Mohon tunggu...
Rumah Kata
Rumah Kata Mohon Tunggu... Editor - study club

Bergerak di bidang opini, essai, dan konten writing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Modernitas Indikasi Demokrasi yang Keropos

26 November 2019   23:29 Diperbarui: 27 November 2019   04:41 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: Kabarsbi.com (Ilustrasi)

Perkembangan sains sekarang merupakan buah modernitas yang dapat membawa kemudahan bagi manusia. Di sisi lain juga akan menimbulkan sebuah kegelisahan yang berbekas, dengan berbagai fenomena dominasi peradaban digital yang menyebabkan manusia kehilangan legitimasi atas dirinya sendiri sekaligus makna dari kemanusiaannya.

Hadirnya teknologi yang canggih dapat membuat tujuan hidup manusia menjadi samar atau tidak jelas. Secara ruhaniah dan eksistensi realitas akan mengalami keterasingan dan kesunyian di tengah keramaian lingkungannya.

Sebut saja itu Era digital, yang seharusnya dihadapi dengan keseimbangan dimensional antara rasa dan rasio. Artinya ialah perkembangan seperti ini tidak bisa dihadapi hanya dengan bermodalkan sebuah mental dengan kapasitas analog/manual tetapi harus juga dilengkapi hadirnya mental digital sebagai bentuk kemajuan dari segi kemanusiaan.

Mental digital yang dimaksud adalah mental yang berbasis rasionalitas artinya prinsip hidup harus tetap berpegang teguh dengan rasionalitas, bukan berorientasi dengan pola pikir yang dogmatis akibat keberadaan teknologi yang kian berkembang seiring tantangan jaman dan kebutuhan manusia di bumi.

Para Pembunuh Tuhan
Tuhan telah mati!, pernyataan Nietzche yang paling dikenal dunia sebagai ungkapan saat itu Eropa sedang mengalami proses transformasi yang destruktif dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik yang mendasari semuanya kepada rasionalitas. Menyatakan bahwa modernitas menyebabkan kemunduran peran agama di dalam masyarakat dan di dalam pikiran orang perorangan.

Penduduk Eropa semakin percaya bahwa aktivitas pemerintahan pada saat itu tidak lagi menganggap keberadaan ilahiah untuk menjadikan sah setiap kebijakan yang dikeluarkan, pengaruh agama dalam kehidupannya semakin disangsikan.

Karenanya, masyarakat ketika itu sangat merasakan pengaruh sains lebih kuat dari sekedar mampu menggantikan semua kerja Tuhan.

Transformasi Eropa menjadi pemicu terjadinya perubahan yang berjarak terhadap model berfikir manusia secara totalitas yang membuat wajah dunia seketika berubah.

Semburan renaisans turut sampai ke belahan dunia bagian selatan yang memaksa aturan teokrasi dan feodalisme pada akhirnya harus berdamai dengan kehendak akal.

Kepercayaan di Eropa tentang kemajuan-kemajuan tersebut diakomodir oleh sistem demokrasi, yang menghadirkan kemungkinan jika setiap pribadi mampu membuat makna atas kehendaknya sendiri. Tidak jarang juga demokrasi malah disertai pertentangan antarkelas dan golongan.

Pada pemerintahan demokratis di sebagian negara Asia Tenggara berupaya mengembalikan politik patronase post pemerintahan otoritarian, dan yang paling terpusat gagalnya sekulerisasi bukti jika demokrasi rasional menjadi irasional. Sehingga bukan hal yang aneh, jika agama masih berperan dalam membangun tatanan demokrasi kontemporer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun