Ketika sambal yang sudah diaduk dengan tomat bakar juga mulai diikut sertakan pada suapan berikutnya, lagi-lagi interior El Reda kembali menyeruak kedalam memori kami. Gemerincing logam panjang bak pedang yang digunakan untuk membakar daging, suara gelontoran air teh yang dituang ke dalam gelas, rasanya sangat dekat sekali.
Memang "salad arab" menjadi bagian yang ikut hilang...daun rasa peppermint, lobak merah kecil, potongan bawang bombay segar, acar cabay besar hijau, tidak bisa tergantikan oleh irisan-irisan acar yang disediakan. Serta orang Indonesia yang memamng suka pedas, sambal porsi kecil dan kurang pedas tadi, agak mengecewakan.
Jika di Jerman, rata-rata orang berjalan kaki, naik turun Bus dan U-Bahn atau S-Bahn, maka porsi nasi dan besaran daging yang disajikan masyarakat kita yang lebih banyak turun naik motor dan mobil serta sedikit bergerak ini, sudah sangat cukup. Kami merasakan kenyang saat makan di resto ini, walau memang masih bisa lagi sih kalau dikasih 1 porsi GRATIS Â :P
====
Kemudian saya dan rekan saya yang sama-sama pernah tinggal di Berlin melempar khayalan...kalau yang harga 48ribu dinaikkan jadi 65rb, dan yang 68rb menjadi 85rb, dengan penambahan besaran daging/ nasi, plus dilengkapi butter dan potongan bawang bombay saja, rasanya kami masih rela untuk jadi pelanggan tetap disini :)