Mohon tunggu...
Rully Moenandir
Rully Moenandir Mohon Tunggu... Administrasi - TV and Movie Worker

Seorang ayah dari 4 anak yang bekerja di bidang industri televisi dan film, serta suka sekali berbagi ilmu dan pengalaman di ruang-ruang khusus sebagai dosen maupun pembicara publik. Baru buat blog baru juga di rullymoenandir.blogspot.com, setelah tahun 2009 blog lamanya hilang entah kemana.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lebaran Betawi 2019 dan Berbagai Catatan di Dalamnya

22 Juli 2019   10:51 Diperbarui: 22 Juli 2019   14:47 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaget sekali awalnya ketika masuk ke Panggung Utama LEBARAN BETAWI 2019 kali ini, karena ternyata ini adalah Festival ke 12 dimana Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) merupakan inisiator dan penyelenggara tetap event yang (ternyata) juga rutin dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri.

Artinya, saya termasuk yang KUDET (Kurang Update) karena baru mengenal kegiatan ini baru di awal 2009, ketika diselenggarakan di Ragunan. Dan kembali ikut sebagai pengunjung di tahun 2013 saat Lebaran Betawi diselenggarakan di Kawasan Silang Monas, dan 2017 saat Presiden Jokowi mencanangkan perluasan sekaligus meresmikan Gedung baru di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Kawasan Setu Babakan, Jagakarsa.

====

sumber: hipwee.com
sumber: hipwee.com

Gelaran budaya ini sebelumnya dilakukan "berkeliling" Jakarta alias dilaksanakan di lokasi yang berbeda-beda setiap tahunnya. Dimulai di Lapangan Banteng (2008, 2015 & 2016), lalu berikutnya di Kawasan Perkemahan Ragunan (2009), lalu estafet ke Puri Indah Jakarta Barat (2010), BPLIP Penggilingan Cakung (2011), Kelapa Gading (2012), Monas (2013 & 2014) (baca disini), dan akhirnya sejak 2017 menetap di Kawasan Setu Babakan, yang menurut Gubernur DKI saat itu, Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa Lebaran Betawi akan menempati lokasi tetapnya di Kawasan Setu Babakan, karena selain memang cagar budaya, juga merupakan lokasi yang paling cocok karena pusat pengembangan dan kawasan rekreasi ini sudah terintegrasi dan difasilitasi dengan perluasan oleh pemerintah daerah dengan seserius mungkin diperhatikan keberadaannya. 

Walau faktanya, beberapa elemen masyarakat juga memprotes pemerintah setiap dilaksanakannya Lebaran Betawi di wilayah tadi, masyarakat jadi sulit beraktifitas keluar rumah karena padatnya lalu lintas, mengingat Jalan M. Kahfi yang melintasi kawasan Setu Babakan merupakan jalan yang tidak terlalu lebar dan satu-satunya jalan utama untuk menuju kawasan tadi. 

Selain itu, kurangnya moda transportasi untuk menuju lokasi jadi sorotan, misalnya bus TransJakarta yang ada sejak tahun 2004, sampai saat ini belum ada rute khusus yang menuju Setu Babakan.

Akhirnya, untuk perhelatan tahun ini Bamus Betawi melobby pihak pemda yang kali ini dikomandoi Gubernur Anies Baswedan untuk kembali melaksanakan Lebaran Betawi di Kawasan Silang Monas (baca disini). Karena selain cukup luas, juga mudah dijangkau dan Monas merupakan salah satu ikon kota Jakarta.

====

dokpri
dokpri
Di LEBARAN BETAWI 2019 yang digelar dari tanggal 19-21 Juli 2019 kali ini, memang ada yang berbeda. Selain dimeriahkan berbagai pertujukkan di panggung utama, juga di masing-masing stand 5 Kotamadya (Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur), kali ini panitia menggelar Parade Budaya Nusantara atau yang disebut Sorendo-rendo (baca disini). 

Jakarta atau Tanah Betawi memang dikenal sejak dulu sebagai Wilayah akulturasi, yang tidak saja hanya akulturasi budaya multi suku Nusantara, namun juga akulturasi budaya internasional, sebut saja Belanda (Eropa), Arab, dan Cina, yang tercermin pada berbagai acara tradisionalnya, pakaianmya, tari-tariannya, dan tidak lupa...makanannya. 

Karena itu, panitia menganggap perlunya dilakukan Karnaval berkeliling kota untuk memperkenalkan "keistimewaan" dari masyarakat betawi ini, mengingat tidak semua masyarakat Jakarta hadir ke kawasan silang Monas.

Namun sayang, ketika kami kunjungi kemarin, ada sesuatu yang sedikit "mengganjal" sebenarnya di event yang bertema "Dengan Budaye Kite Perkokoh Persatuan dan Kesatuan Indonesia" kali ini, jika dibanding perhelatan-perhelatan LEBARAN BETAWI sebelumnya.

dokpri
dokpri
Lokasi Monas yang memang baru kembali dipakai sebagai tempat gelaran acara, terasa "terlalu besar" walau memang jelas lokasi yang digunakan hanya di pintu Barat Daya atau pintu yang menghadap patung Arjuna Wijaya karya seniman terkenal Nyoman Nuarta di seberang gedung Indosat. 

Kami nilai, penataan masing-masing Anjungan Kodya yang ada kurang "menyatu" dengan panggung utama. Lokasi Anjungan (terutama JakUt dan JakPus) yang berada di sisi kiri dan kanan panggung utama, jadi PR besar mengingat pengunjung jadi hilir mudik di depan panggung utama yang mengganggu penonton yang berada di tenda/ didepan panggung utama yang sedang menyaksikan berbagai sajian. Ditambah, acara kali ini terlihat "kosong melompong" karena lokasi lingkar monas yang terlihat sangat luas ini hanya diisi sebagian kecilnya saja.

dokpri
dokpri
Belum lagi, isi tiap anjungan yang terkesan "monoton" karena hanya menampilkan miniatur rumah betawi yang digunakan pengunjung sebagai wahana berfoto ria, walaupun sebagian digunakan juga sebagai ajang promosi hasil pembangunan dan perkembangan wilayahnya, karena miniatur rumah tadi merupakan perwakilan dari tiap Kecamatan yang ada di wilayah Kodya tadi. 

Kami pikir, sebaiknya masing-masing anjungan bisa menampilkan lebih dari itu, banyak produk baik rumahan maupun industri skala menengah milik warga Betawi/ Jakarta bisa dipamerkan dan dijual bebas disitu, dan lagi tiap anjungan ini memiliki pannggung mini yang diisi petunjukan seperti gambus, tarian, bahkan penyanyi pop dan dangdut lokal yang sebetulnya bisa juga dijadikan ruang promosi perkenalan produk/ jasa tadi. 

Produk  makanan, minuman, kriya, jasa, jadi bisa lebih diperkenalkan kepada khalayak, dengan tujuan agar masyarakat lebih kenal, mersakan langsung dan kemudian jadi pembeli rutin dikemudian hari; toh pedagang-pedagang minuman dan makanan "liar" sudah dibatasi tidak boleh masuk kawasan monas, plus rasanya sah-sah saja menjual makanan minuman di event khusus yang berijin seperti ini. Jadi, tidak melulu stand makanan gratisan saja yang dihadirkan, yang jumlahnya sangat terbatas dan menjadi ajang rebutan pengunjung di tiap anjungan.. 

Atau, jika bicara takut sampah...Selama kegiatan berlangsung kawasan monas kemarin cukup kotor karena pengunjung membuang sampah sembarangan hasil dari makanan dan minuman yang mereka beli diluar dan dibawa masuk kedalam (ini juga akibat minimnya tempat sampah darurat di lokasi, karena terlihat sekali panitia mengandalkan tempat sampah yang permanen yang sudah tersedia).

Mungkin akan berbeda kondisinya, selain kemeriahan acara di panggung utama dan panggung-panggung Anjungan Kodya, dengan adanya stand sponsor atau stand makanan minuman yang dibarengi dengan tenda-tenda duduk untuk masyarakat menikmati apa yang dijual di stand tadi.

Selain berjualan produk betawi seperti kain, batik, baju-baju jampang, atau golok dan lainnya berupa aksesoris betawi, panitia juga bisa mengenalkan kepada masyarakat dan bahkan menikmati langsung hidangan restoran/ jajanan khas betawi yang bertebaran di Jakarta seperti kerak telor, bir pletok, pecak gurame, dodol, dan lainnya, hal ini rasanya bisa meminimalisir merebaknya sampah diseputaran Monas, selain tentunya mengisi ruang kosong melompong yang tadi disebutkan.

Karena rada aneh saja, kegiatan sebesar ini tidak terlihat sama sekali logo, stand dari sponsor/produk apapun menghias sekitar acara, spanduk-spanduk, bahkan di backdrop kegiatan sekalipun tidak ada logo lain selain logo Pemda DKI dan Bamus Betawi; sangat disayangkan potensi wisata dari kegiatan sebesar tidak dimanfaatkan. 

Ini artinya seluruh rangkaian kegiatan selama 3 hari hanya menggunakan APBD tanpa ada pemasukan untuk kas Pemda atau LSM penyelenggara dalam hal ini Bamus Betawi, mengingat untuk hadir disini pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali.

Detail berbagai acara kali ini sudah di"publish" terlebih dahulu, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya dibuat dalam bentuk poster kegiatan secarta garis besar saja sebagai bentuk promosi. 

Sebuah terobosan baru, bentuk informasi yang sangat baik, apalagi acara ini dilakukan lebih dari 1 hari, sehingga pengunjung bisa memilih acara apa yang mereka mnati untuk ikut berpartisipasi. 

Informasinya juga tersampaikan memalui beragam sosisal media resmi milik Pemda DKI. Patut diacungi jempol. Namun sayang, ada hal yang mungkin "terlewati" oleh panitia. Beberapa kebudayaan khas yang justru sudah dikenal alam dan menjadi simbol budaya betawi, misalkan Tari Topeng justru menjadi sorotan masyarakat karena absen dalam perhelatan kali ini (baca disini). 

dokpri
dokpri
Sangat disayangkan, terlebih disinyalir tarian ini merupakan hasil akulturasi budaya priangan dengan budaya betawi sehingga bisa menjadi simbol persatuan dan kerukunan masyarakat sunda dan betawi yang jika disimbolkan lewat olahraga sepakbola diharap bisa menjadi kunci persaudaraan dan pedamaian, mengingat PERSIB dan PERSIJA identik dengan permusuhan abadi dan sudah memakan korban nyawa beberapa kali selama ini.

====

dokpri
dokpri

Walau demikian, kami puas dengan LEBARAN BETAWI 2019 kali ini, terlihat sejak promosi dan menajemen pelaksanannya sudah semakin baik di lapangan. Semoga tahun depan atau perhelatan berikut-berikutnya bisa dilakukan kembali di Pusat Budaya Betawi di Setu Babakan dengan catatan Pemda lebih serius memperhatikan akses jalan dan transportasi menuju ke lokasi. Karena walau bagaimanapun, jika Setu Babakan tidak diperkenalkan secara "paksa" dengan baik, justru akan menenggelamkan lokasi itu sendiri.

dokpri
dokpri

Monas, walau bagaimanapun sudah berada di tengah kota, sudah menjadi ikon dan simbol kota Jakarta yang tidak dipromosikan sekalipun sudah dikenal, terkenal, dan akan menjadi magnet tersendiri dengan minat masyarakat untuk menikmati taman-taman kota disekelilingnya atau naik keatas tugunya untuk melihat Jakarta dari ketinggian. 

Sedangkan Setu Babakan, sudah menjadi cagar budaya baru, yang sudah seharusnya diperhatikan, dijaga, dan dipromosikan secara khusus dan Lebaran Betawi adalah salah satu event besar yang mampu mendongkrak dan memperkenalkan lokasi tadi kepada masyarakat umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun