Menjawab pertanyaan di Topik Pilihan Kompasiana kali ini, "Apa kenangan yang tersisa dari Tupperware?" Jawab saya, nggak ada.
Tupperware kayaknya jadi status sosial emak-emak ya? Tapi berhubung saya bukan emak-emak atau kolektor, saya melihat Tupperware hanya sebagai wadah plastik, itu saja, tidak lebih.
Apa sih yang bikin Tupperware sebegitu spesialnya? Apakah kita benar-benar butuh wadah plastik dengan harga setara satu karung beras?
Antara Mitos dan Realita
Dulu waktu kecil, saya sering lihat ibu simpan makanan di Tupperware. Tapi kenapa makanan di situ rasanya sama aja kayak di tempat biasa? Menyimpan tempe ya rasanya tetap tempe, tidak akan berubah jadi rasa wagyu.
Ibu selalu bilang, "Ini biar awet, biar aman!" Padahal, kalau lupa tutup rapat ya tetep basi juga kan? Dan kalau udah ada yang hilang tutupnya, tidak ada gunanya lagi.
Oh, jangan lupa momen "peringatan keras" kalau kita kehilangan Tupperware di sekolah. Ketinggalan atau hilang? Siap-siap dimarahin kayak habis nabrak mobil orang kaya.
Tempat Bekas Es Krim
Kalau disuruh nostalgia soal Tupperware, saya cuma bisa senyum tipis sambil melirik ke tumpukan tempat bekas es krim di lemari.
Fungsi sama, harga nol rupiah. Cuci, pakai, selesai. Nggak ada drama tutup hilang. Kalau hilang, beli saja lagi es krimnya. Tidak ada rasa bersalah kalau hilang atau rusak. Rasanya lebih bebas aja gitu.
Yang lucu, tempat bekas es krim itu multifungsi. Hari ini buat simpan sayur, besok bisa buat tempat adukan semen. Kalau Tupperware? Kayaknya dosa besar kalau dipakai buat yang bukan makanan. Harus steril, harus spesial. Padahal plastik ya plastik aja kan?
Masih Banyak Alternatif
Kembali lagi, karena saya lebih melihat ke arah fungsinya, saya tidak peduli apa mereknya. C'mon...itu cuma wadah plastik.