Gorengan memang nikmat dan "kriuk" rasanya, lagi pula harganya yang terjangkau, membuat penganan ini sangat asyik untuk dinikmati di setiap kesempatan. Dengan Rp 1.500 kita mendapatkan satu potong gorengan.
Dari pisang goreng, ubi, peuyeum, tahu isi, dan sebagainya.
Akan tetapi dunia medis menyebutkan minyak yang digunakan untuk membuat gorengan itu berisiko membahayakan kesehatan kita, mulai dari tenggorokan yang gatal yang memicu batuk, sampai kepada yang lebih berat lagi, yaitu kanker.
Beberapa ahli kesehatan menganjurkan minyak untuk menggoreng gorengan itu tidak boleh digunakan lebih dari tiga kali. Penggunaan minyak goreng bekas dapat menyebabkan penyakit jantung koroner juga selain kanker seperti yang disebutkan di atas. Juga penyakit tekanan darah tinggi, atau apa yang disebut juga dengan hipertensi.
Akan tetapi masalahnya, bukan tukang gorengan yang menjual gorengannya tidak mengetahui akan bahaya dari penggunaan minyak goreng jelantah itu, namun mereka memikirkan juga segi ekonominya.
Jika mereka menggunakan minyak goreng sekali pakai saja, maka mereka harus menanggung biaya produksi yang tinggi. Jika mereka menaikkan harga makanannya, mereka khawatir akan ditinggalkan para pembelinya.
Untuk menekan menyusutnya pendapatan, mereka terpaksa menggunakan minyak goreng jelantah, yang sudah dipakai berulang-ulang kali.
Lupa waktunya, sempat saya saksikan tayangan di ANTV tentang "sidak". Seseorang menyamar menjadi calon pembeli gorengan.
Sepanjang perjalanan yang dipilih, si penyamar membeli sembari mewawancara si pedagang. Misalnya berapa kali bapak menggunakan minyak goreng untuk membuat makanan?
Apakah bapak sadar minyak jelantah berdampak buruk untuk kesehatan?
Para pedagang tidak mengetahui jika mereka di shooting oleh kamera tersembunyi. Jawaban dari para pedagang itu beragam, ada yang menjawab tiga atau bahkan dipakai terus berulang-ulang.