"Tukang Main Mobile Legends" Masuk Kriteria Nakal di Jawa Barat
Waktu pertama kali baca pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal Mobile Legends, saya sempat mikir, "Serius nih? Gara-gara main game doang dianggap bermasalah?"
Beliau mengatakan, tukang main Mobile Legends adalah salah satu kriteria siswa nakal yang layak dikirim ke barak militer buat pembinaan karakter. Game populer yang sering dimainkan anak-anak sampai orang dewasa itu disetarakan sama tukang tawuran dan mabuk.
Menurut beliau, kebiasaan main Mobile Legends, apalagi sampai begadang, bikin anak-anak bangun siang dan kehilangan kedisiplinan.
Terdengar ekstrem? Mungkin. Tapi di sisi lain, ini juga gambaran bagaimana game sering jadi kambing hitam atas masalah remaja.
Jawa Timur Punya Pandangan Berbeda
Sementara itu, di ujung lain Pulau Jawa, Dinas Pendidikan Kota Surabaya malah punya pendekatan yang berbanding terbalik. Mulai tahun ajaran baru 2025/2026, mereka bakal meluncurkan ekstrakurikuler Mobile Legends.
Tri Endang Kustianingsih, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Surabaya, mengatakan kalau Mobile Legends bisa jadi alat pembelajaran edukatif yang menyenangkan.
Bahkan, program ini rencananya bakal nyambung dengan kurikulum AIÂ dan coding yang sedang dirancang oleh Kementerian Pendidikan. Jadi semacam satu paket edukasi modern gitu.
Kenapa Bisa Beda?
Kenapa dua provinsi bisa punya pandangan yang bertolak belakang soal hal yang sama? Kalau diurai, kayaknya jawabannya ada diprioritas kebijakan.
Di Jawa Barat, fokusnya jelas ke kedisiplinan. Ada semacam keresahan tentang bagaimana generasi muda kehilangan arah karena terlalu larut dalam dunia digital. Game seperti Mobile Legends dianggap tidak produktif, bahkan destruktif.
Sebaliknya, Surabaya lebih melihat potensinya. Mereka sadar kalau zaman sekarang, game bukan cuma soal main-main. Ada peluang besar di sana, mulai dari e-sports sampai pengembangan teknologi.