Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Sulit bagi MK untuk Tidak Mendiskualifikasi Paslon 01

18 Juni 2019   10:26 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:17 2298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyikapi Sidang Gugatan Pilpres di MK, kita simak dulu pendapat hukum Prof. Mahfud MD dan Refly Harun dari akun Twitternya. Kita mulai dulu dari Twit Prof Mahfud MD pada tanggal 14 Juni 2019.

 Setelah memantau jalannya Sidang Perdana di MK @mohmahfudmd : "Kesimpulannya Sengketa (Gugatan dari 02) Hasil Pilpres 2019 secara kuantitatif (Numerik) sudah selesai karena Paslon 02 tidak membawa data yang bisa diadu dengan data KPU di MK. Sidang di MK (kali ini) tinggal pembuktian kualitatif tentang Kecurangan yang Terstruktur, Sistemik dan Masive.

@mohmahfudmd : "Tim Pemohon (kubu 02) cukup cerdik memfait-accompli dan mengarahkan sidang agar (lebih) memeriksa (terjadinya) Kecurangan (Kualitatif). Mereka mengutip (pendapat) Yusril, Jimly, Saldi, Arief, saya (MahfudMD) dan lainnya yang mengatakan bahwa MK berwenang memeriksa Kecurangan dalam proses Pemilu demi mengawal Konstitusi dan Keadilan Substantif.

@mohmahfudmd : "Sebenarnya takkan terhindarkan (MK mengadili Sengketa Kualitatif),  sejak November 2008 MK sudah mendeklarasikan dirinya "Bukan Mahkamah Kalkulator". Bahwa MK berwenang memeriksa kualitas proses dan kecurangan itu sudah bagian dari Hukum Peradilan kita sampai dengan saat ini.  Yang harus kita tunggu adalah bagaimana (02 mampu) membuktikan kecurangan TSM tersebut".

Sampai disini yang bisa disimpulkan menurut Prof. Mahfud MD adalah : Dibanding menggugat Hasil Perolehan Suara Pilpres 2019 ternyata kubu 02 lebih fokus  pada Permohonan kepada MK agar membatalkan Hasil Pilpres 2019 oleh KPU karena telah terjadi Kecurangan yang TSM.

Mahfud MD menjelaskan bahwa sejak bulan November 2008 Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan diri sebagai Mahkamah yang berwenang mengadili Sengketa Pemilu termasuk memeriksa proses penyelenggaraan Pemilu, kecurangan dan Pelanggaran yang mungkin terjadi.

Dengan demikian Perdebatan soal MK yang disebut  oleh KPU dan oleh kubu 01 bahwa MK hanya boleh memutus perkara hasil perhitungan suara  karena  Bawaslu yang mengurusi Kecurangan Pemilu  memang sudah harus diakhiri sampai disini.  Tidak bisa dibantah lagi bahwa  MK memang berwenang memutus sengketa Pemilu bila didalamnya telah terjadi Kecurangan yang TSM.

Putusan MK yang akan dikeluarkan nantinya  adalah bersifat  Final dan mengikat. (Tidak bisa dibanding siapapun).

Selanjutnya kita simak pendapat  pakar hukum tata negara Refly Harun soal posisi Cawapres 01 Maruf Amin yang disebut-sebut sebagai pejabata BUMN.  Beginilah bunyi Twit Refly Harun tanggal 11 Juni 2019 lalu.

@ReflyHZ: "Seorang wartawan menelpon saya mengenai klaim dari pihak BPN bahwa Maaruf Amin masih menjabat komisaris di Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah.  (Saya katakan) Kalau itu memang benar, sekali lagi kalau memang benar (maka) Maruf Amin bisa didiskualifikasi dan bisa dilaksanakan Pemilu Ulang. Tapi tentu harus dibuktikan (terlebih dahulu)."

Jadi sampai di poin ini kesimpulan sementara adalah Bila memang Maruf Amin masih menjadi pejabat BUMN dan mendaftar menjadi Cawapres 01 di Pilpres 2019 maka Paslon 01 harus didiskualifikasi.

Dibawah nanti kita kupas perdebatannya.  Tapi sebelum itu kita bahas soal "tuduhan kubu 01" bahwa MK berlaku "Curang" atau Tidak adil dalam menerima Gugatan kubu 02. 

TUDUHAN 01 BAHWA MK MENGINGKARI PERATURAN YANG SUDAH DIBUAT OLEH MK

Wakil Ketua TKN Asrul Sani dalam  satu wawancara dengan TV One (FAKTA) tanggal 17 Juni 2019  sempat mengatakan bila MK mengadili  poin-poin Gugatan 02 mengenai pelanggaran dana kampanye yang seharusnya itu urusannya Bawaslu maka itu berarti MK bersikap mengingkari Peraturan MK sendiri (PMK).

Sebelumnya juga  dari berbagai berita di media pada tanggal 13 Juni 2019 , Wakil Ketua TSN Asrul Sani juga berkali-kali mengeluarkan statement bahwa MK harus menolak Gugatan Perbaikan 02 karena Peraturan MK (PMK) tidak mengizinkan adanya perbaikan Gugatan Pilpres.  Asrul mungkin ketakutan karena isi Gugatan Perbaikan 02 terkait isu Maruf Amin sebagai pegawai BUMN dan dugaan adanya pelanggaran dana kampanye.

Sementara dari Ketua Tim Kuasa Hukum 01 Yusril Ihza Mahendra dalam wawancara yang sama dengan TV One (Fakta) mengeluh harus membuat 2 tanggapan gugatan yaitu gugatan 02 yang pertama dan Gugatan Perbaikannya.  Seharusnya menurut Yusril MK harus mematuhi Hukum Acara  dimana berdasarkan PMK seharusnya tidak ada namanya Gugatan Perbaikan. Meskipun demikian Yusril mengatakan bila memang Hakim MK sudah memutuskan hal itu, Tim Hukumnya siap menjawab semua gugatan yang masuk.

Dari MK sendiri menyikapi keberatan KPU  dan kubu 01 tentang adanya Gugatan Perbaikan 02, Jubir MK Fajar Laksono Suroso mengatakan :  Majelis Hakim MK memang bersikap akan  menerima semua perbaikan Gugatan dari 02 dan itu juga berlaku untuk perbaikan Jawaban Gugatan dari KPU dan kubu 01. Tapi  soal bagaimana gugatan perbaikan itu diterima atau ditolak akan nanti  akan dinyatakan  oleh MK dalam akhir sidang MK. Fajar meminta semua pihak tidak berpolemik tentang hal ini.

Fajar Laksono juga memberi contoh yaitu dari Jadwal Sidang seharusnya hari Senin 17 Juni 2019 KPU wajib memberi jawaban atas gugatan 02 akan tetapi karena KPU tidak siap dan minta diundur akhirnya Majelis Hakim mengizinkan dirubah menjadi  hari Selasa 18 Juni. 

Majelis Hakim berpegang pada Peraturan MK (PMK) No.4 tahun 2018 yang memang memberi keleluasaan Majelis Hakim untuk  hal-hal terkait  selisih waktu Perbaikan Gugatan maupun Perbaikan Jawaban Termohon.

PERDEBATAN SOAL MARUF AMIN ADALAH PEJABAT BUMN ATAU BUKAN

Untuk soal Maruf Amin yang masih menjabat sebagai Dewan Pengawas di Bank Mandiri Syariah dan Bank BNI Syariah , Komisioner KPU Hasyim Asya'ri mengakui bahwa memang pada saat Maruf Amin mendaftar sebagai Cawapres 01 di KPU ada dokumen yang tidak dicentang/ disertakan yaitu dokumen pengunduran diri sebagai  pegawai BUMN.  Menurut Hasyim bahwa Maruf Amin saat itu tidak menganggap dirinya sebagai pegawai BUMN. Begitu juga KPU setelah mengecek berbagai sumber juga meyakini bahwa  kedua bank syariah itu bukan BUMN akhirnya KPU meloloskan Maruf Amin sebagai Cawapres 01.

Lebih lanjut menurut Hasyim Asya'ri bila memang hal itu dianggap  salah seharusnya masalah itu dibawa ke Bawaslu dan bukan ke MK.

Kembali ke kubu 01, Wakil Ketua TKN Asrul Sani mengatakan untuk menyimpulkan kedua bank syariah itu BUMN atau bukan harus dilihat dari UU BMN sendiri (UU No.19 tahun 2003).  Pasal 1 angka1 dan angka 2 UU BUMN menyebut jelas defenisi hukum dari BUMN. Kata kuncinya adalah ada modal langsung yang disetor negara sebagai modal kedua bank syariah tersebut. Karena tidak ada modal yang disetor oleh negara maka kedua bank syariah itu adalah Bukan BUMN.

Untuk Jabatan Maruf Amin sendiri sebagai Dewan Pengawas kedua bank tersebut menurut Asrul Sani, Maruf Amin bukanlah pegawai Bank-bank tersebut.  Dewan Pengawas Syariah dari kedua bank itu adalah Kepanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional.  Menurutnya Dewan Pengawas tidak punya kebijakan untuk mengambil kebijakan seperti yang bisa dilakukan seorang Komisaris atau Direksi.

Sementara dari acara TV One yang lain (apa kabar Indonesia)  Ahli Hukum Margarito Kamis sempat berdebat dengan Tim Hukum 01 tentang posisi Maruf Amin. Menurut Tim Hukum 01 Andi P. Syafrani, jabatan Dewan Pengawas itu kepanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional dengan demikian Maruf Amin bukan Pegawai kedua bank tersebut.

Pendapat itu dibantah Margarito Kamis.  Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2016, Peraturan Pemerintah no. 44 tahun 2005, Peraturan Menteri BUMN no. 3 tahun 2012 dan Putusan Mahkamah Agung no. 21 tahun 2017, semuanya menjelaskan bahwa Anak Perusahaan BUMN adalah BUMN.

Kubu 01 Andi Syafrani masih ngotot bahwa Dewan Pengawas Syariah bukanlah pegawai BUMN karena merupakan perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional.  Margarito disuruh baca UU Dewan Syariah Nasional.  Tentu saja pendapat kubu 01 menggelikan karena bagaimana mungkin UU Dewan Syariah Nasional bisa menggugurkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri BUMN dan Putusan MA.

Margarito kembali menegaskan bahwa sesuai Peraturan Menteri BUMN no.3 tahun 2012 disebut soal pengangkatan Komisaris, Dewan Pengawas dan Direksi dilakukan oleh Menteri BUMN. Sangat clear bahwa Dewan Pengawas  dari kedua bank tersebut adalah Pegawai BUMN. Mau tidak mau menurut Margarito, MK harus mendiskualifikasi Paslon 01.

Fakta lainnya adalah semua anak perusahaan BUMN diaudit keuangannya oleh BPK. Setiap tindak pidana korupsi (Tipikor) juga diusut oleh KPK.  Dengan demikian tidak dapat disanggah lagi bahwa Anak Perusahaan BUMN adalah BUMN juga sedangkan Dewan Komisaris adalah memang Pegawai BUMN karena diangkat oleh Menteri BUMN  (digaji oleh BUMN).

KESIMPULAN

Bahwa MK sebenarnya bukanlah sekedar Mahkamah yang mengadili soal Hitung-hitungan perolehan suara melainkan juga mengadili semua proses Pemilu yang harus Jurdil. 

Diluar dari terbukti atau tidaknya Kecurangan TSM yang dituduhkan kubu 02, Status Maruf Amin sebagai Cawapres 01 sudah jelas melanggar UU Pemilu no. 227 huruf p tahun 2017.  Sangat sulit bagi MK untuk tidak mendiskualifikasi paslon 01.

Sekian.

Sumber : 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun