Mohon tunggu...
Roby Rushandie
Roby Rushandie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ekonom otodidak dan amatir, Pengamat pasar obligasi, Minat dengan travelling dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Money

Penurunan BI Rate, Mengganggu Atau Menjaga Stabilitas?

17 Desember 2015   21:56 Diperbarui: 17 Desember 2015   22:00 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya The Fed telah percaya diri dengan menaikan suku bunga acuannya dari level terendah dalam 7 tahun di kisaran 0,00%-0,25% ke kisaran 0,25%-0,50%. The Fed telah melawan kegalauannya dan memberikan kepastian bagi pasar bahwa ekonomi AS telah cukup kuat ditengah masih tingginya risiko global. Respon pasar modal di AS dan regional pun menyambut baik dan berimbas pada pasar saham dan obligasi Indonesia yang bergerak positif. Rupiah pun cenderung stabil dan tenang.

Di hari yang sama, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI rate di level 7,50%. Jadi sudah 11 bulan lamanya BI rate di level 7,50% walaupun indikator inflasi sudah rendah dan defisit neraca transaksi berjalan sudah membaik. Tampaknya masih ada kegalauan bagi Bank Indonesia untuk belum menurunkan BI rate. Bank Indonesia masih on track dengan prinsipnya yakni menjaga stabilitas dan mencegah risiko capital outflow jika BI rate diturunkan.

Berbagai kalangan mulai dari pengusaha, bankir, pelaku pasar modal, sampai wakil presiden, Jusuf Kalla pun gak henti-hentinya mendesak Bank Indonesia untuk nurunin suku bunga acuannya. Karena memang ekonomi Indonesia di tahun 2015 ini telah menghadapi masa-masa sulit terutama akibat gejolak eksternal. Walaupun serangkaian paket kebijakan ekonomi I-VII telah diluncurkan untuk membangkitkan perekonomian di tahun 2016, tapi rasanya kurang sreg kalau gak dilengkapi dengan kelonggaran kebijakan moneter. Karena memang BI rate sangat vital dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Lalu, apakah BI rate memang belum bisa diturunkan?? Dan apakah memang akan terjadi capital outflow jika BI rate diturunkan?? Sebelum memberikan pandangan saya tentang pertanyaan tersebut, saya akan memberi gambaran mengenai konsep BI rate itu sendiri.

Apa itu BI rate??

BI rate/ suku bunga Bank Indonesia tentu bukanlah suku bunga yang berlaku di bank. Tapi BI rate ujung-ujungnya memang dapat mempengaruhi suku bunga simpanan dan pinjaman. BI rate itu sebenernya merupakan suku bunga acuan bagi Bank Indonesia itu sendiri agar suku bunga pinjam meminjam di level antar bank bisa berada di sekitar BI rate dengan mengatur jumlah uang beredar melalui berbagai bentuk operasi moneter dimana BI bertindak langsung sebagai pemain di pasar uang yang melakukan jual beli surat berharga atau sebagai bankers’ bank yang menyediakan fasilitas simpanan dan pinjaman kepada para bank.

Sebagai pemain besar di pasar uang, bank sentral bisa mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar melalui operasi moneternya. Dalam konteks pasar uang, suku bunga ibaratnya harga dari uang, jadi dengan resource yang besar, BI bisa menjadi price setter di pasar uang. Sehingga suku bunga acuan BI selalu menjadi sorotan para bank untuk bertransaksi di pasar uang. Nah pada akhirnya, level suku bunga bisa bergerak kearah yang diinginkan BI.

Selain itu, BI rate juga akan menjadi acuan dalam menentukan imbal hasil/return instrumen pasar keuangan lainnya seperti surat utang/obligasi. Pokoknya BI rate akan mempengaruhi segala sesuatu yang diukur dengan tingkat bunga.

Tapi, berbeda dengan bank pada umumnya yang berorientasi profit dalam melakukan transaksi pinjam meminjam antar bank, orientasi BI dalam menentukan BI rate dan bertransaksi di pasar uang yakni untuk kestabilan nilai Rupiah yakni stabil dari kenaikan harga-harga barang dan jasa di dalam negeri (inflasi) dan stabil terhadap nilai tukar dengan mata uang lain sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang.

Menurut Mishkin, ahli moneter, kebijakan suku bunga acuan bisa mempengaruhi empat hal yakni suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset. Jalur suku bunga dan kredit dapat mempengaruhi tingkat inflasi. Kebijakan moneter ketat atau kenaikan BI rate akan menaikan suku bunga pinjam meminjam di pasar uang antar bank, kemudian akan diikuti kenaikan suku bunga di level nasabah/kredit, sehingga biaya modal lebih mahal, dan permintaan kredit baik untuk konsumtif dan produktif pun akan menurun, akhirnya konsumsi menurun, dan inflasi pun turun. Jadi perubahan BI rate keliatannya butuh proses untuk bertransmisi dari sektor keuangan ke sektor riil.

Lalu pengaruh BI rate terhadap nilai tukar, Ilustrasinya begini, ketika suku bunga acuan naik, sementara suku bunga acuan negara-negara lain tetap atau malah turun, maka daya tarik suku bunga domestik dibandingkan dengan suku bunga negara-negara lain akan menjadi lebih tinggi, sehingga mendorong investor asing untuk menanamkan modalnya di instrumen keuangan domestik. Artinya ada arus modal masuk, maka demand aset Rupiah meningkat, jadi Rupiah menguat. Sebaliknya juga berlaku ketika suku bunga diturunkan. Aset keuangan domestik akan menjadi kurang atraktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun