Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengintip Cara Teknologi Dinding Es

30 April 2018   10:41 Diperbarui: 30 April 2018   10:45 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah hantaman tsunami pada 2011, seluruh pabrik nuklir di Jepang ditutup. Padahal, 30 persen listrik mereka dipasok dari sana. Fukushima adalah salah satunya, yang kini memanfaatkan teknologi "dinding es" untuk mengatasi kebocoran nuklir. Yuk, intip caranya.

Prefektur Fukushima pernah menjadi rumah bagi salah satu pabrik tenaga nuklir terbesar di dunia. Setelah gempa berkekuatan 9,0 skala Richter mengoyak Jepang pada Maret 2011, kebocoran materi radioaktif membuat reaktor nuklir seluas 3,5 kilometer persegi tersebut terhenti beroperasi.

Saat ini, sesuatu yang signifikan sedang dibangun Fukushima Daiichi Nuclear Power Station. Dari atas, kita mungkin akan melihat hal yang mencolok selain beberapa pipa perak yang berbaris lurus, dikerdilkan oleh gedung-gedung reaktor nuklir raksasa yang gosong di dekatnya.

Namun, cek apa yang ada di bawah tanah: dinding dari tanah sedalam 100 meter dan panjang 1,5 kilometer. Diberi nama Land-Side Impermeable Wall, tapi lebih dikenal dengan sebutan "dinding es", proyek ini terdengar seperti bagian dari novel fiksi ilmiah atau film James Bond.

Realitanya, dinding es tersebut merupakan upaya ambisius sekaligus kontroversial untuk menghentikan banjir dari air tanah ke gedung-gedung pembangkit tenaga nuklir yang rusak akibat gempa.

Dibangun oleh pemerintah Jepang dengan biaya 320 juta dollar AS, dinding es tersebut bertindak sebagai bendungan bawah tanah yang akan menghambat air tanah memasuki gedung-gedung reaktor. Dinding itu juga dapat membantu menghentikan kebocoran air radioaktif ke Samudera Pasifik.

Meski dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, dinding es tersembunyi di Fukushima dikritik sebagai solusi mahal yang terlalu rumit. Kekhawatiran itu muncul kembali setelah operator pembangkit tenaga nuklir mengumumkan bahwa salah satu bagian yang telah dinyalakan lebih dari tujuh bulan yang lalu belum membeku sepenuhnya.

Beberapa pihak memperingatkan bahwa dinding itu, yang ditenagai oleh listrik, amat rentan terhadap bencana alam - persis pusat pembangkit listrik itu sendiri, yang telah kehilangan kemampuannya untuk mendinginkan reaktor setelah tsunami setinggi 13 meter mengakibatkan aliran listrik di sana padam.

Mengapa reaktor ini sangat rentan terhadap masuknya air tanah? Di tahun 1960-an, Tokyo Electric Power Co. (TEPCO) mengikis satu sisi bukit untuk membangun pembangkit listrik tersebut lebih dekat ke laut. Tujuannya agar mereka bisa lebih mudah memompa air ke sana. Faktor ini juga yang membuat bangunan rentan kebanjiran.

Namun, sampai tsunami menerjang, reaktor tersebut bisa menghindari masuknya air. Mungkin bencana alam itu sendiri, atau meledaknya tiga dari total enam reaktor pasca tsunami, yang telah memungkinkan air tanah masuk. Sejak itu, hampir 150.000 liter air terus membanjiri bangunan-bangunan reaktor setiap hari.

Setelah berada dalam gedung, air menjadi sangat radioaktif, menghambat upaya-upaya untuk meruntuhkan pembangkit listrik itu. Selama kecelakaan, bahan bakar uranium menjadi begitu panas sehingga sejumlah orang yakin ia melelehkan lantai baja reaktor. Banjir air radioaktif menghalangi para insinyur untuk mencari bahan bakar uranium itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun