Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden dan Tiga Gubernur Digugat

3 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 3 Juni 2019   06:13 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

World Air Quality Report 2018 melaporkan bahwa konsentrasi rata-rata Particulate Matter (PM) 2,5 di Jakarta mencapai 45,3 ug/m3. Dengan demikian, Jakarta dinobatkan menjadi kota paling tercemar di Asia Tenggara. Di tempat kedua paling tercemar di Asia Tenggara adalah kota Hanoi, Vietnam dengan 40,8 ug/m3.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar batas aman untuk itu 10 ug/m3. Bayangkan, Jakarta berarti sudah melebihi standar yang ditetapkan sebanyak empat kali lipat.

Tingkat pencemaran udara di Jakarta sudah menjadi isu, bukan saja para penggiat lingkungan, namun juga dirasakan oleh semua warga.

Berkaitan dengan hal tersebut, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) bareng sekelompok warga lintas profesi bakal mengajukan gugatan sehubungan dengan tingkat pencemaran di Jakarta yang sudah sangat membahayakan kesehatan itu.

Tidak tanggung-tanggung, gugatan yang akan didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 18 Juni mendatang. Mereka menggugat empat pihak, di antaranya Presiden Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat.

"Pencemaran di ibukota, bukan saja berasal dari kendaraan, tetapi juga dari Pembangkit Listrik, dan juga dari industri," ujar Nur Hidayati, salah seorang penggugat.

Sementara itu, menurut pengacara publik LBH, Ayu Eza Tiara, pada tanggal 14 April lalu LBH Jakarta dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) telah membuka pos pengaduan calon penggugat polusi udara di Jakarta. 

Alasan pembukaan pos pengaduan itu, menurut Eza, karena dampak pencemaran ini bukan saja dialami oleh satu atau dua orang saja, tapi oleh seluruh warga. 

"Oleh karenanya, kami membuka ruang bagi masyarakat yang merasa dirugikan," kata Eza, Minggu (2/6/2019) kepada awak media di Kantor LBH, Jalan Diponegoro, Jakpus.

57 orang penggugat yang terdiri dari berbagai macam profesi itu sebelumnya sudah meminta kepada pemerintah supaya memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Ke 57 orang penggugat itu antara lain terdiri dari para aktivis, peneliti, mahasiswa, serta pegawai swasta. "Mereka meminta pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara, darimana sumber polusi itu, tapi tidak ada perkembangan yang signifikan," kata Eza.

Nur Hidayati, yang juga adalah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mengatakan pemerintah sudah lalai dalam masalah polusi ini. Seperti diketahui, polusi udara sangat berbahaya bagi kesehatan. 

Jika dihirup, dapat menyebabkan sakit, harus berobat, mengeluarkan uang untuk beli obat, memakai masker, dan tidak lagi bisa menikmati hijaunya udara segar. Bukan meminta ganti rugi, "Inilah kerugian yang menjadi dasar kita melakukan gugatan," ujar Nur Hidayati.

Sebagai tambahan, menurut sebuah studi, jantung orang yang berada di daerah yang tercemar udaranya bentuknya lebih besar dibandingkan dengan orang yang berada di daerah yang tidak tercemar. Jantung yang lebih besar adalah pertanda telah terjadi pembengkakan. Yang mana itu adalah gejala awal dari gagal jantung.

Untuk itulah Direktur WALHI Nur Hidayati dan para penggugat lainnya mengajukan gugatan, yang pertama adalah kepada Presiden Jokowi, dan tiga Gubernur yang terkait. Yaitu Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat.

Gugatan akan didaftarkan pada 18 Juni 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bagaimana sikap mereka yang digugat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun