Mohon tunggu...
rusman latief
rusman latief Mohon Tunggu... -

oke sajalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ahok! Aku Suka Gayamu

7 April 2015   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ahok, seringmarah, marah dan marah lagi. Pastilah dia juga capek. Jantung yang pasti berdebar-debar karena kemarahannya. Marah disebutkan dalam kamus Bahasa Indonesia yaitu sangat tidak senang, diperlakukan tidak sepantasnya. Kita sebut saja bahwaAhok sering marah, karena ketidaksenangnya pada sesuatu yang tidak seharusnya.

Jika diurut pemicu kemarahannya, umumnya berurusan dengan ketidakpuasan pada lingkungan kerja, dan hubungan dengan orang lain dalam bekerja. Bahkan Dia mengatakan masuk dunia politik, karena sebuah kemarahan. “Marah karena tidak bisa membantu banyak orang. Salah satu cara kalau mau membantu banyak orang adalah menjadi pemimpin, dan menjadi pemimpin itu harus masuk dalam dunia politik,” katanya.Secara sederhana politik diartikan,mencari dan mempertahankan kekuasaan.

“Tapi, Hok, kalau semua baik-baik saja sesuai yang Loe inginkan, Gue yakin Loe tidak marah. Gue pernah liat Loe di salah satu TV swasta nasional. Loe dikerjain Bang Komeng sama Mas Akbar. Loe tertawa terbahak-bahak, bahkan kelewat ketawanya, ngakak, Hahahahaha”. Di televisi juga gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang pernah bersama Ahok di komisi II DPR RI, Mengatakan, “ Ahok bicara selalu semangat. Ahok tidak selalu marah, mungkin pemicunya saja yang membuat marah.” Kalau begitu gampang, anak buah Ahok atau orang di sekelilingnya kerja yang benar saja, pasti Ahok tidak marah. “Bukan begitu Hok”.

Tapi, sudahlah dunia politik memang, kejam.Pemimpin yang benar saja, oleh lawan-lawan politiknyasering dicari kesalahan-kesalahan agar dapat disingkirkan Politik hanya mengenal sepuluh dan nol. Kalau mendapat sepuluh berarti pucuk kekuasaan, tapi angka nol, penjarah atau diasingkan.

Negeri ini adalah negeri yang didiami orang-orang ramah dan sopan. Mungkin karena keramahan dan kesopanan itumembuat beberapa suku bangsapernah dijajah 350 tahun oleh bangsa dari Eropa.Penduduknya menerima dengan ikhlas apa yang menimpa dirinya. Tidak ingin melukai perasaan orang-orang yang menganiayanya, merampas,merampok miliknya dan menginjak-injak harga dirinya. Tidak mau cari musuh, tidak mau cari masalah.

Apa yang terjadi saat ini, mungkin suasananya sama pada zaman penjajahan. Bedanya, kita diam dari perlakuan para bandit-bandit berkeliaran dan bandit-bandit menetap (meminjam istilah Mancur Olson)dan juga bajingan-bajingan tengik bangsa sendiri. Dengan santun, sopan, dan dengan kemampuan intelektual kriminal merampok harta negara. Kata Anies Baswedan, “Korupsi merajalela bukan karena penjahatnya banyak, tetapi karena banyak orang baik memilih mendiamkan”. Diam karena tidak mau berurusan dengan bandit-bandit, diam karena takut, diam karena tidak mau peduli.

Paling kentara, diam karena tidak mau peduli. Banyak orang-orang baik di negeri ini, tetapi mereka tidak peduli. Sepanjang masalah yang dihadapi negeri dan masyarakat tidak menyentuh dan mengganggu kenikmatan kehidupannya, mereka hanya akan jadi penonton. Diam melihat apa yang terjadi. “Mereka memang orang-orang baik, tetapi tidak peduli”. Jenis manusia inilah yang banyak menghuni bumi nusantara. Tidak jahat tetapi tidak peduli.

Kata leluhur, “Setetes madu bisa menangkap lebih banyak lalat daripada segalon empedu.” Kita coba hubungkan petuah tersebut dengan perilaku para bandit-bandit, dengan cara bagaimana merubah perilakunya. Menghubungkan dengan teknik yang digunakan Ahok untuk mengubah perilaku buruk itu. Madu kita samakan dengan bahasa halus dan santun. Empedu sama dengan bahasa kasar, kotor (menurut mereka) versi Ahok. Artinya, Ahok menggunakan “empedu”untuk mengubah perilaku buruk para bandit-bandit.

Ahok memakai “empedu” dengan cara marah-marah, tidak sopan, spontan. Bahkan, cara Ahok kesannya permalukan bandit-bandit di depan publik. Itu pun ada yang tidak punya rasa.Tetap melakukan cara-cara bandit yang sangat memalukan. “Musang berbulu domba”. Hal inilah yang memicu kemarahan Ahok. Kadang lepas kontrol, akibatnya menurut beberapa orang, Ahok tidak beretika dan bermoral.

“Mungkin Hok, Loe salah tempat lahir, tapi sudahlah semua sudah terjadi, Ini adalah negerimu.” Bapak proklamator Soekarno sudah pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

“Tapi, Hok, aku yakin suatu waktu engkau tidak marah lagi. Tidak menggunakan “empedu” lagi untuk merubah perilaku para bandit-bandit. Mereka juga manusia, dan pada dasarnya manusia itu baik. Hanya karena lingkungan membuat mereka menjadi bandit-bandit, dan bajingan-bajingan tengik.Kesalahan yang mereka lakukan sudah berlangsung lama dan terus menerus. Tidak ada yang mengontrol dan mengingatkannya. Akibat kesalahan yang dilakukan berulang kali membuat kesalahan itu dibenarkan, atau melakukan pembenaran. Seperti yang pernah diucapkan Adolf Hitler. "Make the lie big, make it simple, keep saying it, and eventually they will believe it" Kebohongan besar yang terus diucapkan berkali-kali dan tetap dipertahankan lama kelamaan akan menjadi sebuah kebenaran yang dipercaya.” Korupsi berulang kali didiamkan lama-kelamaan menjadi sebuah kebenaran dengan teknikmanipulasi yang sopan dan santun.

“Hok, meskipun orang mengatakan Loe kasar, tidak sopan, arogan, songsong, belagu, sok suci, tengil, karena caramu yang tidak biasa itu, ternyata ampuh untuk merubah perilaku bajingan-bajingan tengik kelas teri, yang suka terima pungutan liar dari masyarakat. Sahabat yang tinggal di Jakarta pernah berkata, sekolah di Jakarta sekarang enak. Tidak ada pungutan-pungutan. Kalau ada yang ketahuan melakukan pungut, langsung di pecat oleh Ahok”.

Penggunaan kata, pecat, yang sering digunakan Ahok, kesannya kasar, dan sebenar bisa menggunakan kata, diberhentikan, distafkan, dibebastugaskan. Pokoknya banyak pilihan kata yang lainlah. Tapi kata Pecat, kasar dan tidak sopan (menurut mereka) ternyata membuat bajingan-bajingan tengik tidak berani lagi tilep upeti dari masyarakat.

“Hok, kemarin Loe bilang kalau dipecat dari gubernur, Loe mau ikut Stand Up Comedy. Setuju-setuju sekali Bray. Tapi tidak usah tunggu dipecat, kan belum tentu Loe dipecat.Baiknya sekarang aja daftarke MetroTV atau KompasTV ikut Stand Up Comedy. Di studio, undang deh, rakyat-rakyat dan orang-orang yang memusuhimu. Termasuk bandit-bandit dan bajingan-bajingan tengik nonton Loe. Aku yakin mereka tertawa ngakak liat gayaLoe Stand Up Comedy. Marahmu, mimik wajahmu, gaya bicaramu, kacau, tapi lucu Bray”.

Kacau dan lucu, karena Loe Hok, ingin mendidik para bandit-bandit itu merubah perilakunya. Tetapi dengan cara marah-marah. Dalam kamus pendidikan tidak baik mendidik itu dengan mara-marah. Tapi ah,Aku mau bilang Hok “Aku suka gayamu”. Begitu Bray.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun