Panglima Darurat Militer Indonesia saat itu, Letnan Jenderal Kiki Syahnakri mulai mewanti-wanti agar menghindari terjadinya bentrokan berdarah dengan pasukan INTERFET.
Di majalah Intisari pernah ditulis artikel ini dengan judul "Hampir Jadikan Timor Leste Medan Peperangan, Inilah Saat-saat Menegangkan Ketika Indonesia dan Australia Nyaris Berperang, Untung Tak Pernah Terjadi".
Setelah masa transisi itu, atau tiga tahun setelah referendum, Timor Timur diakui menjadi sebuah negara pada 20 Mei 2002. Namanya kemudian berubah menjadi Timor Leste (Leste berasal dari Bahasa Portugis).
Pernyataan mengejutkan, jurnal presisi menyebutkan ternyata ada peran Amerika di balik invasi Indonesia ke Bumi Lorosae itu.
The Guardian menyebutkan militer Indonesia yang menginvasi dan melakukan kekerasan di Timor Timur itu ternyata dilatih oleh Amerika Serikat dan yang juga disponsori Inggris dalam suatu program rahasia yang dinamakan "Iron Balance". Pemerintah Inggris telah menghabiskan banyak dana untuk melatih 50 anggota militer Indonesia.
Amerika sendiri mengakui perannya dalam pelatihan militer Indonesia tersebut di bawah proyek yang dinamakan JCET (Joint Combined Education and Training).
Pembantaian di Santa Cruz 1991 dan pembantaian di Krakas 1983 dilakukan Kopassus yang dilatih Amerika. Salah satu komandan yang dilatih Amerika adalah Prabowo Subianto.
Harian The Observer melaporkan ada 24 anggota senior pasukan Indonesia yang dilatih di perguruan tinggi di Inggris sejak Mei 1997.
Dua dekade telah berlalu, Timor Leste tidak dapat menikmati apa-apa lagi, kecuali kemerdekaan!
Rilis terbaru, UNDP (United Nations Development Programme) menempatkan negara ini di peringkat ke 152 dari 162 negara termiskin di dunia. Sedangkan dalam indeks kelaparan, Global Hunger Index menyebutkan Timor Leste adalah negara kedua terlapar di dunia setelah Chad di Afrika Tengah.
Mereka sebenarnya memiliki modal kekayaan untuk menghidupi rakyatnya, yaitu minyak bumi dan gas yang terbenam di Laut Timor.