Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Prediksi: Putusan MK akan Meminta KPU Melakukan Pemungutan Suara Ulang

26 Juni 2019   20:23 Diperbarui: 27 Juni 2019   09:38 6215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari CNN IndonesiaSidang putusan uji materi terkait aturan publikasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) pada Pemilu 2019, Selasa (16/4/2019), di Gedung MK, Jakarta Pusat.(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Gugatan PHPU Pilpres 2019 yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi akan diputuskan hasilnya oleh Majelis Hakim MK pada hari Kamis 27 Juni 201.

Meskipun tak seorangpun tahu hasil Putusan MK besok, tetapi cukup banyak Pakar Hukum yang sudah memprediksi Gugatan Prabowo-Sandi akan ditolak Majelis Hakim dengan analisis tim Hukum paslon 02 tidak mampu membuktikan gugatannya bahwa telah terjadi Kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif baik yang dilakukan KPU maupun Pihak Terkait (Paslon 01).

Saya pun jadi ikut-ikutan. Tapi tentu saja analisis saya berbeda dengan mereka.

Saya malah memprediksi bahwa Majelis Hakim tidak mungkin berani menolak seluruh Gugatan tim hukum Paslon 02. Alasannya adalah adanya 3 materi gugatan yang sangat kuat argumentasi hukumnya, yaitu :

Yang Pertama adalah tentang Status Cawapres Paslon 01 KH Ma'ruf Amin yang disimpulkan telah melanggar UU Pemilu tahun 2017 Pasal 227 huruf P di mana seharusnya Ma'ruf Amin saat mendaftarkan diri di KPU melampirkan Surat Pengunduran Diri dari jabatannya di Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah.

Pihak Termohon (KPU) bisa saja berdalih berdasarkan UU BUMN Pasal 1 dan Ayat 1 anak Perusahaan BUMN bukanlah BUMN akan tetapi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2016, Peraturan Pemerintah no. 44 tahun 2005, Peraturan Menteri BUMN no. 3 tahun 2012 dan Putusan Mahkamah Agung no. 21 tahun 2017, semuanya menjelaskan bahwa Anak Perusahaan BUMN adalah BUMN.

Dengan demikian secara Hukum sudah seharusnya MK mendiskualifikasi Paslon 01 dari Pilpres 2019.

Tapi di sisi lain dengan mempertimbangkan dampak-dampak buruknya terhadap stabilitas politik dan lain-lainnya, bisa saja Majelis Hakim tidak akan mendiskualifikasikan Paslon 01.

Yang Kedua adalah materi gugatan terkait Situng KPU.

Situng adalah alat bantu KPU di dalam proses perhitungan suara hasil Pemilu. Fungsi utama dari Situng adalah melakukan pehitungan perolehan suara Pemilu secara cepat dengan menggunakan Teknologi terkini, di mana setiap Petugas TPS men-Scan Form C1 yang sudah divalidasi dan ditandatangani saksi-saksi.

Kemudian Hasil Scan itu dikirim via internet ke Server Situng KPU dan langsung dihitung perolehan suaranya baik untuk Pilpres maupun Pileg.

Secara teori Situng pasti mampu memproses data Scan Form C1 dalam waktu singkat. Mungkin dari 800 ribu TPS bisa diselesaikan dalam waktu 2 Minggu saja dengan syarat setiap TPS dengan segera mengirimkan Hasil Scan Form C1 yang ada.

Dengan kemampuannya seperti itu maka Situng juga menjadi backup utama dari Proses Rekapitulasi Manual Berjenjang yang akan menjadi hasil sah penetapan perhitungan suara Pemilu.

Saya tidak tahu persis. Tetapi dengan menganalisis jumlah server situng yang berjumlah 3 unit, di mana 1 unit ditempatkan di Kantor KPU dan 2 unit lagi disembunyikan di 2 tempat khusus itu, artinya server Situng sangat penting bagi penyelenggaraan Pemilu.

Analisisnya kurang lebih, bila terjadi huru-hara baik yang terjadi di beberapa lokasi atau bahkan hampir seluruh lokasi TPS di Indonesia sehingga Form C1 dibakar hingga ratusan ribu TPS, misalnya, maka KPU masih tetap dapat melakukan perhitungan hingga selesai karena Salinan form C1 sudah berada di Server KPU. Begitu juga bila Kantor KPU diserbu dan dirusak massa maka KPU masih memiliki 2 server cadangan lainnya.

Fungsi utama Situng selain membantu perhitungan suara manual berjenjang juga dipakai oleh KPU untuk menampilkan informasi dengan cepat ke publik tentang proses perhitungan suara yang transparan dan professional. 

Oleh sebab itu pada pertengahan Januari 2019 KPU melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang keberadaan Situng dan KPU menjanjikan pelaksanaan perhitungan suara akan dilakukan secara transparan dan professional sehingga masyarakat mempercayai KPU dan mempercayai hasil akhir perhitungan suara. Hal itu dipastikan akan mengurangi potensi konflik maupun potensi gugatan pemilu di MK.

Sayangnya setelah Situng KPU berkali-kali diketahui publik (khususnya kubu 02) bahwa telah terjadi berkali-kali ribuan entri yang salah dan berulang, KPU malah berdalih Situng tidak berpengaruh pada perhitungan suara yang resmi. Perhitungan Suara Resmi adalah rekapitulasi manual berjenjang.

Fakta lain kemudian di saat KPU mengumumkan Hasil Penetapan Suara Pilpres 2019 pada tanggal 22 Mei 2019 dini hari disebut hasil Rekapitulasi manual sudah mencapai 100%, sementara pada Situng yanga ada perhitungan baru mencapai di angka 90%-an. Kondisi itu akhirnya dibaca oleh publik bahwa ternyata Situng sudah tidak dipakai lagi oleh KPU setelah ribuan datanya dikomplain 02.

Situng itu pun akhirnya sepertinya berjalan sendiri dan tak bertuan. Sampai hari ini sepertinya Situng masih memproses perhitungan tapi prosentasenya tetap masih di angka 98%. 

Dalam sidang MK kembali KPU menampik urusan Situng meskipun Saksi Ahli kubu 02 sudah menyajikan sampling audit forensic terhadap Situng dengan kesimpulan bahwa sangat banyak data (mencapai ribuan ) yang diduga telah direkayasa.

Dalam sidang MK ke enam, KPU tetap keukeuh dengan dalil bahwa Situng Bukan Perhitungan Resmi KPU dan situng tidak mempengaruhi perhitungan/rekapitulasi manual berjenjang.

Dari kondisi seperti ini menurut saya Pilpres 2019 menjadi cacat penyelenggaraannya dimana satu bagian penting penyelenggaraan yaitu Situng tidak dipakai sama sekali oleh KPU.

Dan Materi gugatan yang ketiga adalah dugaan Penggelembungan Suara oleh KPU dimana menurut Paslon 02 KPU telah menambahkan sekitar 20 Juta suara kepada Paslon 01.

Untuk itu kubu 02 meminta KPU membuktikan angka 84 juta suara Paslon 01 berasal darimana. Kubu 02 juga meminta KPU menghadirkan form C7 agar diketahui jumlah pemilih yang hadir di setiap TPS.

Bila form C7 dapat dihadirkan maka total Daftar Hadir dipastikan hampir sama jumlahnya dengan total perolehan suara Paslon 01 sebanyak 84 juta ditambah jumlah suara Paslon 02 sebanyak 68 juta.

Bila itu terjadi setidaknya KPU sudah membuktikan perhitungan jumlah suara Paslon 01 ada dasarnya.

Sayangnya KPU tidak bisa menghadirkan Form C7. Dengan demikian kembali lagi menurut saya Penyelenggaran Pemilu oleh KPU memang cacat berganda.

Kesimpulan akhirnya adalah: Dengan kondisi seperti itu, maka saya menyimpulkan Pilpres 2019 memang punya persoalan. Dan hukum yang berlaku bila Pilpres 2019 bermasalah tentu hasil Pilpresnya juga tidak sah secara hukum.

2 Poin di atas sangat jelas. Bahwa Status Cawapres 01 memang melanggar UU Pemilu dan Penyelenggaraan Pilpres 2019 terbukti penuh masalah terkait Situng KPU dan Form C7.

Akhirnya kembali pada apa yang akan menjadi Putusan MK nanti. Bila Majelis MK mengabaikan 2 poin tersebut ini bisa sangat buruk bagi Demokrasi di negeri ini.

Saya menduga Putusan MK adalah KPU diminta untuk menyelenggarakan PSU (Pemungutan Suara Ulang) di beberapa provinsi yang dianggap sangat bermasalah.

Sekian.

 Tulisan sebelumnya : Kejutan Terjadi di Sidang MK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun