Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Obama Mudik dan Garuda Pancasila

30 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 30 Mei 2018   07:47 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indonesiainsided.blogspot.com/

Banyak pelajaran yang tersisa, dari pulang kampungnya Presiden ke-44 Barack Obama bersama anak dan kedua putrinya ke Indonesia, bertepatan dengan Idul Fitri tahun yang lalu. Dan mengisi mudiknya dengan blusukan di tiga kota: Bali, Jogja, dan Jakarta. 

Seperti kita tahu, pada saat ia masih kecil, pernah sekolah SD di Jakarta. Ketika liburan, sering diajak oleh ibu kandungnya yang berkulit putih Amerika dan ayah tirinya seorang Jawa, berlibur ke Jogja, mengunjungi sanak famili ayah tirinya di kota gudeg itu.

Sepanjang yang bisa kita lihat di layar televisi, maupun laporan dari berbagai media cetak dan media sosial, Obama beserta keluarga dan anggota rombongannya, tampak menikmati  blusukannya ke berbagai destinasi wisata alam, kuliner, pedesaan, hingga wisata budaya. Ia menjelajah rasa berbagai menu makanan dan minuman tradisional Bali dan Jawa. Berjalan kaki di pematang sawah. 

Menonton kesenian wayang kulit lengkap dengan alunan gamelan dan gending Jawanya. Menjelajah Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Mendengar kembali alunan bahasa Indonesia dan berbagai bahasa daerah yang khas. Tak lupa menyantap bakso favoritnya saat dijamu Presiden Joko Widodo di sebuah restoran Kebun Raya Bogor. Tak lupa mengunjungi SD Besuki Menteng tempat belajarnya saat masa kecil dulu.

Salah satu pelajaran di SD Menteng, yang diam-diam membentuk jiwanya, dan terus dipelihara saat menjadi pemimpin dunia, adalah "Bhinneka Tunggal Ika" yang tertulis pada lambang Garuda Pancasila. Mengenai hal ini, diungkapkan saat pidato di Universitas Indonesia beberapa tahun lalu saat kunjungan kenegaraan. Lalu muncul kembali di sela pidato di depan ribuan diaspora Indonesia di Jakarta, 1 Juli 2017, yang mengangkat soal demokrasi, kepemimpinan, persamaan hak dan toleransi. 

Selain mengaku secara terbuka bahwa "Indonesia sebagai bagian dari saya" (diucapkan dengan bahasa Indonesia), Obama memberikan kesannya tentang Borobudur dan Prambanan. Bahwa kedua Candi Buddha dan Hindu itu berada di tengah-tengah mayoritas masyarakat muslim, dan tetap lestari sampai hari ini. Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena adanya toleransi dan kesadaran yang telah berlangsung sejak lama. Kemudian ia berpesan agar bangsa Indonesia ke depan tetap memegang teguh Bhinneka Tunggal Ika (sama dengan "Unity in Diversity" di AS).

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dipetik dari Kitab Sutasoma, karya sastrawan Mpu Tantular, yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tenteram dalam kerajaan Majapahit yang lebih bernapaskan agama Hindu. Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya di sela-sela sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) semboyan ini menjadi bahan diskusi Soekarno, Muhammad Yamin dan I Gusti Bagus Sugriwa. 

Setelah beberapa tahun kemudian Lambang Negara Republik Indonesia dirancang dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke dalamnya. Secara resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Pebruari 1950 berdasarkan rancangan Sultan Hamid II (1913-1978) asal Pontianak.

Karya Mpu Tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberi pemaknaan baru, sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dan dalam dinamika perjalanan sejarah, kebinekaan tersebut harus dirawat terus menerus disesuaikan dengan dinamika yang ada, terutama dinamika politik dan ekonomi, agar menjadi sumber "kekuatan", dan bukan "perpecahan".

Yang meresahkan, belakangan ini banyak suara dengan bersemangat mengangkat kebinekaan, tanpa mengaitkan dengan ketunggal ikaan. Tentu saja kita harus waspada, sebab yang NKRI butuhkan adalah keragaman untuk kesatuan, bukan yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun