Baru-baru ini saya nonton film "Ipar Adalah Maut" (2024) yang dibintangi oleh Dave Mahendra, Michelle Ziudith, dan Davina Karamoy. Telat banget ya?
Maka dari itu, tulisan ini bukanlah ulasan mengenai filmnya, karena saya yakin semua sudah pada nonton. Tapi tulisan ini lebih ke arah interpretasi saya untuk cerita dua karakter utama yang ada di film tersebut.
Aris si Kucing Garong
Kamu pernah lihat nggak, kucing yang disodori ikan salmon. Kira-kira apa yang bakal terjadi? Ya kucingnya ngiler dong. Dia nggak peduli itu salmon dari Norwegia atau sekadar sisa sashimi restoran mahal. Yang dia tahu cuma satu: ini enak, harus gue embat! Nah, itu pas banget buat menggambarkan karakter Aris di film 'Ipar adalah Maut'.
Aris ini sebenarnya nggak spesial. Pria biasa yang terlihat alim di luar tapi br3ng$*k di dalam.
Melihat Rani yang sudah dewasa dia jadi tergiur. Iparnya sendiri yang cantik dan punya pesona yang bikin pria auto lupa perintah agama, norma, bahkan akal sehat.
Kalau kamu pikir, "Ya kan ipar nggak boleh disentuh, harusnya dia tahan dong." Tunggu dulu. Di kepala dia cuma ada satu: kesempatan emas nggak datang dua kali.
Rani, Salmon yang Terlalu Menggiurkan
Sekarang kita bahas si salmon. Rani ini karakter yang dari awal sudah bikin kita bingung: dia polos atau memang sengaja? Soalnya, semua gerak-geriknya itu kayak nggak sadar kalau dia adalah ipar yang harusnya jaga jarak.
Dia manis banget ke Aris, dan kadang sengaja atau nggak, memberi sinyal yang bikin Aris tambah nggak bisa berpikir jernih.
Kalau boleh jujur, Rani ini bukan cuma korban. Dia juga pemain. Salmon mana pun tahu, kalau dia kelihatan berkilau di depan kucing lapar, ceritanya jadi panjang. Kalau tidak mau dipancing, jangan mancing.
Dinamika Ipar: Lebih Panas dari Sambal
Hubungan Aris dan Rani bikin sebel, marah, tapi juga nggak bisa berhenti nonton. Ada tensi yang nggak sehat, tapi justru itu bikin ceritanya hidup.