Saat banyak orang yang terakhir dikabarkan sebanyak 14jutaan orang menghadiri sebuah gerakan kemanusiaan tidak dikabarkan sedikitpun oleh media-media yang harusnya memberikan kebutuhan informasi yang dapat dijangkau oleh rakyat Indonesia yang tinggal di bentangan ribuan gugusan pulau, malah nurut saja dibungkam yang ketakutan kehilangan kekuasaan. Media menutup mata, menejanlangi diri sendiri, dan berkhianat pada jiwa dan roh dari fungsi media itu.
Lalu apakah dengan keadaan begini kita hanya harus pasrah saja? Bukan perkara main-main saat pernyataan media sudah menjadi antek-antek orang yang ingin menghancurkan Republik Indonesia akhirnya keluar. Sudah banyak kasusnya didunia, dan bahaya laten dari media yang menjadi alat dan corong kekuasaan dzolim dan dengan bebas menebar kebohongan dan menutupi banyak hal baik. Ini kenapa diawal tadi saya sebut sejumlah media partisan sudah benar-benar dimusuhi dan nyata diboikot oleh rakyat. Karena mereka hanya menjual banyak kebohongan dan fitnah yang membuat eneg rakyat berakal sehat.
Kemudian bila kita bicara nurani, mengingat keprihatinan akan kesejahteraan para pewarta yang pernah diungkapkan pak Prabowo saya jadi berpikir dan mencoba menempatkan diri bila saya adalah rekan-rekan jurnalis yang sedang bekerja di media partisan yang hanya punya satu kode etik, UANG. Mungkin bila para awak media itu bisa curhat langsung ke pak Prabowo, banyak sekali keluh kesah yang akan mereka sampaikan. Layaknya beberapa perkumpulan profesi yang menjumpai pak Prabowo untuk melakukan diskusi terkait perkembangan, permasalahan dan kemajuan bidang yang mereka geluti. Besar kemungkinan rekan-rekan wartawan ini akan curhat atas tekanan yang bagi saya bisa dikatakan tidak manusiawi dalam pekerjaan mereka. Saya masih yakin tidak semua dari wartawan-wartawan itu menikmati proses mereka menebar ketakutan, kebohongan dan fiitnah. Masih ada nurani-nurani yang tersandra kepentingan bos-bos mereka.
Yang memang mencintai jurnalistik sebagai jalan hidupnya pasti sadar betul kebobrokan media direzim ini. Jurnalis yang paham betul etika pekerjaan dan bidang mereka pasti resah dan ingin berontak setiap kali harus melupakan akal, meninggalkan nurani hingga menggadai kebenaran. Bisa karena tuntutan ekonomi, bisa karena tekanan lain yang kita orang diluar jurnalistik tidak ketahui. Untuk waratawan yang akhirnya masuk kehidupan media karena tidak ada pilihan lain dan hanya itu kesempatan yang ia punya untuk mencari nafkah pasti juga kan gelissah saat sudah bertentangan dengan hati, nurani dan akal pikirannya. Dengan itu kita semua setuju bahwa memang sulitnya memperbaiki kehidupan karena perekonomian dan lapangan pekerjan yang hanya secuil adalah kenyataan yang tidak terbantahkan dari lemahnya rezim ini yang hanya memiliki kemampuan menipu lewat antek-antek penghancur NKRI. Prabowo cinta negerinya, dia marah, saya juga marah, semua yang benar mencintai dan tidak akan pernah ikhlas negeri ini dihancurkan demi kepuasan segelintir orang dan pengkhianat pasti akan marah.
Marah karena tidak mau membiarkan Indonesia yang kita amat cintai ini jadi tanah dan air yang nanti tidak ramah lagi bagi generasi selanjutnya.