Mohon tunggu...
Ana Rukhul Hanifah
Ana Rukhul Hanifah Mohon Tunggu... -

diamku bukan karena ku tak mampu, tapi.....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sifat Tentatif dalam Keilmuan

14 Oktober 2011   00:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:59 4201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam perkembangan struktur kognitif, kita mengenal adanya pembaharuan, penghalusan dan penajaman struktur kogitif yang diperoleh dari asimilasi dan akomodasi dari konstruks struktur pengbetahuan yang telah dipelajari sebelumnya dengan kontruks struktur pengetahuan yang baru didapatnya. Dalam kondisi demikian tanpa disadari, asimilasi dan akomodasi yang berlang secara berkelanjutan mampu merombak dan menyusun ulang secara sistematis pengetahuan – pengetahuan yang dapat kita terima. Setiap ada masukan pengetahuan baru, struktur kognitif kita akan merespon dengan melakukan asimilasi dan akomodasi, begitu seterusnya.

Tak hanya struktur kognitif saja yang mampu me-refresh sistem organisasi pengetahuan dalam otak kita, teoripun sangatlah memungkinkan untuk diperbaharui, atau bahkan ditinggalkan, apabila terdapat teori baru yang mampu menggeser isi teori tertentu yang sebelumnya lebih dulu lahir karena teori lain dinilai lebih rasional, objektif dan lebih konsisten dalam menanggapi suatu masalah tertentu yang mungkintidak dapat ditemukan dalam teori yang telah tergagas sebelum teori lain muncul.

Gugur atau kurang relevannya suatu teori karena ada teori lain yang dirasa lebih objektif, metodik, sistematis, universal dan konsisten saya maknai sebagai sifat tentatif yang wajar dalam pembentukan ilmu pengetahuan. Sehingga kebenaran dalam suatu teori adalah kebenaran yang relatif, bukan kebenaran yang mutlak.

Lihatlah saja teori koneksionisme yang digawangi oleh beberapa tokoh besar yang masing-masing mengembangkan penelitian-penelitian untuk memperkuat teori yang mereka temukan. Wilhelm Wundt, tokoh psikologi ilmiah barkebangsaan jerman yang membahas teori belajar koneksionisme, yang mengkonsentrasikan kepada pengalaman sadar manusia, sensasi, pikiran, perasaan manusia, citra memori, citra sensasi, intensitas stimulus yang dibarengi sensasi aklan menimbulkan perasaan, dan Wundt juga menganalisis perubahan kesadaran pada manusia.

Ivan P. Pavlov, tokoh asal Rusia yang dijuluki sebagai Bapak Pengkondisian, mengkonsentrasikan penelitian-penelitiannya pada stimulus tak terkondisi dan respon tak terkondisi, yang mempengaruhi belajar. Ia juga terkenal dengan konsep Eksitasi dan Inhibisi dalam teorinya, dimana Eksitasi mendorong membuat respon atau membangkitkan respon. Inhibisi menekan atau mencegah suatu respon muncul. Jika Eksitasi berkata: kalau kamu ragu-ragu, majulah! Lakukan apa saja yang diinginkan, maka Inhibisi akan mengatakan: kalau kamu ragu-ragu, lebih baik dan lebih aman jika kamu tidak melakukan apa-apa.

Berbagai peneliti dari berbagai negara mempelajari teori lama dan mampu memperlihatkan kekurangan, teori sebelumnya yang mungkin kurang konsisten, kurang jelas dan hanya memfokuskan satu aspek saja dan mengabaikan aspek lain. Dapat kita pelajari ada beberapa peneliti yang dianggap kurang konsisten dalam mempertahankan argumennya dan penelitiannya pun dinilai masih mengambang, jadi disini kehadiran peneliti maupun teori baru akan menggeser teori lama, karena ilmu pengetahuan bersifat tentatif. Kebenaran belum tentu mutlak tapi kebenarannya relatif, hal itu membuka peluang peneliti baru megungkap dan memperbaharui penelitian sebelumnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun