Mohon tunggu...
Rus Manto
Rus Manto Mohon Tunggu... Guru - Perangkat Desa

ING MADYO MANGUN KARSO TUTWURI HANDAYANI Kuseorang Kolektor Lukisan "SENI Adalah Duniaku" http://artkreatif.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gempa Demokrat

19 Februari 2012   00:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada apa dengan Partai Demokrat? Karena ini bukan judul film, saya perlu komentar orang lain, ada apa sebenarnya. Tapi saya tak bertanya ke pengamat yang sering muncul di televisi. Pasti jawabannya panjang-lebar, beliau kan serba tahu. Bertanya ke budayawan seperti Soedjiwo Tejo dan Arswendo juga kurang pas. Jawabannya pasti mengambang. Ke Ruhut Sitompul? Ah, jangan, beliau orang dalam. Belum apa-apa pasti akan keluar "yang saya banggakan dan yang saya kagumi Bapak SBY...."

Saya ingin mendapatkan komentar dari orang desa, yang biasa-biasa saja. Bodoh sedikit, tak apa, yang penting mengikuti masalah. Dia tetangga saya, pedagang ayam. Ada apa dengan Demokrat, tanya saya. Jawabannya "Tak ada apa-apa, hanya kalah dalam perang opini."

Jangan kaget kalau jawabannya dengan bahasa tinggi, dia sering ke berbagai kota. "Demokrat tak punya media, sementara partai lain punya jaringan media yang bisa menjadi senjata ampuh memenangkan opini. Kan hanya dua televisi itu yang cerewet dengan Demokrat, satu dimiliki ketua umum partai pesaingnya, satu lagi dimiliki partai baru yang siap ikut pemilu. Jelas dong mereka ingin Demokrat hancur."

Analisis konyol, kata saya. Dia terbahak "Ya. namanya orang bodoh, yang dilihat apa yang tak dilihat orang kota yang pintar." Saya menggugat "Televisi dan media yang lain kan juga menayangkan aib Demokrat?" T.agi dia tertawa "Kan cuma menayangkan fakta, bukan mencecar dan mengais-ngais terus sisi buruk Demokrat Sebenarnya bagus juga kalau keburukan partai lain dikais-kais, kan semua partai sama. Masalahnya, siapa yang memegang kendali opini itu."

Waduh, tambah konyol lagi, pikir saya. Saya tak lagi berdebat, takut ketularan bodoh, meskipun saya juga tak pernah pintar, buktinya tak pernah muncul di televisi. Saya harap komentar pedagang ayam itu dilupakan saja.

Tapi "ada apa dengan Demokrat" terus mengganggu. Kenapa petingginya mudah diadu dan terjebak dalam perseteruan diam-diam? Jangan-jangan ideologi partai ketika Demokrat didirikan belum matang benar, sehingga yang berkumpul adalah orang dari berbagai ideologi-persis di awal Orde Baru ketika Soeharto memaksa organisasi kemasyarakatan bergabung di Sekber Golkar. Tapi Soeharto tegas, keras, dan otoriter. Beda dengan SBY, yang . hati-hati, kalem, santun, demokratis, sehingga Ruhut sering mengulang "yang saya banggakan...."

Di Demokrat bergabung penguasa muda yang kaya-raya, seperti Nazaruddin dan kakaknya, mantan Puteri Indonesia Angelia Sondakh, mantan Ketua Umum HMI, mantan wartawan, mantan pengacara populer, mantan politikus partai lain, yang barangkali kumpulan ini belum mencampur-baurkan ideologi yang dibawanya. Ada yang"memuja uang", ada yang"memuja ketenaran", ada yang"memuja penampilan". Jadi, kesehariannya ada yang mengumpulkan duit tak peduli haram atau halal, ada yang meng* uber wartawan agar dirinya diwawancarai, ada yang sibuk memikirkan baju apa yang harus dipakai dan bagaimana cara berjalan ke podium. Kini "pemuja uang" seperti Nazar terlempar dengan sakit, dan tentu dia tak mau "sakit sendiri". Kumpulan itu pun menjadi berantakan karena partai ini tidak dipimpin oleh Soeharto yang otoriter, melainkan oleh SBY yang sangat negarawan dan demokratis-seperti kata Ruhut.

Namun saya pikir tak ada "tsunami" di Demokrat. Yang ada gempa kecil yang tak merobohkan bangunan. Perlu ditopang oleh kesadaran pentingnya kesamaan ideologi dan tentu saja-kalau percaya pedagang ayam tadi-janganlah terjebak perang opini, loong tak punya media. Berbuat apa pun selalu salah .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun