Mohon tunggu...
Rudi Andri
Rudi Andri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Masih Diperkosa di Umurnya ke 70

13 Agustus 2015   17:29 Diperbarui: 13 Agustus 2015   17:51 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat ulang tahun Indonesiaku. Tuhan sangat mengasihi negeri kita ini. Dia melimpahkan sumber daya alam yang bisa kita manfaatkan dan menjadi potensi negeri ini. Tapi apa kenyataannya? Mata, pendengaran dan bibir ini seakan ditutup oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia justru dibiarkan pemerintah untuk diperkosa oleh orang asing. Terus apa yang kita dapat dari hasil yang dikuasai oleh mereka? 

Sedih, sumber kekayaan alam yang dikeruk hanya untuk memenuhi kebutuhan industri Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Australia, Jepang, dan China. Sedih bertambah, pemerintah membiarkan mereka mengeruk kekayaan alam ini. Di negeri sendiri rakyat Indonesia hanya dijadikan sebagai penonton, suara masyarakat sama sekali tidak didengar pemerintah. Pemerintah yang harusnya jadi wakil rakyat, malah beralih profesi jadi wakil negeri asing. Jatuh sudah air mata ini, kita diperlakukan layaknya sapi perah.

Pada 2013, KPA (Komisi Pembaruan Agraria) mencatat ada 38 konflik di sektor pertambangan dengan luas konflik 197.365,90 ha. Beberapa gunung dikuasai asing dan perusahaan nasional sebagai pertambangan. Gunung Tembagapura merupakan gunung yang diam-diam menyimpan pesona ini berhasil dieksploitasi orang asing. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, negeri ini pernah melakukan perjuangan untuk merebut sebuah daerah bekas Hindia Belanda yaitu Irian Jaya Barat. Berbagai jalur ditempuh untuk tetap mempertahankan kedaulatan negara. Setelah melalui jalur yang begitu panjang, tahun 1963 secara politik status Papua beralih pangkuan RI. Hal ini diperkuat dengan dukungan dari masyarakat Irian yang ingin bergabung dengan Republik Indonesia melaui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di tahun 1969. 

Secara kedaulatan, Irian Barat atau sekarang Papua merupakan bagian dari Indonesia. Tapi faktanya di lapangan Indonesia masih dijajah oleh orang asing lebih parahnya lagi pemerintah membiarkan kekayaan alam ini dijajah. Perusahaan-perusahaan asing dibiarkan datang untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyak nya di Gunung Tembagapura. Kehadiran perusahaan Freeport bagaikan kutukan, lahan seluas 178.000 ha tidak pernah dirasakan rakyat. Di tahun 1995 orang asing berhasil mengeruk 2 miliar ton emas dan tahun 2007 keuntungan mereka $ 6.255 miliar. Mereka meraup 99 persen keuntungan dari Tembagapura yang memiliki keanekaragaman hayati berupa tambang, minyak dan gas bumi dibawa ke negara asal mereka. Pemerintah rela dengan keuntungan satu persen merelakan masyarakat Papua hidup bagai di zaman batu, jauh dari kemakmuran. Wajar kehidupan saudara kita di sana tidak sejahtera. Proses ini hanya meninggalkan luka, konflik dan lubang besar bagi bumi pertiwi. Air mata ini sudah tidak bisa dibendung, Freeport masih menggasir bumi Papua. 

Gunung Meratus terbentang sepanjang kurang lebih 600 km2 ini membelah provinsi Kalimantan Selatan. Dibalik cerita mistis, gunung Meratus memiliki kekayaan alam yang luar biasa digasak oleh PT Antang Gunung Meratus. Dahulu gunung ini memberikan kehidupan bagi penduduk setempat. Sejak pemerintah mengeluarkan izin pertambangan di tahun 1999, mereka telah menguasai empat kabupaten yaitu Banjar, Tapin, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Selatan. Keputusan pemerintah membuat AGM mengelola kekayaan alam berupa batu bara dengan luas 1,767 ha dengan produksi mencapai 1,5 juta ton per tahun selama delapan tahun. Bodohnya, pemerintah membiarkan alam kita terus dikuasai. Pemerintah memperpanjang izin AGM untuk mengelola pertambangan. Membiarkan alam kita dihabiskan oleh mereka. Apa yang didapat dari Indonesia? Emosi dan tangisan masyarakat Kalimantan Selatan. Jumlah kemiskinan semakin bertambah, yang menunjukkan AGM tidak memiliki dampak positif. Hanya segelintir orang yang menikmati hasil dari Meratus. 

Gunung Salak namanya berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Salaka yang berati “perak”. Kemungkinan nama dan pesonanya ini yang membuat perusahaan dari Amerika tersebut datang menguasai Salak. Sebelum PT Chevron melakukan kegiatan geothermal, Perhutani dan masyarakat bersama mengelola hutan produksi. Namun, pada tahun 1997 sejak Chevron datang maka lahan tersebut menjadi area pertambangan geothermal. Para penggarap lahan Perhutani berubah status menjadi perambah hutan sehingga Perhutani mempunyai alasan untuk menggusur mereka. Lagi-lagi yang menjadi korbannya Indonesia sendiri. Saat ini Chevron, mengelola 69 sumur dengan suhu temperatur rata-rata 220-315OC. Tujuannya sih untuk membangun listrik ke PLN tapi apa buktinya? Tidak sampai ke tangan masyarakat. Sebanyak 6000 kepala belum menikmati listrik bahkan desa terdekat yaitu Luwikaret belum pernah masuk listrik. Sungguh ironi, pemadaman listrik bergilir sering terjadi di kota Bogor. Lebih tepatnya tujuannya bukan memasok listrik, tapi mengaliri listrik tambang minyak milik Chevron yang tersebar di tanah air. Apa yang didapat Indonesia? Tidak ada selain emosi dan tangisan. Masyarakat sudah menggugat, tetap tidak didengarkan. Sebanyak 500 unit rumah warga rusak dan belum menerima ganti rugi. Apalagi yang diterima masyarakat sekitar? Hanya semburan belerang yang merusak sungai dan tanaman warga.

Kawasan penambangan emas Gunung Pongkor, Jawa Barat sudah lama menjadi bahan perbincangan sebagai tempat mengadu nasib mencari keuntungan kilauan emas. Di gunung inilah PT Aneka Tambang (Antam) menggeruk emas. Gunung ini menghasilkan 200 kg/bulan. Cadangan emas seluas 6.047 ha yang dikuasai Antam akan habis pada waktu 2019. Hasil gunung Antam tidak bisa menuntaskan angka kemiskinan sebesar 446.040 jiwa. Manajer Pemasaran Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Bambang Wijanarko mengatakan emas batangan Antam yang dijual setiap hari di Pulogadung sangat tergantung dari pasokan emas Pongkor. Setidaknya setiap bulan, kawasan tambang Pongkor menghasilkan 200 kg emas batangan yang dijual langsung di pasar dalam negeri. Hal ini menjadi pertanyaan dimana hasil tambang kekayaan alam yang seharusnya menjadi keuntungan kita? Ini menandakan pemerintah lagi-lagi gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah membiarkan perusahaan-perusahaan menggerogoti kemudian buang begitu saja. Seperti pribahasa habis manis sepah dibuang, tapi pemerintah masih saja membiarkan mereka mengambil kekayaan alam yang seharusnya jadi potensi Indonesia. Apa yang didapat Indonesia? Tidak ada selain emosi dan tangisan, yang ditinggalkan mereka hanya kerusakan.

Si Amerika lagi-lagi dibiarkan merajalela menguasai kekayaan kita. Tidak hanya gunung Salak si “perak” dari pulau Jawa. Tapi gunung Ceremai dibiarkan pemerintah dikuasai mereka. Pemerintah bukan lagi wakil rakyat. Mereka wakil negeri asing yang menusuk kita dari belakang. Mereka menjadi kaki tangan pemodal asing. Gunung Ceremai dijual kepada Chevron. Gunung ini dieksploitasi tanpa memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Tidak heran jika jumlah rakyat miskin di Indonesia kian tahun kian bertambah. Pemerintah itu lah yang sebenarnya penjajah kita. Mereka membuka peluang yang cukup besar kepada pemilik modal untuk menguasai kekayaan alam kita. Dampaknya apa? Selain saudaranya sendiri yang tergilas. Pemerintah melakukan ini hanya demi kepentingan para investor. Nasib Salak sama malanganya dengan Ceremai. Mereka akan jadi korban dari eksploitasi asing. Tidak hanya Salak dan Ceremai yang mengalami sakit, masyarakat sekitar juga. Masyarakat kecil penggarap lahan dilarang beraktivitas di lahan yang harusnya hasilnya menjadi milik mereka. Apa yang dihasilkan si Amerika bagi Ceremai? Hanya kerusakan lingkungan, dan manfaat listrik sama sekali tidak dirasakan warga. Sampai kapan lagi kita mau diperkosa? Pola pembangunan pertambangan yang dikelola oleh swasta sangat berorientasi pada keuntungan sehingga kepentingan masyarakat terabaikan. Apa yang didapat Indonesia? Tidak ada selain emosi dan tangisan.

Seharusnya kita yang berhak mengambil keuntungan. Seharusnya kita bisa mengusir mereka. Seharusnya kita bisa sejahtera. Seharusnya Indonesia sudah bersikap dewasa seturut umurnya yang ke-70

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun