Di dalam kolom komentar Kompasiana, pasti selalu ada yang menyisipkan salam di komentarnya. Salam sehat, salam literasi, salam olahraga, salam pramuka, dan berbagai salam lainnya yang rasanya nggak pernah ada habisnya. Kenapa sih orang Indonesia senang sekali dengan kebiasaan ini?
Lebih dari Sekadar Sapaan
Orang Indonesia terkenal ramah, dan salam adalah salah satu cara paling gampang buat menunjukkan itu. Dari kecil, kita diajarkan untuk selalu menyapa orang, entah pakai "Assalamualaikum", "Selamat pagi", atau sekadar anggukan.
Tapi sekarang, salam-salam itu berevolusi jadi lebih kreatif.
Misalnya, kalau ada yang memberi "salam literasi," besar kemungkinan yang ngomong adalah orang yang aktif di dunia pendidikan atau literasi. Sementara itu, "salam metal" jelas milik komunitas headbanger dan pecinta musik metal.
Salam bukan cuma sapaan, dia adalah pernyataan. Macam, "Hey, ini aku dan ini komunitas yang aku representasikan!"
Budaya Guyub yang Mengakar
Indonesia terkenal dengan budaya guyub dan kolektivismenya. Kita suka berkumpul, berdiskusi, dan merasa bagian dari kelompok. Salam-salam ini jadi semacam alat penghubung yang memperkuat rasa persaudaraan di dalam komunitas.
Dengan menyebut "salam olahraga," misalnya, kamu nggak cuma menyapa, tapi juga menunjukkan solidaritas sama sesama pecinta olahraga.
Ini bukan cuma formalitas. Ada rasa kebersamaan yang bikin orang merasa terhubung. Ketika seseorang bilang "Salam metal!" di tengah kerumunan, itu seperti kode rahasia buat mencari teman satu frekuensi.
Salam itu Doa dan Energi Positif
Di balik sederet salam-salam kreatif itu, ada harapan baik. "Salam sehat" adalah doa supaya orang tetap kuat. "Salam sukses" jadi penyemangat buat yang lagi berjuang. Bahkan "Salam metal" pun punya makna semangat yang nggak kenal kompromi, seperti musiknya.
Orang Indonesia percaya bahwa kata-kata punya kekuatan. Jadi setiap kali mengucapkan salam, kita nggak cuma sekadar basa-basi, tapi juga mengirim energi positif ke orang lain.
Bagaiman Kalau Nggak Mau Ikutan Salam-Salaman?
