahului, "Biarkan ia berkicau seperti seekor burung. Suaranya akan segera terhenti jika ia mengerti, betapa luasnya langit, dan betapa dalamnya lautan."

Kemarahan orang bertubuh besar itu benar-benar tidak tertahankan lagi. Dengan serta-merta ia melangkah maju sambil mengayunkan tangannya mendatar, menghantam wajah Sri Aji.

Sri Aji mejadi heran melihat tata gerak itu. Sangat sederhana. Namun justru karena itu, maka ia pun menjadi sangat berhati-hati.

Demikianlah, ketika ayunan tangan itu hampir mengenai pelipisnya, maka ia pun menarik kepalanya sambil bergeser melangkah ke samping.

Tangan orang raksasa itu berdesing di sebelah telinga Sri Aji. Dan dengan demikian Sri Aji dapat meraba, betapa kuatnya tenaga yang terlontar pada ayunan tangan itu.

"Gerak yang sederhana itu sangat mencurigakan," berkata Sri Aji di dalam hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun