Mohon tunggu...
Rusni
Rusni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anakku, Pengorbananku

7 Juli 2018   10:03 Diperbarui: 7 Juli 2018   23:10 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya mengalami rasa sakit yang luar biasa. Saya tetap bertahan karena ingin melahirkan secara normal. Namun kontraksinya terjadi hampir tiap menit. Rasa-rasanya tidak sempat bernafas. Perut dan pinggangku seperti disayat-sayat. Saya juga harus menahan diri untuk tidak teriak-teriak supaya nantinya punya cukup tenaga untuk melahirkannya. Sampai sore hari, saya sudah dua kali demam tinggi.

Pembukaan masih berkutat di 4 dan 5. Hingga malam tiba, dokter mengatakan bahwa hanya sedikit kemungkinan bisa normal. Saya sudah lemas dan tidak sanggup lagi. Saat itu yang kupikirkan adalah keselamatan babyku. Akhirnya, suami didampingi bidan dan teman -teman melarikannku ke salah satu rumah sakit Ibu dan Anak. Saya bahkan sudah nitip pesan ke suami supaya kelak menjaga putri kami dengan baik jika kelak saya tidak bisa bertahan hidup. Suamiku pun sangat bingung dan kacau.

Sesampai di rumah sakit, saya langsung ditangani. Hanya setengah jam persiapan sampai akhirnya masuk ruang operasi. Saat dokter anastesi ingin menyuntik punggungku, dia berpesan untuk bertahan sedikit karena suntikan ini cukup sakit. Namun aku hampir tidak merasakannya lagi karena rasa sakit dari kontraksi. Hanya beberapa menit, rasa sakitku hilang. Kemudian saya disuruh tidur dengan posisi disalib.

Tangan kanan kiriku di suntik ini dan itu. Kurang dari sepuluh menit, saya sudah mendengar tangisan kuat putriku. Betapa leganya hatiku. Sebelumnya, aku mendengar dokter ngobrol dengan suamiku bahwa kemungkinan si baby mengalami masalah karena sudah terlalu lama diinduksi. Jika si baby menangis kuat saat lahir berarti semua baik-baik saja. Namun beberapa saat setelah lahir saya masih tanyakan ke dokter apakah si kecil benar-benar tidak mengalami masalah. "Iya ibu, putrimu sehat dan cantik" jawabnya. Saat itu sukacita melimpah dan syukur memenuhi hatiku.  Apalagi setelah melihat wajahnya, saya tidak lagi mempedulikan rasa sakitku pasca operasi. Betapa luar biasanya kehadirannya. Mungkin banyak wanita yang punya pengalaman yang sama berat atau lebih berat dari apa yang kualami.

***

Setelah melahirkan, si ibu bukan berarti bisa nyantai. Namun sebaliknya makin sibuk. Jika tidak ada yang membantu, maka ibu harus memaksakan diri untuk mengurus rumah dan tentunya mengurus si kecil. Begadang tiap malam menjadi hal biasa yang harus dilalui. Menjaga kesehatan agar bisa mengASIhi si kecil. Belum lagi jika ibu mengalami Baby Blues yang bisa membuatnya sering sedih dan menangis yang kelihatannya tanpa sebab. Setelah itu harus belajar banyak hal dalam mengurus bayi. Jika si kecil sudah enam bulan harus belajar lagi tentang apa aja makanan yang bernutrisi buat si kecil. Dan masih banyak hal yang harus dilakukan dan dikorbankan si ibu ke depannya demi anaknya.

Jika demikian besarnya pengorbanan seorang ibu, seharusnyalah setiap ibu dihargai, dihormati, didukung dan dikasihi. Hargailah setiap pengorbanan ibumu, jangan lukai hatinya. Jangan sakiti dan jangan kecewakan harapannya. Tidak hanya saat mudanya atau sehatnya, terutama di masa tuanya dan saat sakit. Para suami hendaklah mengasihi dan menjaga istrinya yang adalah ibu dari anak-anaknya. 

Jangan ada lagi kekerasan dalam rumah tangga.  Walau mungkin ada satu dua ibu yang tidak bertanggung jawab, namun itu jangan menjadi tolak ukur. Karena sejahat-jahatnya ibumu, dia telah mengorbankan hidupnya demi kehadiranmu di dunia ini. Sesungguhnya, hampir semua ibu mengorbankan apapun demi yang terbaik buat anaknya. Bahkan setiap hari ibumu menyebut namamu dalam doanya. Karena itu, cintailah ibumu sepenuh hati.

I love you much more, mom.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun