Mohon tunggu...
Ruli Mustafa
Ruli Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

THE TWINSPRIME GROUP- Founder\r\n"Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tapi lihat apa yang disampaikannya" (Ali bin Abi Thalib ra). E-mail : hrulimustafa@gmail.com. Ph.0818172185. Cilegon Banten INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Diversifikasi Pangan

22 Januari 2018   08:11 Diperbarui: 22 Januari 2018   09:07 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soal impor  beras selalu jadi polemik di negeri ini dari tahun ke tahun, persoalannya adalah stok dalam negeri yang tak mencukupi dan konsumsi yang terus meningkat. Meskipun kita pernah berswasembada pangan, namun kedepan ceritanya akan berbeda, naiknya konsumsi beras akibat pertambahan jumlah penduduk tak cukup hanya dengan fokus menggenjot produksi beras melulu, tetapi juga jangan lupa mengimbanginya dengan penganekaragaman (diversifikasi) bahan pangan.  

Fakta yang harus dihadapi bangsa ini kedepan adalah akan adanya kenaikan konsumsi beras yang signifikan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Setiap peningkatan konsumsi beras jelas akan berdampak inflatoir, sehingga perlu dikurangi dengan  menekan konsumsi beras dan pola diversifikasi pangan. Prinsipnya terdapat dua aspek diversifikasi pangan yaitu diversifikasi ketersediaan, produksi dan konsumsi (Suhardjo, 1998). 

Dilihat dari kebiasaan makan (Food-habit) masyarakat kita yang cenderung melulu  mengonsumsi beras mestinya dapat disiasati dengan diversifikasi. Selain beras dan jagung, Indonesia sesungguhnya memiliki cukup banyak tumbuhan dan umbi-umbian yang menjadi sumber karbohidrat dan dapat dijadikan bahan makanan pokok pengganti beras. Bahan pangan seperti dari buah Sukun, Kentang, Singkong, Talas faktanya bisa sebagai pengganti beras. Sayang, ketersediaan potensi itu terabaikan. 

Selama ini, kita tidak pernah bersungguh-sungguh melakukan upaya penganekaragaman bahan makanan pokok secara konsisten dan terus-menerus sehingga akibatnya tingkat konsumsi beras per kapita tetap tinggi. Tingkat konsumsi beras yang masih tinggi  mengakibatkan lemahnya ketahanan pangan nasional. Padahal, beras sebagai bahan makanan pokok memiliki nilai strategis. 

Beras menjadi ukuran untuk tingkat pendapatan. Kenaikan harga beras yang tidak terkendali akan mengakibatkan gejolak politik. Karena itu, usaha yang dilakukan bukan hanya bagaimana meningkatkan produksi beras.Kegagalan masa lalu menunjukkan bahwa meningkatkan produksi beras semata tanpa disertai upaya menekan tingkat konsumsinya tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kedua hal itu harus dilakukan dengan sejalan. Jika tidak, ketergantungan beras impor tetap dibutuhkan manakala produksi di dalam negeri tidak mencukupi. 

Politik beras sebagai komoditas pangan utama di Indonesia terkait langsung dengan stabilitas nasional, oleh karena itu hendaknya hal ini dapat dicarikan jalan keluar dari semua pihak agar ketahanan pangan kita tidak terganggu. Tidaklah salah jika pemerintahan Jokowi-JK saat ini demikian terobsesi dengan program swasembada beras dan bahkan berniat menjadi pengekspor beras, namun ada hal lain yang juga penting, yakni persoalan diversifikasi pangan. Program aksi untuk masalah diversifikasi pangan ini sesungguhnya sudah berjalan sejak era Presiden Soekarno saat mencanangkan jagung sebagai pengganti beras (IPB Bogor, 1952). 

Konsistensi kebijakan diversifikasi pangan diatas kertas sebenarnya sudah cukup bagus, namun tampak program tersebut kurang mendapat respons yang positif di tengah masyarakat Indonesia, entah karena sosialisasinya yang kurang atau boleh jadi memang amat sulit mengurangi tradisi makan nasi di sebagian besar rakyat Indonesia.  

Tercatat beberapa peraturan kebijakan terkait dengan program diversifikasi pangan tersebut, sejak tahun 1974 berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur serta mendukung program diversifikasi pangan telah dijalankan, Namun semangat diversifikasi pangan agak "terganggu" dengan masa Revolusi Hijau, disaat pemerintahan orba dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman pangan, terutama padi sehingga pada tahun 1984 Indonesia mampu mencapai swasembada beras. 

Keberhasilan ini harus dibayar mahal karena mengakibatkan terjadi penyeragaman dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga semua kembali fokus mengonsumsi beras. Faktanya beberapa kebijakan ternyata belum memberikan hasil optimal dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan, terutama yang non-beras. Beberapa tahun yang lalu (2012), ada program bagus yang dicanangkan oleh Pemda Depok yang bertemakan "One Day No Rice" (ODNR)- satu hari tanpa beras. 

Melalui program One Day No Rice ini, masyarakat diminta untuk mengurangi konsumsi beras dan beralih ke makanan pokok lain seperti umbi-umbian yang sebenarnya tersedia dalam jumlah besar di pasar tradisional. Program tersebut pada awalnya mendapatkan sambutan yang cukup baik dan dapat diterima masyarakat, bahkan beberapa pemerintah daerah di Indonesia mengadopsi program tersebut secara bertahap. Namun saat ini tampaknya semangat menggalakkan pangan non-beras itu kembali melempem, seiring dengan naiknya konsumsi beras nasional. Yang sangat disayangkan dari tradisi politik pangan kita adalah selalu bertindak seperti pemadam kebakaran dalam mengatasi gejolak permintaan beras serta distorsi harga beras. 

Kini kita kembali ditantang untuk merumuskan kebijakan baru yang integratif serta berjangka panjang. Perlu spirit ala "kaizen" ala Jepang guna membangun konsistensi penganekaragaman pangan, jika tidak, bukan tidak mungkin ketahanan pangan kita rentan oleh sebab terlena dengan pola-pola lama, tidak cepat berswasembada dan abai terhadap program diversifikasi pangan. Padahal  program diversifikasi pangan amat berkaitan dengan kedaulatan pangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun