Media sosial membuat dunia ini seperti di-setting untuk menyenangkan kamu. Misalnya ada video kucing lucu muncul, ramalan bintang yang cocok banget sama mood kamu hari itu, atau iklan barang yang baru saja kamu pikirkan (padahal nggak pernah kamu googling).
Semua ini bukan kebetulan. Ini adalah kerjaan algoritma. Percaya atau tidak, algoritma ini tahu lebih banyak tentang kamu daripada keluarga kamu sendiri.
Algoritma: Teman atau Manipulator?
Algoritma media sosial itu seperti teman yang sok ngerti kita, tapi sebenarnya cuma mau bikin kita betah berlama-lama di aplikasi mereka.
Tiap like, share, atau waktu yang kamu habiskan buat scroll, semuanya dicatat dan dianalisis. Data ini yang jadi senjata mereka buat memberi konten yang bikin kamu klik lagi dan lagi.
Masalahnya, algoritma tidak punya panduan moral. Dia nggak peduli apakah yang kamu lihat itu bermanfaat atau malah bikin kamu tambah stres. Selama engagement-nya tinggi, apapun bakal ditampilkan. Konten hoax, gosip nggak penting, hingga drama toxic.
BACA: Selalu Ada CEO Kurang Kerjaan Dalam Tayangan Micro Drama China
Apa yang Harusnya Kita Lihat, Tapi Jarang Muncul
Konten edukatif, info kesehatan mental, berita aktual tanpa clickbait, Semua itu seringkali kalah dengan konten yang lebih sensasional.
Misalnya, kalau ada berita tentang genosida Israel terhadap Palestina, kemungkinan besar tidak akan muncul di feed kamu kecuali kamu sudah aktif mencari topik itu sebelumnya.
Kenapa? Karena algoritma lebih suka menunjukkan video prank yang bikin kamu ketawa atau debat panas yang bikin kamu gatal berkomentar.
Padahal, ada hal-hal penting yang harus kita tahu biar menambah pengetahuan. Misalnya, kebijakan pemerintah yang baru, perkembangan teknologi, atau bahkan panduan sederhana buat hidup lebih sehat. Tapi sayangnya, konten seperti ini seringkali kurang seksi buat algoritma.