Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Di Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi Harga Jagung Melambung Tinggi, Impor Jadi Solusi?

26 September 2021   21:16 Diperbarui: 28 September 2021   13:30 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani sedang memanen jagung. Foto: Bahana Patria Gupta/Kompas.com

Kondisi ini sangat ironis, kebijakan impor yang sering dijadikan solusi untuk mengendalikan harga bahan pangan dalam negeri hanya seperti minum parasetamol berulang-ulang untuk mengobati sympton demam namun tidak pernah menyembuhkan penyakit yang sebenarnya.

Penyakit yang sesungguhnya banyak, mungkin sudah menjadi komplikasi dari beberapa penyakit seperti produktifitas yang  rendah,  efisiensi yang rendah, rantai distribusi yang terlalu panjang, dan sistim logistik yang kurang lancar.

Foto Panen Jagung di Amerika Serikat, Sumber foto : lsuagcenter.com
Foto Panen Jagung di Amerika Serikat, Sumber foto : lsuagcenter.com

Amerika Serikat merupakan negara produsen jagung terbesar dunia dengan total produksi 385 juta ton per tahun atau setara dengan 36% produksi jagung dunia, urutan selanjutnya ditempati oleh China dan Brasil. Indonesia menempati urutan ke 8 dunia dengan total produksi sebanyak 20.4 juta ton per tahun atau setara dengan 1.9% produksi jagung dunia.

Luas lahan yang digunakan untuk menanam jagung di Amerika Serikat sekitar 35 juta hektar dengan produktifitas 11 ton per hektar. Sementara Indonesia memiliki luas lahan sekitar 3.8 juta hektar dengan produktifitas 5.4 ton per hektar.

Secara luas lahan dan produktifitas per hektar per tahun, Amerika Serikat jauh diatas Indonesia, meskipun Indonesia tanahnya subur dan dapat menanam jagung sepanjang tahun. 

Jadi apa yang selama ini kita banggakan mengenai tanah Indonesia yang subur karena material vulkanik dari Gunung Berapi yang  banyak terdapat di negara kita serta matahari yang bersinar sepanjang tahun tidak memberikan keunggulan yang nyata. Dalam hal ini "kekayaan alam" yang kita banggakan kalah dibanding dengan penerapan teknologi dan manajemen yang dilakukan di Amerika Serikat.

Ini adalah fakta, meskipun menyakitkan harus kita terima. Kita tidak bisa terus menerus hanya "minum parasetamol" yang hanya menyelesaikan masalah sesaat, setelah itu masalah yang sama muncul lagi dan lagi.

Sebagai negara agraris semestinya Indonesia fokus pada kemandirian pangan, bukan sebaliknya memilih jalan keluar yang termudah namun sebenarnya hanya menutupi masalah yang ada. Sudah waktunya Indonesia berbenah di bidang pertanian, lebih baik terlambat memulai daripada tidak pernah sama sekali melakukannya.

Satu persatu masalah ekonomi biaya tinggi di sektor pertanian harus diselesaikan. Mulai dari penggunaan teknologi di bidang pertanian, riset dan pengembangan benih unggul terpadu dan manajemen pertanian yang terbaik.

Dalam hal riset dan pengembangan untuk menghasilkan benih yang unggul peran Lembaga Penelitian dan Universitas harus dimaksimalkan. Benih yang unggul harus mudah didapatkan dan harganya terjangkau rakyat kecil sehingga hanya benih unggul yang ditanam petani agar produktivitas dan kualitas hasil pertanian maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun