Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menulis Butuh Kemauan, Bukan Kemampuan

2 Januari 2018   02:29 Diperbarui: 2 Januari 2018   04:28 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: tribunnews.com

Menulis tidak perlu kemampuan tapi hanya membutuhkan kemauan masak iya sih? Iya, setahu saya tidak ada lho orang yang otomatis punya suatu keahlian dan pengalaman di bidang tertentu tanpa belajar, pengalaman atupun keahlian membutuhkan proses belajar, sekolah dan latihan terus-menerus hingga bisa dan mampu menguasai bidang tertentu.

Seperti halnya menulis, walau riset-riset kecil tetap dibutuhkan untuk membuat materi sebuah tulisan, namun itu akan sia-sia saat sebuah inspirasi dan ide menyambangi otak namun tidak segera kita tangkap. 

Akan sangat berbeda jika niatan kemauan untuk menulis itu ada pasti ide-ide yang melintas akan segera tertangkap dan menuangkan dalam bentuk tulisan.

Masa lalu pahit memaksa saya untuk menulis

Sebagai orang yang dilahirkan di tengah keluarga yang tidak mampu, jangankan untuk sekolah, untuk kebutuhan makan sehari-hari saja pada waktu itu kami sudah sangat beruntung. 

Almarhum Ibu yang hanya buruh tani harian dengan upah pas-pasan tidak tetap memaksa saya harus menerima kenyataan. Masa kecil sampai beranjak remaja adalah masa sedih saya pada waktu itu, dimana saya setiap hari menyaksikan teman-teman seusia saya pergi dan pulang sekolah dengan ceria. Sedangkan saya hanya bisa melihat mereka dari teras rumah dengan iri dan sedih.

"Nak, sepertinya kamu tidak bisa melanjutkan sekolah lagi, Ibu sudah tidak sanggup membiayai", tutur Almarhumah Ibu saya pada waktu itu. Walaupun sudah dua puluh tiga tahun lalu namun masih membekas dalam ingatan saya hingga kini. 

Mendengar kata Almarhumah Ibu saya pada waktu itu rasanya bagaikan kiamat, seolah pupus semua harapan dan cita-cita.

Teringat masa kecil yang hidup dalam keterbatasan miskin dan minim pendidikan tidak membuat saya berhenti dan pasrah dalam ketidaktahuan. Justru menjadi cambuk buat saya untuk tetap belajar entah dari teman, sahabat, membaca buku-buku dan ujian hidup sebagai guru saya. Karna saya sadar akan entitas kata "Iqro" ( bacalah ).

Kembali ke tema

Menulis, apa harus yang ilmiah?  Tentu tidak bukan!  Menulis tidak kudu wacana ilmiah yang monoton kok, apa saja bisa kita tulis  termasuk pengalaman hidup, perjalanan berwisata contohnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun