Mohon tunggu...
Rudy Aziz
Rudy Aziz Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Aku lebih senang pemuda yang merokok & minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang hanya memikirkan diri sendiri. ~ Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Money

Cukai Rokok Naik, Penerimaan Negara Melejit, Perokok?

28 Februari 2020   19:09 Diperbarui: 28 Februari 2020   19:08 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah dan industri rokok soal cukai rokok bak Tom and Jerry. Pemerintah selalu ngotot ingin menaikkan dengan berbagai alasan. Di lain pihak industri selalu keberatan pun dengan argumen meyakinkan.

Awal tahun ini kita heboh dengan rencana kenaikan cukai rokok. Hanya sekadar rokok memang, tapi ini sangat menyangkut sesuatu yang bagi sebagian penikmatnya sulit berpisah.

Rokok memang dibenci sekaligus dicinta. Ada yang membenci dengan beragam alasan. Ada yang mencintai juga dengan alasan yang terkadang unik.
Alasan orang mencintai rokok terkadang unik. Misalnya saja mulut asem kalau tidak bisa merokok.

Pernah kan kita dengar obrolan orang-orang yang habis mengikuti rapat penting berjam-jam di ruangan berpendingin sehingga dilarang merokok?
"Asem nih mulut, sebats dulu lah,"
"Ah nikmatnya, setelah berjam-jam tak ketemu rokok,"

Perokok selalu mencari kesempatan merokok. Perokok kerap merasa tersiksa manakala berada di ruang tunggu bandara atau sedang naik angkutan yang dilarang merokok.
Ini menggambarkan betapa rokok telah menjadi bagian hidup para penikmatnya. Makanya tak heran meskipun pemerintah selalu menaikkan cukai rokok, permintaan komoditas yang satuselalu ada.

Dalam lima tahun terakhir, kenaikan cukai rokok sejatinya sangat tinggi. Data 2015-2018 menunjukkan ini.
Data dari Kementerian Keuangan, cukai rokok naik 8,72% pada 2015. Kemudian 11,19% (2016), 10,54% (2017), 10,04% (2018). Dan pada 2020 ini kenaikannya gila: 23%. Imbas dari kenaikan cukai 23% ini harga rokok bakal naik 35%.

Sumber: Katadata
Sumber: Katadata

Rokok menyumbang pendapatan negara sangat besar. Pada 2015 setidaknya negara mengantongi Rp139,5 triliun dari Cukai Hasil Tembakau (CHT). Rp138 trilun pada 2016

Sumber: Katadata
Sumber: Katadata

Tren kenaikan yang sangat tinggi ditunjukkan sejak 2017 yang mencapai Rp147,7 triliun dari CHT. Pada 2018 CHT mencapai Rp152,9 triliun dan Rp 158,9 triliun pada 2019.  Dan pada 2020, negara menargetkan penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp171,9 triliun. Angka ini lebih besar dari anggaran subsidi BBM, tabung gas, dan listrik di tahun 2020 yang nilainya Rp125,3 triliun. Angka fantastis!

Data ini menunjukkan bahwa pungutan cukai sangat menggiurkan. Tentu saja orang berakal sehat tak akan mau kehilangannya. Terbukti bila kita lihat data kenaikan cukai yang tiap tahun di atas dua digit itu bila diakumulasi sudah lebih dari 100% dibandingkan harga sepuluh tahun lalu. Coba buat yang perokok, bandingkan harga sebungkus rokok favoritmu tahun 2020 ini dan tahun 2010, sudah naik 100% belum?

Mengapa di awal saya sebut pemerintah dan industri soal cukai rokok bak Tom and Jerry, karena keduanya sesungguhnya saling membutuhkan. Relasi keduanya sesungguhnya mutualisme. Hanya terkadang saja ada ketidaksepahaman kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun