Mohon tunggu...
Rudi Haryono
Rudi Haryono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Muhammadiyah Bogor Raya (UMBARA) - Mahasiswa S3 Linguistik Terapan Bahasa Inggris Unika Atma Jaya Jakarta

Educator, Sociopreneur, Youth Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa: Sarana Ibadah Menuju Kesalehan Paripurna

4 April 2022   10:29 Diperbarui: 4 April 2022   11:23 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Puasa: Sarana Ibadah  Menuju Keshalehan Paripurna

Sebagai seorang muslim yang sudah paruh baya, penulis merasakan betul bagaimana suasana atau atmosfer sosial berpuasa selama puluhan tahun sejak seingat penulis berpuasa. Pengalaman---pengalaman berpuasa selama puluhan tahun juga selalu memberikan suatu nilai (value) pengalaman spiritual personal yang membekas setelah berpuasa. Salah satu hal yang penulis dapatkan hikmah dari perintah agama untuk berpuasa adalah dibalik semua "pantangan"  atau hal-hal yang dapat membatalkan puasa baik batal secara "biologis" karena membatalkan qaidah fikih atau mengurangi "nilai pahala" dari berpuasa. Menurut hemat penulis inti atau saripati hikmah dari berpuasa adalah bahwa manusia harus dapat mengendalikan diri dari  kesenangan dunia yang berlebihan, manusia tidak boleh lalai terhadap kehidupan akhir (akhirat) yang sesungguhnya, manusia harus dapat menjadikan seluruh aktifitasnya secara menyeluruh sebagai ibadah, manusia tidak hanya memiliki keshalehan pribadi untuk dirinya tapu juga keshalehan sosial untuk sesama. Tulisan singkat ini bermaksud mengeksplorasi dan elaborasi  beberapa hikmah tersebut.

Puasa Sebagai Sarana Untuk  Mengendalikan Keinginan Dunia Yang Berlebihan

 Dalam surat At Takatsur ayat 1-2, Allah swt berfirman "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur." Umat Islam yang percaya dengan Rukun Iman dimana salah satunya memuat percaya kepada hari akhir, harus menjadikan berpuasa sebagai sarana "rem" atau pengendali (controller) dari berbagai macam keinginan dan kesenangan duniawi. Momentum berpuasa selama sebulan penuh harus dijadikan momentum sebagai sebuah "mata kuliah" yang memuat teori dan praktek. Dalam konteks ini berpuasa dengan beberapa karakteristik rutinitasnya seperti tidak makan minum, tidak melakukakan hubungan suami istri di siang hari, dan menjauhi larangan lainnya yang dapat membatalkan puasa baik dalam konteks biologis atau pun non-biologis.

Berpuasa yang menjadikan terciptanya kondisi kolektif yang homogen yaitu kondisi lapar dan haus yang terjadi pada orang berpuasa, saling menahan diri dari hal yang membatalkan puasa, kesadaran kolektif secara berjamaah pada kegiatan sholat, membaca al Quran dan kegiatan rutin di bulan puasa lainnya. Individu yang berpuasa secara lebih khusus (khawas al khawas), berpuasa dalam level puasa batin (tidak hanya berpuasa untuk tidak makan minum dan larangan biologis lainnya), akan menjadikan ibadah puasa sebagai benteng atau rem kehidupan untuk tidak terlalu berlebihan dalam kehidupan dunia dan menjadikan dunia hanya sebagai sarana atau tempat beribadah kepada Allah swt dan tidak lalai dengan kehidupan akherat.

Puasa Sebagai Sarana Supaya Tidak Lalai Terhadap Kehidupan Akhir (Akherat)

Dalam setiap diri muslim meyakini sepenuhnya bahwa dunia ini hanyalah tempat transit atau terminal dari sekian fase terminal kehidupan menuju akherat yang kekal abadi kelak, dunia BUKAN akhir sebuah kehidupan. Namun sebagai manusia yang kodratnya memiliki potensi untuk berdosa, berbuat zhalim dan maksiat dikarenakan godaan setan, maka seringkali manusia lupa dengan hakekat kehidupan  yang sebenarnya.

Momentum berpuasa sejatinya menjadikan manusia untuk lebih menjadikan ibadah puasa sebagai starting point atau titik awal untuk lebih memperbaiki secara terus menerus paradigma dalam memandang kehidupan. Perubahan paradigma utama bahwa jangan sampai manusia mau menukar kehidupan dunia yang sementara dengan mengorbankan kehidupan akherat yang kekal. Dalam kehidupan manusia harus tetap menggunakan "standar akherat" untuk keselamatan di dua tempat yaitu dunia dan akherat. Atmosper atau suasaa kebatinan spiritual sosial berpuasa di bulan Ramadhan yang terbentuk sejatinya dapat mencipitakan individu semakin shaleh baik secara individu (habluminnallah) maupun shaleh secara sosial (hablumminannas).

Puasa Sebagai Sarana Afirmasi Penegasan Hidup Adalah Ibadah

Di bulan Ramadhan yang istimewa ini, umat Islam melaksanakan 2 (dua) ibadah tambahan  yang dimuat dalam Rukun Islam yaitu Puasa dan Zakat, sehingga level parameter ibadah yang tercantum dalam Rukun Islam mendekati lengkap atau sempurna, kecuali bagi muslim yang sudah melaksanakan ibadah Haji maka lengkaplah sudah dalam melaksanakan 5 Rukun Islam. Pelaksanaan ibadah puasa selama satu bulan penuh tentunya sesuai tujuannya  yaitu supaya menjadikan individu muslim yang bertaqwa (muttaqin) sangat kontributif dalam proses pencapaian "sempurnanya" pelaksanaan 5 Rukun Islam.

Individu muslim yang sudah terinternalisasi seluruh pandangan, doktrin, keyakinan dan pengalaman empiris (practice) spiritual keagamannya dalam ber-Islam, maka dia akan menjadikan seluruh kegiatan personalnya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dia akan istiqomah dalam menjaga seluruh aktifitas pribadinya sesuai tuntunan agama mulai dari kebiasaan berpikir, berucap dan berperilaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun