Rumah itu berdinding bambu beratap ilalang. Di kanan kirinya terdapat kebun bunga, nampak indah dan asri. Orang-orang menyebutnya rumah sendang, karena terletak di dekat sendang Nggalang. Pemilik rumah itu adalah Ki Santanu, seorang lelaki dengan pembawaan tenang dan berwibawa. Dia tinggal bersama istri dan anak gadisnya. Sendang Nggalang terletak di kaki bukit. Konon terkenal angker, sehingga belum banyak penduduk yang berani tinggal di situ. Namun pada siang hari selalu ramai, karena semua kebutuhan air orang Nggalang berasal dari tempat itu.
Beberapa hari ini keluarga Ki Santanu merasa gelisah. Tanaman ketela mereka di seberang bukit yang sudah siap panen telah hancur. Seekor babi rusa adalah biang keladinya. Sudah berkali-kali diusir, tetapi nyatanya tetap merajalela.
"Kita terpaksa harus membunuh binatang itu, nyi !" kata Ki Santanu kepada istrinya suatu sore.
"Apa tidak ada cara lain, ki ?" sahut Nyi Santanu yang merasa khawatir.
 "Cara lain bagaimana nyi, kalau dibiarkan tanaman kita bisa habis".
"Persediaan makan kita tinggal sedikit lho, mak !"
"Itulah, dengar kata anakmu". Sahut Ki Santanu lagi.
"Yah, terserah aki sajalah. Tapi hati-hati lho ki. Ingat, babi rusa itu hewan galak !"
"Pokoknya berdo'a sajalah, nyi. Dan kamu nduk, temanilah mbokimu di rumah nanti malam. Sekarang bapak akan mempersiapkan alat-alat untuk berburu".
Laki-laki yang sudah mulai tua itu kemudian masuk ke dalam rumah, sementara nyi Santanu menyiapkan makan untuk bekal suaminya, dan anak gadis mereka pergi ke sendang mengambil air.