Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulit untuk Memaafkan Pengkhianat?

8 September 2017   09:17 Diperbarui: 8 September 2017   10:53 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.mihanfal.com/

Siapa yang tak tersakiti saat pasangan mengkhianati? Tentu, membuka lembaran baru setelah melewati konflik tersebut juga tidak mudah. Saat badai sudah berlalu, apa yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kehangatan pernikahan?

Setelah perselisihan hebat yang dipicu perselingkuhan sang suami, Susi memilih untuk memaafkan dan menata kembali relasinya yang sempat bermasalah. Apalagi, sang suami telah mengakui kesalahan dan berjanji tak mengulanginya. Tentu, ia layak mendapat kesempatan kedua, kan?

Ester Lianawati, M.Psi., staf pengajar Fakultas Psikologi UKRIDA, menilai bahwa sebuah hubungan biasanya terjalin atas rasa saling percaya. Namun, rasa percaya yang merupakan fondasi hubungan itu kerap dikhianati.

"Ketika pengkhianatan itu terungkap, kita pun dihadapkan pada dua pilihan: membangun kembali kepercayaan itu dengan melanjutkan hubungan, atau memilih untuk mengakhiri hubungan," papar Ester.

Rasa cinta yang mungkin masih ada akan menjadi faktor pendorong utama bagi pasangan yang dikhianati untuk memilih melanjutkan hubungan. Selain itu, bagi sebagian orang, ada yang terpaksa melanjutkan hubungan karena berbagai aspek struktural. Misalnya, pertimbangan nama baik, status, kondisi finansial, dan anak-anak.

"Adapun faktor yang mendasari dan keputusan apapun yang dipilih, ada satu hal yang harus dilakukan saat kita dikhianati, yaitu kita harus belajar memaafkan untuk dapat melanjutkan kehidupan pasca-pengkhianatan dengan lebih baik," tegas Ester.

Hal senada ditandaskan oleh Ahastari Nataliza, BA, M.Psi., Psikolog, dari Pion Clinic.

Menurut psikolog yang akrab disapa Liza ini, apapun pemicu pertengkaran, bentuk permasalahan yang terjadi dalam sebuah hubungan, maupun konflik yang terjadi, selalu ada alasan untuk kembali seperti sedia kala. Beragam alasan tersebut tergantung pada beberapa pertimbangan, antara lain adalah komunikasi.

"Pada dasarnya pernikahan adalah antara dua belah pihak. Karena itu, tiliklah diri sendiri maupun diri pasangan. Apakah pasangan benar-benar serius? Apakah kesepakatan yang dibuat bisa dipenuhi?" saran Liza.

"Kemudian, cek kesiapan diri. Apakah sebagai individu kita sudah menerima peristiwa yang menyakitkan itu dan bisa memaafkan? Kalau belum, akan sulit untuk menjalankan kesempatan kedua. Ujung-ujungnya, kita bisa membawa-bawa masa lalu ke hubungan yang baru," tandas Liza.

Sesungguhnya, kesempatan kedua bisa menjadi hal positif jika benar-benar diupayakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun