Mohon tunggu...
Muhammad Rusdil Fikri
Muhammad Rusdil Fikri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tulisan pribadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tak Ada Dasar Hukum bagi Aceh untuk Menggelar Referendum

2 Juni 2019   17:07 Diperbarui: 2 Juni 2019   17:17 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://jnn.co.id 

Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf, yang saat ini menjabat sebagai ketua umum Komite Peralihan Aceh (KPA) dan sekaligus ketua umum Partai Aceh, sempat mewacanakan untuk menggelar referendum di Aceh, dengan pilihan Aceh akan tetap menjadi bagian dari Indonesia atau Aceh akan menjadi negara baru seperti kasus Timor Timur yang kini menjadi negara Timor Leste.

Gagasan tersebut muncul ke permukaan publik setelah hasil penghitungan suara KPU menunjukkan bahwa paslon Prabowo -- Sandiaga kalah secara nasional namun menang di Aceh, dimana Paslon nomor 02 tersebut berhasil menang telak dengan 81 % suara.

Padahal Menkopolhukam Wiranto telah mengatakan bahwa semua peraturan yang mengatur tentang referendum sudah dicabut oleh pemerintah, misalnya Tap MPR nomor 8 tahun 1988 atau Tap MPR nomor 4 tahun 1993 tentang referendum.

Jadi ruang untuk referendum dalam hukum  positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi nggak relevan lagi, apalagi kalau kita hadapkan kepada international court yang mengatur tentang masalah ini, juga nggak relevan.

Pada kesempatan sebelumnya, Marzuki AR yang merupakan mantan kombatan GAM sempat menjelaskan, mengapa wacana terkait referendum diangkat kembali.

Ketua DPR Bambang Soesatyo juga menolak dengan tegas wacana referendum yang dimunculkan oleh Muzakir Manaf. Pihaknya menuturkah bahwa penolakan secara tagas tersebut, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang berdaulat dan NKRI harga mati.

Di sisi lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menilai bahwa wacana referendum di Aceh yang dilontarkan Muzakir Manaf karena dilatari emosi yang bersangkutan. Pihaknya pun menduga bahwa gagasan referendum itu digaungkan karena partai yang dipimpinnya, Partai Aceh, gagal meraih suara optimal di Aceh seperti yang dikehendaki.

Moeldoko juga menilai bahwa wacana yang dinyatakan oleh Muzakir itu hanyalah sebatas wacana akademik, sehingga tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Yang menjadi masalah adalah, mengapa agenda referendum digulirkan saat ini, setelah 14 tahun yang lalu kesepakatan damai telah ditandatangani dan sudah ada pula Partai Aceh yang dirintis mantan kombatan GAM.

Namun tidak semua pengurus internal Partai Aceh dan kalangan eks kombatan GAM setuju dengan wacana referendum yang disuarakan oleh mantan panglimanya, Muzakir Manaf. Misalnya Kamarudin Abubakar yang menjabat sebagai Sekjen Partai Aceh, dirinya menyatakan bahwa wacana referendum tidak perlu diteruskan meskipun sepakat bahwa poin -- poin kesepakatan mengakhiri konflik yang tercantum dalam MoU perlu diselesaikan.

Dirinya juga mengingatkan bahwa salah satu poin yang tertulis pada kesepakatan perdamaian Helsinki adalah, bahwa Aceh berhak memiliki bendera. Namun lambang bendera yang diajukan selama ini tidak disetujui oleh Pemerintah pusat karena dianggap mirip dengan bendera GAM, eks kelompok separatis yang sudah berdamai melalui MoU Helsinki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun