Mohon tunggu...
Ruli Mustafa
Ruli Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

THE TWINSPRIME GROUP- Founder\r\n"Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tapi lihat apa yang disampaikannya" (Ali bin Abi Thalib ra). E-mail : hrulimustafa@gmail.com. Ph.0818172185. Cilegon Banten INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lain Ladang Lain Belalang

6 Maret 2018   09:58 Diperbarui: 6 Maret 2018   12:53 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RoelMoez/dokumentasi pribadi

Seorang karib, teman baik semasa SD, SMP dan SMA hari ini datang menemui saya, seraya menyerahkan undangan resmi acara resepsi keluarganya untuk saya dan keluarga, lengkap dengan nama dan alamat yang terketik rapi di undangan tersebut.

Saya tentu merasa senang dan tersanjung, tapi saya selingi juga dengan tawa dan seloroh, intinya saya bilang padanya, ngga usahlah repot-repot pakai kartu undangan resmi segala macam, kaya ke siapa saja !. Kamu tinggal kasih tahu via SMS, by phone atau WhatsApp beres Bro, InsyaAllah saya datang.

Ternyata dia malah meresponnya dengan jawaban sangat serius, " Jangan begitulah Bro, ini acara keluarga saya, karena itulah Undangan harus dibuat resmi dan disampaikan secara formal. Meskipun kita sering kontak via SMS, telepon dan berada dalam satu WA group, tetap saja saya harus mengundangmu melalui kartu undangan resmi, ini kan etikanya Bro. Inilah bentuk rasa hormat saya kepada semua teman.

"Okey lah bro", terimakasih undangannya", jawab saya. Mungkin ini yang mengingatkan saya pada peribahasa lama,  "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya", maksudnya setiap negeri/daerah punya tradisi, standar etika dan adat istiadat yang berbeda beda, karena itu harus dihormati, itu konteks makronya.

Berikutnya, dealisme, sikap dan karakter setiap orang tentu terbentuk (salahsatunya) dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan daerah dimana ia lahir, dididik dan dibesarkan, maka lain orang lain pula sifat, adat dan kebiasaannya, saya memakluminya.

Dalam konteks mikronya ya itu tadi, dia berbeda pendapat dengan saya soal etika formal menyampaikan undangan, kata pepatah lama ; "dalam laut bisa diduga, dalam hati siapa tahu ?, rambut sama hitam (persisnya putih uban ) tetapi isi kepala tak mungkin sama !". Semula saya pikir dia satu "habitat" dengan saya, ternyata ngga juga, haha.

By the way, dia benar, dalam etika pergaulan di manapun di muka bumi ini, selalu ada standar umum dan norma yang harus diperhatikan, demi saling menghormati antar sesama manusia. Sementara saya yang "agak bebas dan easy going" di lingkungan egalitarian, tak terlalu ambil pusing soal formalitas.

Undangan adalah undangan, tak soal format maupun medianya, bagi saya ya itu sesuatu yang harus dipenuhi, apalagi diantara sesama muslim, memenuhi undangan  termasuk hak seorang muslim terhadap muslim lainnya. Namun demikian, terkait sikap pribadi ya itulah dia dan inilah saya.

Mungkin saya juga perlu sedikit menyesuaikan diri dengan prinsip dia, sepanjang baik maksudnya, ngga masalah. Ada benarnya dia, undangan harus disampaikan dengan rasa hormat dan keseriusan, supaya tamu yang diundang memang merasa penting untuk hadir.

Menurut sahabat saya itu, membagi undangan via medsos kurang personal, terasa kurang ada keseriusan dalam mengundang, ada sifat "nge-gampangin" dan mentalitas semua ingin serba instan,  dan ini akan menjadi pertanyaan bagi teman yang diundang, sebab yang diundang akan merasa diperlakukan "kurang penting", seolah datang sukur, ngga datang yo rapopo.

Sebagian calon tamu undangan bisa saja membatalkan niatnya untuk datang karena merasa kurang dihargai alias tidak dianggap penting. Karena itu - masih menurut argumentasi teman saya -, sebelum memutuskan untuk mengundang tamu datang ke acara resepsi privat, ada baiknya kita pilah dulu kelompok tamu atau relasi yang akan diundang dan mengupayakan agar  sebagai undangan, semua orang merasa dinomorsatukan, itu substansinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun