Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

1. Rusman: Sang Gembala dan Pengunduh Siwalan (a)

23 Mei 2018   22:09 Diperbarui: 9 Juni 2019   12:07 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikendalikannya kudanya dengan santai

Telah diceritakan pada kisah sebelumnya bahwa Jala Sabrang telah bekerja keras membujuk rayu muridnya agar tidak membuat permusuhan dengan para pemuda liar itu. 

Nampaknya baik Sri Aji maupun pamannya tidak sepenuhnya bisa menerima saran gurunya. Ikatan kekeluargaan dengan adik dan pamannya masih begitu kuat tertanam di hati dan sanubari Sri Aji, dan itu disadari pula oleh Ki Jala Sabrang. 

Tapi guru yang banyak memiliki kaki tangan di pelabuhan Kambang Putih itu tidak perduli. Yang penting pertikaian di antara mereka saat ini tidak terjadi.

Dalam pada itu Kembang Arum bersama Paman Karta sedang mengendarai kuda meninggalkan tempat terkutuk itu. Bagaimanapun gadis ini merasa bersyukur bahwa dirinya berhasil keluar dari lingkaran yang hampir saja mencelakai hidupnya. "Aku masih dilindungiNya," katanya dalam hati. 

"Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." (Al-Fath, 48:7.)

Kini Kembang Arum merasa lelah sekali, karena itu ia tidak memacu kudanya terlampau cepat. Lagi pula kuda pamannya itu pun masih belum begitu dikenalnya, sehingga kadang-kadang ia masih harus berusaha menyesuaikan diri.

Namun tiba-tiba mereka harus mengekang tali kuda ketika tiga ekor lembu berlari-larian memotong jalan. 

Agak jauh di belakang mereka dua orang pemiliknya berlari-lari pula, mengejarnya dengan cambuk di tangan. Agaknya mereka adalah para pemanjat pohon bogor atau siwalan yang baru turun sambil menggembala ternaknya.

Kembang Arum menarik nafas dan mengerutkan keningnya: 

"Paman, rasanya aku sudah lama tidak melihat pemanjat siwalan berani muncul di ladang terbuka. Apalagi sambil membawa ternaknya. Apakah mereka tidak takut bahwa lembu-lembu itu akan dirampas orang?"

Karta tidak menjawab, bahkan pandangannya tertambat pada dua gembala yang berlari-lari di belakang kawanan lembunya. 

Para gembala yang bermandi peluh dan kelelahan. Ketika salah satu mencoba meloncati parit di pinggir jalan, ternyata satu kakinya tergelincir dan pemanjat siwalan itu jatuh terguling ke dalam air. 

Tertatih-tatih ia mencoba berdiri, sedang tubuhnya telah menjadi basah kuyup. Bukan saja karena keringat, tetapi juga karena air yang agak keruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun