Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Strategi Penyapihan yang Benar?

10 Juli 2018   06:00 Diperbarui: 10 Juli 2018   07:31 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umumnya, para ibu mulai menghentikan pemberian ASI pada si kecil sejak anak menginjak 2 tahun. Bagaimana strategi penyapihan yang benar?

Ahsan, 23 bulan, sedang menjalani proses penyapihan.

Sepanjang hari, karena ia cukup aktif hingga lupa dengan kebiasaan menyusu, penyapihan berjalan lancar. Asupan makanan dan minumnya juga dapat tercukupi dengan baik.

Namun, drama terjadi saat malam tiba. Ahsan mulai rewel dan menangis, lantaran rutinitasnya menyusu sebagai pengantar tidur tiba-tiba menghilang.

Ini berlangsung selama tiga jam berturut-turut, hingga akhirnya sang ibu luluh, dan kembali menyusui Ahsan. Proses menyapih lagi-lagi harus ditunda sampai sang ibu merasa anaknya benar-benar siap.

Menyapih anak memang gampang-gampang sulit.

Dr. Wiyarni Pambudi, Sp.A, IBCLC, staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, menegaskan bahwa proses menyapih bisa saja terjadi alami.

"Saat ASI tidak lagi jadi sumber utama mendapatkan cairan, frekuensi anak menyusu pun semakin jarang. Maka penyapihan terjadi seiring kesiapan anak melepas kebiasaan menyusu," papar Dr. Wiyarni.

"Selain itu, menyapih bisa pula diprogram atas inisiatif orangtua. Cara ini umumnya lebih penuh drama dan membutuhkan kesabaran ekstra," jelas Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia (SELASI) ini.

Sementara itu, Dr. Asti Praborini Sp.A IBCLC, dari RSIA Kemang Medical Care, menjelaskan bahwa fase oral pada anak berlangsung sampai usia 2 tahun. Itu sebabnya, usia tersebut dianggap cocok untuk mulai menyapih si kecil.

"Saat itu, kualitas ASI memang masih baik, tetapi secara psikologis bila anak terus menyusu, dikhawatirkan anak menjadi kurang mandiri. Kelak, ia tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat," jelas Dr. Asti.

Namun, karena WHO mengatakan "breastfeeding is for two years or beyond," maka sepertinya para ibu di Indonesia mengikuti saran tersebut, yakni menyapih dengan cinta mengikuti kemauan anak. Bahkan, ada yang masih menyusui sampai anak berusia empat tahun.

"Saya percaya betul dengan periode menyusu sampai dua tahun, sesuai perintah agama dan kajian ilmu psikologi. Kalau sudah beberapa hari disapih tenyata belum berhasil, boleh saja kembali dikasih ASI walau sudah berhenti 3-5 hari, sebab kualitas ASI masih baik," papar Dr. Asti.

Dr. Wiyarni menegaskan bahwa waktu penyapihan adalah keputusan masing-masing keluarga dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan anak, terutama perilaku makan dan kesiapan mental dan emosional.

Menurut pakar yang tercatat sebagai Anggota Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia ini, menyapih dapat membawa perubahan pada hormon, emosi, dan fisik, terutama pada ibu yang masih galau dalam menyetop pemberian ASI.

"Secara tidak langsung, ini juga akan memengaruhi bayi. Ia merasa seperti kehilangan momen intim penuh kasih sayang bersama sang ibu," ujar Dr. Wiyarni. "Karena itu, jika waktu yang dipilih belum sejalan dengan kesiapan ibu dan bayi, proses menyapih akan lebih menantang."

Karena menyapih adalah proses yang panjang, Dr. Wiyarni menyarankan agar orangtua memulai prakondisi beberapa minggu atau bulan sebelumnya.

"Lakukan bertahap dengan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Cara ini membantu tubuh ibu menyesuaikan produksi ASI yang berangsur semakin sedikit, tanpa membuat masalah payudara bengkak dan terasa nyeri," kata Dr. Wiyarni.

"Umumnya, menyusu menjelang tidur dan saat terbangun dari tidur adalah kebiasaan yang paling sulit ditinggalkan, karena anak memperoleh kenyamanan luar biasa yang seolah tak tergantikan," ungkap Dr. Wiyarni.

Ia menyarankan agar penyapihan dimulai dengan tidak menawarkan anak menyusu di siang hari, lantas tunggu reaksi anak, apakah ia masih bisa move on. Usai makan, ajak anak beraktivitas hingga lupa dengan keinginan menyusu.

"Saat anak haus, tawarkan ia minum ASI perah dengan gelas. Jika cara ini berhasil, kurangi lagi frekuensi menyusu, sampai akhirnya Anda tinggal menyapih dari menyusu sebelum tidur malam," pesan Dr. Wiyarni.

Patut diingat, tubuh ibu butuh penyesuaian, begitu pula reaksi anak yang perlu dikondisikan bertahap.

Kadang menyapih terlampau cepat bisa mengganggu perasaan ibu karena pergolakan hormon yang drastis ikut memengaruhi emosi. Ibu juga bisa mengalami nyeri pembengkakan dan infeksi payudara jika mendadak tidak dikosongkan seperti biasa.

Secara khusus, Dr. Wiyarni mengingatkan orangtua untuk memperhatikan status gizi anak. Anak dengan kebiasaan makan yang baik, dengan sendirinya akan berkurang kebutuhan menyusunya.

"Sebaiknya, bila pola makan anak kacau, ia akan justru semakin sering minta menyusu. Karena itu, pembiasaan aturan makan yang tepat sangat membantu suksesnya penyapihan," jelas Dr. Wiyarni.

Jika diterapkan dengan kondusif, menyapih dapat membuat anak semakin percaya diri dan mandiri.

Ibu pun menjadi lebih rileks karena tanggung jawab besar menyusui telah berhasil ditunaikan. Ada lebih banyak kesempatan untuk stimulasi perkembangan motorik, bahasa, kognisi dan personal sosial.

Kedua pakar ini mengingatkan orangtua untuk tidak mengganti penyapihan dengan minum susu lewat botol atau dot.

"Kurang tepat jika kita mengganti proses menyusu dengan pemberian formula dengan botol atau dot, karena ini kelak akan berakhir dengan penyapihan dari botol atau dot, yang justru lebih alot dan butuh waktu lebih lama," tandas Dr. Wiyarni.

"Beberapa bulan sebelum disapih, bicaralah pada anak. Kemudian, alihkan untuk minum dengan gelas, jangan ke dot dan susu formula. Ini sama saja dengan memperpanjang fase oral. Belum lagi penggunaan dot memicu gigi tidak bagus, rahang sempit, dan maloklusi," tambah Dr. Asti.

Bagaimana kalau anak masih menuntut untuk disusui ibu?

Sering kali, penolakan justru membuat keinginan anak menyusu semakin besar. Pembatasan yang ketat bisa memicu kemarahan mereka. Karena itu, sebaiknya jika anak meminta, susui saja tanpa berlama-lama, kemudian lanjutkan aktivitas.

Siapkan makanan atau camilan untuk pengalih perhatian, dan tawarkan di waktu-waktu anak ingin menyusu. Sementara itu, kebutuhan kontak tubuh ibu-anak bisa digantikan dengan aktivitas lain, seperti memeluk sambil mendongeng sebelum tidur, atau bentuk perhatian lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun