Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernah Mendengar Larangan Menikah Satu Suku dengan Suku Lain, Mengapa?

13 Maret 2021   11:06 Diperbarui: 13 Maret 2021   11:11 1843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantangan menikah (mahligai-indonesia.com)


Ada pepatah yang mengatakan jodoh itu ada di tangan Tuhan.

Ini berarti jika sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan dengan berpacaran, belum tentu itu akan sampai ke jenjang pernikahan. Begitu pun sebaliknya, sebelumnya tidak ada hubungan yang khusus antara dua orang, laki-laki dan wanita, akan tetapi oleh suatu peristiwa, ujug-ujug mereka menikah.

Ngomong-ngomong pernahkah Anda mendengar tentang adanya larangan menikah antara satu suku dengan satu suku lainnya di Indonesia ini?

Pantangan ini sejatinya sudah beredar cukup lama.

Dari beberapa sumber setidaknya ada tiga antar suku yang dilarang menjalin ikatan pernikahan satu sama lainnya. 

Adapun ketiganya yang dimaksud adalah suku Sunda dan suku Minang, suku Sunda dengan suku Jawa, dan suku Jawa dengan suku Batak. Mengapa sampai demikian adanya?

Pantangan menikah antara suku Sunda dengan suku Minang, ini dikarenakan adanya perbedaan dalam anutan sistem. Jika Sunda menganut sistem patrilineal sedangkan Minang matrilineal.

Patrilineal adalah anutan yang berdasarkan garis keturunan ayah, sedangkan matrilineal adalah anutan yang berdasarkan garis keturunan ibu. Bahkan di antara suku-suku lainnya di Indonesia, Minang paling menonjol dalam matrilineal ini.

Jika pun hal tersebut terjadi, orang Sunda dan Minang menikah, maka dipercaya itu akan mendatangkan masalah di kehidupan rumah tangga mereka kelak.

Ketidakcocokan terlihat dari sikap orang Minang yang konon pelit, sedangkan orang Sunda sebaliknya, suka berfoya-foya. Sehingga sangat bertolak belakang.

Suku Jawa dan suku Batak diibaratkan sebagai si penurut dan si keras.

Larangan menikah antara suku Jawa dengan suku Batak disebabkan karena adanya perbedaan dalam sifat maupun agama.

Masyarakat beranggapan jika itu terjadi maka akan menimbulkan penindasan dalam keluarga. Dimana sifat orang Batak yang keras betermu dengan sifat orang Jawa yang kalem dan penurut. Lagi pula agama orang Batak mayoritas Kristen, sedangkan orang Jawa mayoritas Islam.

Dan yang ketiga, inilah yang paling diketahui adanya pantangan menikah antara suku Sunda dengan suku Jawa.

Kisahnya bermula dari sikap ambisius Maha Patih Gajah Mada yang ingin menaklukkan seluruh Nusantara didalam tangannya. Dulunya Gajah Mada memang hampir mewujudkan keinginannya itu, namun hanya tinggal Kerajaan Sunda yang tersisa.

Pada saat itu, Prabu Hayam Wuruk kepincut dengan Dyah Pitaloka, putri dari Kerajaan Sunda Galuh.

Hayam Wuruk mengutus Gajah Mada untuk melamar Dyah Pitaloka. Gajah Mada pun berkunjung ke Sunda menemui Raja Linggabuana, ayah Dyah Pitaloka.

Gajah Mada mengatakan jika pernikahan akan diadakan di Majapahit, bukan di Sunda.

Linggabuana menyetujui hal tersebut.

Rakyat pun melepas kepergian Raja Linggabuana yang dikawal oleh sejumlah prajurit memulai perjalanan jauhnya ke Trowulan, ibukota Majapahit.

Sesampai rombongan Linggabuana di Bubat, Jawa Timur, sekonyong-konyong datang seseorang yang mengatakan bahwa dia diutus Gajah Mada. Si utusan mengatakan agar Linggabuana menyerahkan saja Dyah Pitaloka sebagai tanda takluk kepada Gajah Mada.

Sontak, Linggabuana dan para prajurit dan petinggi Sunda lainnya naik pitam. Mereka datang jauh-jauh bukan untuk begitu saja menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai tanda takluk, tapi untuk melangsungkan pernikahan dengan baik-baik.

Semula Linggabuana masih bijaksana agar tidak terpancing. Akan tetapi kesabaran para pengawalnya sudah tidak bisa dibendung lagi.

Prajurit Sunda memanah si utusan sampai terguling-guling di tanah. Atas kejadian itu serta merta kemudian terjadilah perang terbuka antara pasukan Sunda dengan pasukan Gajah Mada.

Gajah Mada memang licik. Tanpa sepengetahuan Hayam Wuruk, Gajah Mada sudah mengumpulkan banyak prajuritnya di sekitar lapangan Bubat.

Inilah yang lantas dalam sejarah dikenal dengan Perang Bubat.

Prajurit Sunda yang berperang dengan peralatan seadanya di antaranya pedang mengalami kekalahan. Raja Linggabuana dan para petinggi Sunda akhirnya tewas.

Melihat kejadian itu, tak tahan menahan sedih, Dyah Pitaloka memutuskan untuk bela pati, bunuh diri.

Putra Linggabuana atau saudara laki-laki dari Dyah Pitaloka, yaitu Niskala Wastu Kencana, lantas meneruskan kepemimpinan Sunda dengan menjadi Raja.

Raja Wastu Kencana lantas mengeluarkan peraturan jika orang-orang Sunda dilarang melakukan pernikahan dengan orang-orang Jawa, atau dengan keturunan Majapahit.

Dalam perjalanannya kemudian, Wastu Kencana ini terkenal dengan sebutan Prabu Siliwangi yang memimpin Kerajaan Pajajaran.

Itulah cikal bakal orang Sunda pantang menikah dengan orang Jawa. Konon jika dilanggar, kehidupan rumah tangga mereka tidak akan berlangsung lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun