Mohon tunggu...
Rudi Darma
Rudi Darma Mohon Tunggu... Administrasi - pemuda senang berkarya

pemuda yang menjadi dirinya di kampung halaman

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

"Gentlemen" dan "Respect"

24 Mei 2019   07:07 Diperbarui: 24 Mei 2019   07:39 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompasinternasional

Mungkin kita ingat pemilihan umum yang berlangsun di Amerika Serikat pada tahun 2016. Kala itu ada dua calon masing-masing mantan menteri luar negeri zaman pemerintahan Presiden Barack Obama yaitu Hillary Clinton dari Partai Demokrat dan pengusaha terkemuka AS, Donald Trump dari Partai Republic.

Di tingkat rakyat, Hillary memperoleh suara di atas Trump yaitu  sekitar 65,8 juta suara (Hillary) dan Trump sekitar 62,9 juta suara. Hillary unggul atas Trump sekitar 3 persen untuk suara rakyat. Tapi di tingkat electoral dimana masing-masing negara bagian punya perwakilan (semacam DPD) Hillary tumbang, yaitu hanya mendapat sekitar 227 suara electoral dan Trump mencapai 304 suara.

AS memang punya mekanisme pemilu yang sedikit berbeda dengan Indonesia. Mereka  punya 49 negara bagian dan beberapa wilayah administrative punya hak suara secara kewilayahan disamping suara rakyat. Hak suara secara kewilayahan adalah suara electoral yang disebut tadi. Inilah penyebab kekalahan Hillary.

Pada kesempatan pertama setelah mekanisme penghitungan cepat, Hillary mengucapkan selamat kepada Trump karena memenangkan kontestasi dengan mekanisme yang sudah mereka sepakati. Sehingga Trump resmi menjadi presiden AS. 

Meskipun hasil itu menimbulkan ketidakpuasan di kalangan rakyat karena sebagian besar dari mereka lebih memilih Clinton dibanding Trump. Seketika itu juga Hillary mengucapkan selamat atas kemenanan Trump diikuti oleh banyak negara dunia.

Demokrat adalah partai optimistis di AS.  Meski kalah di tingkat DPR pada paruh kedua pemerintahan Barack Obama, Obama mampu tetap bertahan sebagai Presiden meski diwarnai isu perlambatan ekonomi.

Obama sebagai presiden AS pertama yang berkulit hitam dan bisa jadi sebanarnya partai ini menaruh harapan yang sangat besar pada Hilary, untuk menorehkan pada sejarah AS bahwa dia adalah Presiden wanita pertama di AS.

Apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini?  Tentu sulit bagi pendukung Hillary atau orang-orang partai Demokrat untuk menerima kekalahan ini. Tapi Hillary menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk mengucapkan selamat kepada Trump. Begitu juga dengan masyarakat AS, juga mau tak mau harus menaruh hormat pada pilihan electoral itu karena bagaimanapun mereka adalah wakil wilayah yang dipilih oleh rakyat. 

Bagaimanapun pahitnya , mereka harus menerimanya. Sampai sekarang pemerintahan AS berlangsung dengan baik dan melanjutkan pembangunan yang disepakati.

Mungkin Indonesia perlu mencontoh AS dalam konteks ini. Sikap respect dan gentlemen dari Hillary dan masyarakat AS atas kekalahannya harus menjadi inspirasi bagi kita apalagi saat ini dalam suasana ramadan. Bagaimanapun masyarakat Indonesia telah memilih dan hasilnya harus dihormati seluruh rakyat dan pihak.

Indonesia adalah negara besar yang banyak dilirik oleh banyak negara karena kekayaan alam dan masyarakatnya yang majemuk dan kaya atas keberagaman, tapi selama puluhan tahun mampu bersatu atas nama Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun