Mohon tunggu...
Yadi Mulyadi
Yadi Mulyadi Mohon Tunggu... Dosen - Arkeolog

Arkeolog dari Bandung tinggal di Makassar dan mengajar di Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sangasanga sebagai Kawasan Cagar Budaya di Kalimantan Timur

9 Oktober 2020   07:21 Diperbarui: 26 Oktober 2020   17:11 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pompa Anguk yang digunakan pada periode awal tambang minyak di Sangasanga | dokpri

Dengan demikian Sangasanga tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kota seiring dengan aktifitas tambang minyak yang dimulai di Sumur Loise yang merupakan lokasi pengeboran pertama di Sangasanga. Keberadaan bangunan, struktur dan situs cagar budaya di kawasan ini menjadi bukti sejarah pertumbuhan industri minyak di Indonesia, dari masa ke masa mulai 1879 sampai sekarang.

Hal ini berarti nilai penting kawasan Sangasanga sebagai cagar budaya terkait dengan nilai sejarah pertumbuhan industri minyak di Indonesia. 

Aktivitas tambang minyak ini yang kemudian menjadikan wilayah ini semakin ramai, banyak pendatang yang datang atau juga didatangkan untuk bekerja di tambang minyak.

Seiring dengan itu dibangun sarana dan prasarana pendukung berupa permukiman, jaringan jalan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas umum seperti klinik kesehatan, sekolah, kantor pos, dan rumah ibadah, serta fasilitas hiburan yang bioskop, kolam renang dan gedung kesenian yang disebut Gedung Sandisa, yang merupakan akronim dari Sandiwara Sangasanga. 

Tinggalan bangunan dari periode awal tambang minyak di Sangasanga sampai saat ini masih ada, walaupun beberapa di antaranya sudah tidak ada, rusak, atau berganti dengan bangunan baru.

Namun demikian tetap tidak menghilangkan kesan Sangasanga sebagai kota minyak yang bersejarah. Hal ini merefleksikan nilai penting pengetahuan terkait tata ruang kota yang tumbuh dari adanya industri minyak, sebuah kota industri yang terdiri dari masyarakat dengan berbagai latar belakang etnis berbeda.

Keberadaan bangunan cagar budaya yang terdapat di Sangasanga, merupakan warisan budaya bendawi yang memiliki nilai penting pengetahuan khususnya terkait dengan arsitektural dan ilmu sipil. Bangunan dan sarana penunjang pertambangan di Sangasanga merefleksikan langgam gaya perkembangan arsitektural dari periode pertama sampai keempat (1897-1972) sesuai dengan masa perusahaan pemegang konsesi tambang minyak (Oktrivia, 2009).

Adapun benda cagar budaya berupa peralatan pengeboran sumur, seperti pompa anguk maupun struktur sumur bor, memiliki nilai penting pengetahuan terkait geologi, ilmu pertambangan, dan teknik mesin.

Pada perkembangan selanjutnya ketika Jepang menduduki Sangasanga (1942-1945), dibangun fasilitas tambahan berupa bangsal untuk pekerja dan tantara, serta gua pelindungan yang oleh masyarakat disebut dengan nama Gua Jepang.

Keberadaan bangunan dari periode Jepang ini, merupakan bukti perjuangan para pejuang Sangasanga, dimana masyarakat yang didatangkan dari Jawa oleh Jepang dijadikan Romusha untuk membangun fasilitas tersebut.

Mereka menjadi pekerja paksa untuk membangun berbagai fasilitas termasuk membuat gua untuk pelindungan sekaligus bunker untuk strategi pertahanan yang dipergunakan Jepang untuk melawan sekutu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun