Mohon tunggu...
rudi kafil yamin
rudi kafil yamin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa yang tak kunjung berkarya

Bergaya dengan karya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerita dari Alex yang Bertemu Mantannya dalam Mimpi

13 April 2020   09:43 Diperbarui: 13 April 2020   11:07 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah cerita dari Alex

yang bertemu Mantan dalam mimpinya
Di catat oleh: Catatan kafil
 
Hari esok adalah hari di mana kita akan bertemu. Malam berjalan dengan begitu cepat, tanpa setiap detiknya terasa terlewati. Hingga ketika fajar tiba, aku bergegas menuju rumahnya. 

Setibanya di sana, ia sudah menungguku di beranda rumah. Kulihat ada yang tampak lembut dalam matanya, dan senyumnya yang manis, melunaskan segala kerinduan yang telah kutahan sebelumnya.
 
Lalu, ia tersenyum kepadaku, bibirnya yang merah bergelegar berkicau begitu mesra, "Yuk".
 
Entah ke mana aku akan berjalan dengannya. Senja yang hangat kini menemani pertemuanku. Burung-burung terbang mengepakkan sayapnya tanpa beban, angin berhembus perlahan kemudian hilang. Ada yang berlalu lalang, mobil-mobil baru dari ukuran kecil hingga besar lewat begitu saja.

Pembaca yang budiman, bayangkan saja pertemuanku dengannya seperti di adegan sebuah film yang romantis.
***
Kami berjalan di sebuah jembatan yang sudah tua di kota Praha. Melewati sungai Vlatva, melihat lampu antik dan patung bergaya eropa klasik, berada di sisi kiri dan kanan jembatan. Semua itu melengkapi pertemuan kami. 

Sambil ditemani senja yang begitu hangat, Sinar matahari turun memantulkan sinarnya dalam wajahnya. Aku menghirup aroma sebuah keindahan. Kami terus berjalan, menyisir kota Praha yang tua, sambil bercengkrama satu atau dua patah kata. Mengingat masa remaja, sampai saat ketika perpisahan kita tiba.
 
Perjalanan yang romantis ini tidak bertahan begitu lama, meskipun langit sudah menguning keemasan. Dalam diriku, aku menyadari satu hal yang amat teramat penting. Sebab apa yang kulalui ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin. 

Berjalan bersamanya, disaat senja tiba, menyusuri setiap sudut jembatan Charles di kota Praha. Membuat aku bergumam pada diriku sendiri, adakah hal yang lebih indah selain dari itu? Ya bagiku, dan mungkin tidak bagi pembaca sekalian.
 
Seketika aku menghentikan langkahku sejenak dan berpikir. Instingku naluriahku berkata bahwa ini merupakan mimpi! Dalam hati ingin kuyakinkan bahwa ini bukan mimpi, meskipun kuakui apabila itu mimpi, itu adalah mimpi yang Bahagia dan cukup baik.

Kucubitlah pipiku dengan sekuat tenaga, merasakan rasa sakit karena wajahku telah dicubit oleh jemariku sendiri. Setelah kucubit, terasa bahwa rasa sakit itu ada. Muncul dalam benakku bahwa setelah kucubit wajahku ada rasa sakit. 

Entah itu rasa sakit yang mana, tercubitnya pipiku ataukah rasa sakit yang lain. Aku pastikan kembali untuk mencubit wajahku sekali lagi. Rasanya nyeri itu masih ada. 

Hingga yang ketiga kalinya aku benar-benar meyakinkan diri bahwa itu bukanlah sebuah mimpi! Dalam hati aku bergumam, "Terima kasih Tuhan untuk pertemuan saat ini, saat dimana aku merasa benar-benar Bahagia sekali".
 
Betapa bahagianya diriku, pembaca yang budiman, bahwa itu semua bukanlah mimpi! Bukan sama sekali! Sebab kini moment di mana aku berjalan di sampingnya memang benar adanya. Setelah aku diam sejenak dan memastikan bahwa itu bukanlah mimpi, aku lumayan jauh berada di belakangnya. 

Tiba-tiba ia berkata, "Ngapain kamu diem?" ia pun merasa heran, Sambil menjulurkan tangannya, ia mengajaku kembali berada di sampingnya dan berkata lagi, "Yuk".
 
Maka, kurenggut lengannya sambil melihat bola matanya yang indah, dan menggenggam lima jemarinya menyatu dalam jemariku. Rasanya begitu hangat, hati terasa menjadi bahagia sebab kini ia berada di sampingku. 

Kemudian, aku berjalan menyusuri jalan, sesekali ia berbicara dengan nada yang lembut sambil tertawa tipis, jemarinya menunjuk ke arah sungai Vlatva sambil berucap sejarah kota Praha yang tua ini. 

Bagiku, kata-kata nya merupakan sebuah mantra, entah kata apapun yang terucap dari bibirnya dapat mampu merasukiku. Hampir-hampir aku tak berdaya dibuatnya, kupandangi ia dalam-dalam--lesung pipinya, lekuk bibirnya, bola matanya, membuat hati penuh dengan perasaan bahagia.
 
Aku dengannya kembali berjalan menyusuri jembatan Charles. Udaranya yang dingin nan sejuk, langit yang menguning keemasan, sungainya yang bersih membuat perjalanan kami semakin lengkap. 

Sesekali aku hilang kendali saat ia mengajakku berbicara. Yang bisa kulakukan hanyalah terus menatap dirinya terus menerus dan menghiraukan apa yang dia katakan. Ah manisku.

***
 Hingga suasana berubah dengan begitu saja, tiba-tiba aku sedang berada di rumah. Kusadari dengan penuh rasa sadar bahwa itu memang merupakan sebuah mimpi. Sebab apapun yang terjadi dengan begitu cepat hanya mampu terjadi di mimpi! 

Atas hal itu aku sungguh benar yakin bahwa itu merupakan sebuah mimpi, Dengan penuh rasa penyesalan aku menggerutu, "Sekali pun tadi mimpi, kenapa harus berganti cerita? Sial!"
 
Cerita di mimpi belum usai, terdengarlah suara Emak membangunkanku. Dengan suaranya yang keras ia memanggilku sambil berteriak dari arah dapur, "Ade bangun!!! Udah jam berapa ini? Baru aja jadi Sarjana, kerja enggak, tidur udah kaya orang mati!"
 
Begitulah pembaca yang budiman sekalian, aku menyadari dan benar-benar yakin bahwa suara itu bukan lagi mimpi, itu adalah suara ibuku yang kusayangi memanggilku untuk bangun dari mimpi yang begitu indah. 

Kenapa saya katakan bahwa mimpi itu indah? Pembaca yang Budiman sekalian, Bukan karena aku sempat memilikinya dan ia sempat memilikiku. Pada kenyataanya, di cakrwala hatiku ia masih ada, tersimpan begitu rapih.
 
Pembaca yang budiman sekalian, meskipun mimpi tadi sesaat dapat menipuku dari rasa sakit. Seberapa indah mimpi jika itu tetap mimpi? Sekalipun tadi ada sebuah adegan dimana aku mencubit wajahku sendiri, 

Tapi pada faktanya, itu tetaplah mimpi jangan sesekali pembaca yang Budiman merasakan hal itu, biar aku saja, cukup. Meskipun tadi endingnya memberikan rasa sakit juga, tapi tak mengapalah. Toh, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit itu.
 
Kini aku harus terbangun dan memulai kembali cerita hidupku yang asli, jika aku tak segera bangun aku khawatir ibuku akan menyiramku dengan air dingin jadi maaf sekali lagi pembaca yang budiman aku harus sesegera bangun.
 
Bagimu yang berada dalam mimpiku, tetaplah menjadi manis meskipun aku hanya bisa memilikimu dalam mimpi. Hatiku pun sudah cukup bahagia. Itu saja cukup, sekian.
 
Pertemuan
 
Ada kaki yang melangkah Bersama melewati jembatan tua
Praha yang jauh membawaku berada disampingmu
Langit yang membentang, patung-patung bergaya eropa
Menjadi kisah, antara aku dan dirimu...
 
Adakalanya tiba saat hendak kita mesti bicara
Perihal rindu yang menggebu dan cinta yang tak pernah bicara
Mari sini sayangku
Rengkuh aku dalam mimpi itu
 
Meski dalam mimpi kita menghardikan kenyataan
Cinta yang diterima, bisa menjadi apa saja
Meskipun meleburkan segala batas
 
Mari sini manisku
Rengkuh aku lagi...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun