Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Menguak Sisi Lain Munir

16 Februari 2016   22:34 Diperbarui: 7 Desember 2018   05:17 1589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokoh pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib (Kompas/Iwan Setiyawan )

Adalah kasus kopi ber-sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin yang membuat saya tertarik dengan kasus pembunuhan menggunakan zat kimia mematikan. Kasus pembunuhan menggunakan racun memang bukan barang baru.

Di dunia internasional pembunuhan menggunakan racun biasanya dilakukan terhadap lawan politik hingga melenyapkan agen rahasia yang berkhianat.

Kasus terbesar yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus pembunuhan Munir diatas pesawat Garuda tujuan Belanda. Munir yang dikenal sebagai aktivis HAM yang pernah memimpin KontraS pada masa orba. Munir dinyatakan tewas pada 7 September 2004 diracun menggunakan zat arsenik dengan dosis yang cukup membunuh tiga orang sekaligus.

Saya sendiri awalnya tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang kasus pembunuhan Munir. Saya berusaha mencari bahan pustaka yang berhubungan dengan kasus ini. Walau akhirnya saya lebih tertarik dengan sosok Munir. Yang menurut saya lebih pantas diungkap dari sisi  berbeda.

Saya tak hendak memuji muji sang penerima The Human Rights Livelihood Award pada tahun 2000 ini, saya juga tak ingin menafikan apa yang telah dilakukan pria keturunan Arab yang telah yatim sejak SD ini.

Mungkin sudah banyak artikel yang mengungkap sepak terjang Munir ketika berjuang menegakkan HAM, membela buruh hingga membongkar kasus kekerasan dan penghilangan aktivis pada rezim orde baru.

Saya tak akan mengupas sepak terjang Munir pada era itu. Saya akan menuliskan tentang Munir sebagai pribadi. Sebagai manusia pada umumnya.

Karena saya melihat sebuah nilai positif yang ada pada diri Munir. Memang Munir bukan orang sempurna. Kebencian sebagian pihak terhadap tokoh ini juga mungkin masih ada. Pihak yang merasa terusik dan terganggu dengan sepak terjangnya.

Munir, Pria keturunan Arab bernyali yang tak kenal rasa takut

Mengenai keberanian yang ada pada diri Munir sudah terbentuk jauh sebelum Munir menjadi seorang aktivis HAM. Munir lahir dari keluarga Arab. Ayahnya bernama Said berasal dari Arab Saudi yang kemudian tinggal di Indonesia lalu menemukan jodohnya seorang wanita keturunan Arab yang berasal dari Banjarmasin bernama Jamilah.

Munir lahir dari keluarga besar, bersaudara tujuh orang dan sudah terbiasa hidup mandiri karena harus bekerja dipasar menunggui kios sepatu milik keluarga. Setiap malam Munir harus berjualan bersama sang adik, Jamal yang kebagian membawa lampu petromaks.

Pasarlah yang membuat karakter Munir menjadi keras dan pemberani. Kehidupan pasar memang menjadikan orang yang ada didalamnya hidup dalam tekanan, struggle dan sikap tak boleh menyerah. Diusia remajanya Munir kerap harus berkelahi dengan lawan yang kadang lebih besar.

Untuk urusan berkelahi Munir pantang mundur. Munir akan selalu bersedia berkelahi dengan siapa saja yang menurutnya pantas untuk dilawan.

Di dalam keluarganya, Dua kakaknya juga punya kebiasaan berkelahi. Pada masa remaja Munir sudah terbiasa untuk melawan ketidak adilan. Munir berani untuk membela orang lain yang ditindas walaupun ia tak mengenalnya.

Semasa SMA Munir bersama dua sahabatnya menjelajah hingga ke pulau Bali menggunakan sepeda, sebuah perjalanan yang hanya dilakukan oleh remaja yang punya nyali besar. Walau sentuhan pertama kalinya dengan kasus hukum terjadi ketika Munir SMP.

Di suatu pagi ketika ia dan adiknya akan memberikan makanan kepada seorang wanita sebatang kara yang hidup di sebuah rumah yang baru bisa dijual bila sang wanita itu wafat. Pagi itu seseorang menancapkan sebuah obeng ke leher si wanita sebatang kara itu hingga tewas.

Munir dan sang adiklah yang menemukan pertama kali wanita itu telah tewas bersimbah darah didalam kamarnya. Keduanya langsung lari ketakutan memberitahukan orang orang.

Kejadian pagi itu dilaporkan Munir kepada sang kakak di pasar. Sang Kakak yang nampak marah meminta Munir dan sang adik segera melapor ke kantor polisi. Itulah pertama kali Munir bersentuhan dengan hukum.

Ketika Munir mulai kuliah, sifat beraninya semakin menjadi jadi. Munir bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Didalam pikirannya ketika itu Munir mengambil posisi sebagai pro-Soeharto dan berhadap hadapan dengan para aktivis pergerakan lainnya yang anti Soeharto.

Sebuah hal yang akhirnya malah menjungkirbalikan sikap Munir yang menjadi “lawan” bagi rezim orde baru ketika ia lulus kuliah. Setiap hari Munir membawa bawa clurit didalam tas kuliahnya sebagai senjata berkelahi.

Pergolakan pikiranya akhirnya mengubah pola gerakanya yang akhirnya menemukan semangat untuk membela kaum buruh. Setiap hari Munir mengunjungi para buruh, mengedukasi, melakukan advokasi hingga ikut mendampingi buruh berdemo.

Munir memang menemukan dunianya. Di mana ia merasa terpanggil untuk membela kaum tertindas dan melawan ketidak adilan. Melawan tirani negara yang berwujud tindakan intimidasi dan kekerasan aparat keamanan.

Perlawanan ini membuat Munir muda semakin menyala nyala. Intimidasi dan teror yang mulai menyerang dirinya tak pernah berhasil membuatnya takut. Nyali besar Munir tak kuncup walau ia digebuk aparat keamanan. Sebuah dunia yang samasekali tidak menarik bagi mahasiswa seusianya ketika itu.

Pilihan Munir juga dianggap “sinting” oleh keluarga. Ketika lulus sebagai sarjana hukum, Munir malah bergabung dengan LBH Surabaya padahal kalau saja mau Munir bisa menjadi pengacara yang lebih jelas masadepannya.

Dari membela kaum buruh, Munir terus menaikan ‘tensinya’ dengan bergabung dengan LBH Jakarta lalu mendirikan KontraS. Di KontraS Munir menjadi besar dan dianggap ‘berbahaya’. Ancaman dan teror datang silih berganti. Serangan psikis hingga fisik terus digempurkan kepada pria yang punya nama lengkap Munir Said bin Thalib.

Serangan terhadap Munir juga tergolong unik, Pada suatu ketika ada seorang wanita hamil datang kepada istrinya Suciwati dan menuntut pertanggung jawaban Munir yang telah menodainya hingga hamil.

Tuduhan menghamiili wanita ternyata tak ampuh untuk mengoyak Munir. Sang Istri terlalu kuat dan menganggap tuduhan itu hanya sebuah upaya pembunuhan karakter sang suami.

Munir memang beruntung memiliki istri se-berani Suciwati. Seperti yang diakui sendiri oleh Munir. Suciwati jauh lebih nekad daripada dirinya. Aktivis buruh ini menjadi orang dibalik kisah kisah nekad Munir dalam melawan rezim orde baru.

Darimana datangnya nyali besar Munir memang datang dari masakecilnya. Lingkungan keluarga hingga didikan Umi (sapaan untuk ibunda Munir) yang keras. Kehidupan keluarga dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Munir diajar bertanggung terhadap apa yang ia lakukan.

Pernah Munir remaja dikeroyok tiga puluh anak muda karena ulahnya menantang berkelahi. Umi tak membela Munir malah wanita setengah baya itu menyuruh Munir bertanggung jawab dengan terus melawan para pengeroyoknya. Munirpun berkelahi walau tidak tidak seimbang.

Kesederhanan yang Dibawa hingga akhir hayat

Munir selain dikenal pemberani juga seorang yang tetap setia dengan kesederhanaan. Tak banyak aktivis yang mampu bertahan ketika tawaran kenikmatan hidup ditawarkan. Munir salah satu aktivis yang tetap memilih jalan sunyi kesederhanaan.

Maka tuduhan yang paling mengganggu Munir adalah tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada dirinya. Walaupun tak ada satupun tuduhan korupsi yang bisa dibuktikan, Munir tetap saja menganggap tuduhan itu bentuk untuk mematikan karakternya.

Untuk transportasi harian, Munir hanya menggunakan sepeda motor Honda Grand tua dengan nomor polisi N. Kisah sepeda motor tuanya ini juga unik. Sempat hilang dicuri orang, tahu sepeda motor itu miliki Munir tak lama sepeda motor itu dikembalikan. Namun nasib sepeda motor itu benar benar lenyap ketika kembali dicuri orang. Dan kali ini sepeda motor Munir benar benar hilang tak kembali lagi. Rupanya orang yang mencuri jauh lebih miskin ketimbang Munir.

Munir memang mampu membeli sebuah mobil pada tahun 2000. Sebuah mobil Toyota Mark II bekas seharga sepuluh juta. Padahal Munir mampu membeli mobil seharga tiga puluh juta. Mengenai mobil ini, pilihan Munir adalah “yang termurah”.

Pun ketika Munir mendapakan hadiah uang ketika mendapatkan The Human Right Livelihood Award, Munir hanya mengambil seperlima bagian sementara sisanya diberikan untuk KontraS. Dari uang inilah Munir membeli sebuah rumah di Malang. Tempat ia merencanakan masa tuanya kelak.

Pada hari terakhir hidupnya Munir masih memilih sebuah pilihan “yang termurah” ketika ia lebih memilih maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 974. Padahal Munir mampu membeli tiket KLM atau Singapore Airlines. Dan pilihannya itupun sesuai dengan skenario para pembunuhnya.

Munir tewas di dalam kabin pesawat nasional Garuda diatas daratan Eropa. Sesaat sebelum Munir meraih mimpinya meraih beasiswa Master hukum yang ia dapat dari Universitas Utrecht.

Nama Munir diabadikan pada sebuah jalan di kota Den Haag Belanda selain menjadi nama salah satu ruangan di kantor Amnesty Internasional. Berbagai penghargaan Internasional juga dberikan kepada Munir atas dedikasinya membela kaum tertindas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun