Pada mulanya adalah menulis di buku harian, kemudan menjelma menjadi " penulis " di media massa. Kebiasan menulis di buku harian, telah mengantarkannya bisa menulis di media massa, dan hal itu sedikit banyak telah menambah warna dalam mosaik kehidupan pribadiku.
Koran Suara Karya
   Waktu itu tahun 80-an. Kutemukan artikel di Koran Suara Karya tips menjadi penulis. Di desa, baik koran ataupun majalah pada masa itu adalah barang yang sangat ekslusif sekali. Hanya para pegawai pemerintahan yang bisa baca koran, karena tempat kerjanya berlangganan koran.Dan  korannya resmi milik pemerintah.yaitu Suara Karya itu tadi yang  datangnya tidak setiap hari walau koran harian, dirapel tiga hari sekali atau bisa juga satu minggu. Beruntung aku punya tetangga dekat yang jadi kepala sekolah, di rumahnya sering ada koran, aku  ikut nebeng baca. Â
   Nah dalam artikel tersebut dijelaskan untuk bisa menjadi penulis, setiap hari harus rajin menulis. Waktu itu dalam hatiku pun ragu; apa bisa setiap hari menulis ? Karena tiap hari harus disiplin menulis, maka solusinya aku harus bikin buku harian. Saran itupun kemudian aku ikuti. Karena aku ingin jadi penulis. Mengapa ingin jadi penulis, karena suka baca dan banyak membaca.
   Maka jadilah aku setiap hari menulis. Menulis apa saja yang aku alami atau aku rasakan atau aku harapkan atau aku hayalkan pada hari itu. Ya, jadi setiap hari menulis ternyata bukan sesuatu konsep yang " ngayawara " alias mengada-ada yang susah diwujudkan. Bahkan dalam keadaan " nihil kegiatan pun " aku tetap bisa menuis. Apa yang ditulis ? Ya tentang kekosongan itu sendiri yang ditulis.
Teknikal Skill
   Kita sering dengarkan dan juga mugkin pernah mengalami, kalau disuruh nulis atau membuat karangan, misalnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia, biasanya bingung; apa yang mau ditulis atau mau nulis apa ? Kalaupun temanya sudah ditentukan, masih bingung juga; dari mana harus memulai atau bagaimana memulainya ? Ataupun sudah bisa memulai, tapi baru beberapa kalimat, lho ... kok macet, gemana melanjutkannya ? ! Itu memang persoalan klasik bagi yang baru mau memulai belajar menulis.
   Dengan disiplin menulis buku harian, ternyata  kita sedang dilatih ketrampilan menulis. Pertama kita dilatih naluri kepenulisan kita supaya tajam atau sensitive merasakan sesuatu, sehingga gampang mendapatkan ilham untuk menulis. Maka jangan heran seseorang yang sudah menjadi penulis bisa menulis apa saja atau apa saja bisa ditulis.Dan yang kedua, kita diasah bagaimana menuangkan isi pikiran atau ide dikepala kita kedalam tulisan ? Atau juga bagaimana menuangkan perasaan atau emosi kita kedalam bentuk tulisan ?
   Dan menuis buku harian itu juga los ... banget. Tanpa beban sama sekali, karena untuk diri sendiri.  Masa bodoh dengan tema tulisan, masa bodoh dengan bentuk kalimat yang dibuat, masa bodoh dengan kosa kata yang dipilih, masa bodoh dengan kaidah-kaidah teknis penulisan , kesampingkan semua itu yang penting tulis, tulis dan tulis sesuai dengan suara hati diri kita sendiri.
   Tapi jangan salah, biarpun begitu bukan berarti tak memberikan hasil yang positif. Nanti lama-lama akan tercipta juga membuat kalimat yang baik, menuturkan suatu masalah dengan runtut atau sistematis dan sebagainya. Jadi keahlian itu akan terbangun dengan sendirinya tanpa terasa seiring dengan bertambahnya jam terbang kita. Bahkan kita bisa menciptakan gaya penuiisan kita sendiri sesuai dengan karakter pribadi kita.
Sikapnya " laen "