Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bos Muda yang Tidak Tahu Apa-apa

9 Maret 2018   14:01 Diperbarui: 9 Maret 2018   14:25 1849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ceritayangsedih.blogspot.com

Merry, berusia 51 tahun, sebentar lagi akan pensiun. Baru-baru ini ia mengalami pergantian atasan. Sekarang ia dipimpin oleh bos yang usianya jauh lebih muda daripadanya, yaitu 36 tahun. Merry merasa kalau bosnya itu tidak tahu apa-apa. Akhirnya, ia sering tidak patuh pada perintah si bos. Apakah rasa tidak percayanya itu wajar atau ia hanya iri dengan pencapaian karier si bos baru (karena dulu ia tidak begitu)?

Drs. Tiwin Herman MPsi, seorang psikolog dari Psiko Utama,  menjawab permasalahan ini.

Ibu Merry, fenomena bos usia muda memang dulu hanya terjadi di perusahaan-perusahaan keluarga. Namun sekarang, fenomena bos muda sudah banyak terjadi baik di lingkungan perusahaan multinasional, swasta, bahkan di pemerintahan. Sudah banyak direktur utama BUMN yang berusia di bawah 50 tahun. Tokoh muda yang berkibar pun banyak, misalnya Sandiaga Uno, Yuddy Chrisnandi, Bima Arya, atau bahkan nama-nama lain yang masih di bawah 30 tahun, tetapi sudah mempunyai posisi mengagumkan. Hal ini tidak terlepas dari penguasaan mereka terhadap salah satu keahlian tertentu yang pada akhirnya membuat mereka menjadi cepat melejit.

Di beberapa perusahaan besar (baik swasta maupun BUMN) juga sudah ada program Talent Management, yaitu suatu program yang memang memfasilitasi agar anak-anak muda yang menjadi karyawannya bisa cepat tampil sebagai pemimpin. 

Pada awal perancangan program Talent Management di sebuah BUMN dimana saya pernah terlibat, memang resistensi dari para senior sangat kuat. Mengapa demikian? Karena pada masa sebelumnya, siapapun yang hendak dipromosikan selalu mengikuti azas senioritas. Sekarang hal tersebut relatif tidak berlaku. Artinya bila memang ada anak muda yang kompeten atau memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan untuk posisi di atasnya, ia bisa langsung dipromosikan tanpa harus menunggu usia atau masa kerja. Hal inilah yang membuat para senior tidak nyaman. Bila dilihat lebih lanjut, pada umumnya "penolakan" senior kepada bos yang lebih muda dikarenakan sudah terlanjur nyaman mengerjakan sesuatu dengan sistem yang ada. 

Kenyamanan menjadi terusik karena bos baru yang muda biasanya membawa sistem kerja baru, dan lebih energik dalam bekerja, lebih menerapkan target dengan standar lebih tinggi. Sering kali yang menghambat hubungan cepat cair adalah persepsi yang sudah terlanjur melekat bahwa "orang muda tidak tahu apa-apa". Padahal ini bisa menjadi peluang untuk bisa berperan sebagai "mentor" . Karena baru, ia akan memberi kepercayaan penuh bila dibantu. 

Dari cerita ibu, terungkap bahwa bos baru juga memberi toleransi meski ibu mengabaikan instruksinya. Bukankah ini suatu tanda bahwa ia memahami perasaan ibu? Niat baik atasan ini sebetulnya sebuah "sinyal" bahwa ia bersedia bekerja sama dan "menunggu" sampai ibu bersedia legowo menerimanya. Saya hanya mengingatkan, seandainya ia kemudian menggunakan "kekuasaannya", apa kira-kira yang akan terjadi?

Menurut saya, terus memikirkan kenapa seseorang yang masih muda sudah mempunyai posisi lebih tinggi malah akan menghabiskan waktu dan energi. Bila energi yang ada digunakan untuk meningkatkan kinerja dengan mempelajari kelebihan yang dia miliki, kemudian setelah itu Anda mencoba mengikuti irama kerjanya, dan memberi ruang untuk ia "belajar" dari Anda, hasilnya pasti akan lebih baik. Anda jadi mampu keluar dari zona nyaman. Ini juga bisa menjadi peluang melatih kesabaran hati dengan tetap menerima instruksi darinya. Jadi ketika masuk masa pensiun nanti, Anda menjadi lebih siap menghadapi situasi apapun dan tidak terbelenggu lagi pada zona nyaman.

Bukankah satu-satunya yang abadi di dunia adalah perubahan?  Demikian ibu. Selamat bergabung dalam perubahan dan semoga ibu terbiasa menghadapinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun