Mohon tunggu...
Rumanintya Lisaria Putri
Rumanintya Lisaria Putri Mohon Tunggu... Ilmuwan - Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Digitalisasi Perbankan Syariah: Perspektif Pandemi Covid-19, Komparasi, dan Inovasi

27 Juli 2022   21:37 Diperbarui: 28 Juli 2022   02:47 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan Revolusi Industri 4.0 mendorong perusahaan-perusahaan untuk memasuki era digitalisasi termasuk perbankan, perusahaan perbankan mulai memanfaat teknologi seperti  Internet of Things (IoT), Cloud Computing, Artificial Intelligence (AI), dan Machine Learning untuk digunakan sebagai alat transformasi digital dalam sektor keuangan.

Digitalisasi adalah "proses di mana semua bentuk informasi baik angka, kata, gambar, suara, data, atau gerak dikodekan ke dalam bentuk bit. Dengan digitalisasi, kita mampu mengakses suatu informasi menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Maka, tidak heran hampir semua sektor kegiatan akan dituntut menjadi berbasis digital.  

Digital banking yang telah berkembang sampai saat ini yaitu akses layanan 24 jam melalui ATM (Automatic Teller Machine), internet banking, mobile banking, video banking, phone banking dan SMS banking atau yang biasa disebut dengan layanan e-banking. 

Beberapa bank juga telah meluncurkan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) yang utamanya ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan (unbanked).

Dampak yang disebabkan dari pandemi virus corona menjalar pada pertumbuhan lembaga keuangan khususnya perbankan, Yakni sebagai lembaga intermediasi, perbankan berpotensi mengalami defisit dalam likuiditasnya. Pasalnya kepanikan masyarakat memicu penarikan dana yang sangat besar (rushing) sehingga bank sulit menyalurkan dana ke dunia usaha yang pada akhirnya menganggu kontinuitas usaha pada sektor riil. 

Perbankan syariah cenderung memiliki risiko yang relatif kecil saat pandemi dikarenakan konsep syariah yang berkeadilan, transparansi dan kemaslahatan yang secara tidak langsung memitigasi akibat yang timbul dari pandemi Covid-19.

 Tumbuh dengan baik suatu perbankan syariah dapat dilihat dari kinerja keuangan perbankan syariah itu sendiri. Ada dua masalah utama yang dihadapi perbankan syariah di Indonesia. Permasalahan utamanya yaitu kualitas aset bank syariah yang masih rendah dan permodalan bank syariah yang masih terbatas. Kualitas aset yang rendah ditandai dengan tingginya pembiayaan yang bermasalah. 

Pada akhirnya, kehadiran bank digital yang mendisrupsi bisnis perbankan tidak akan terwujud, dan yang ada ketika bank besar sudah terjun ke digital, akan berpotensi menutup bank digital berskala kecil.Dengan metode kolaborasi  bank-bank digital bisa jadi hanya akan jadi agen channeling bank-bank besar saja. 

Tren seperti ini sudah jelas terlihat di industri fintech kekuatan sebenarnya dari bank digital adalah data yang diolah dengan artificial intelligent. Bank digital syariah dapat memaksimalkan hal tersebut sebagai inti dari inovasi. 

Selain itu, bank digital syariah juga perlu hadir dengan produk yang memiliki keunikan khusus dan tidak dimiliki bank konvensional. Seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang datanya terhubung dengan data-data bisnis nasabah. Data tersebut dapat diolah sehingga bisa menghasilkan rekomendasi pilihan investasi yang aman dan jadi pembeda dengan bank konvensional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun