Mohon tunggu...
Raylis Sumitra
Raylis Sumitra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Saat Alumni, Menghadang De-moralisasi Politik 2019

19 Januari 2019   16:32 Diperbarui: 19 Januari 2019   16:58 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kelompok Intelektual menyeruak menampakkan dukungan kepada pasangan Jokowi - Kiai Ma'ruf di Pilpres 2019. Ya, ini adalah wujud tangung jawab moral ancaman demoralisasi politik. 
Apa yang dilakukan para alumni perguruan tinggi beberapa kampus negeri ternama di Indonesia.  Sebuah akumulasi keresahaan sosial mereka terhadap situasi politik kekinian.  Politik yang tanpa mengedepankan moralitas dan nilai-nilai ke-Indonesiaan.  Fitnah,  Penyebaran berita bohong,  caci-maki dan ujaran kebencian. Dianggap sebagai sebuah kelayakaan. 
Miris,  melihat iklim politik hari ini. Publik dipertontonkan dengan kampanye politik yang jauh dari semangat demokrasi. Tiap hari disajikan hasutan-hasutan yang provokatif. Yang isinya,  mengaduk-aduk heterogenitas tatanan sosial masyakarakat kita.  Perbedaan yang selama ini menjadi kekayaan sistem sosial Indonesia.  Sekarang menjadi ancaman yang menakutkan.  Suatu saat akan berbenturan yang berakibat terjadinya konflik di akar rumput. 
Itulah,  yang membuat kaum intelektual merasa terpanggil.  Gerakan mengatasnamakan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Ternama,  berkumpul memberikan dukungan kepada Jokowi - KH. Ma'ruf Amin.  Diawali Alumni Universitas Indonesia yang berkumpul di Parkir Gelora Bung Karno.  Dan dilanjutkan dengan dengan gerakan serupa di kampus-kampus negeri lainnya di daerah. 
Ini adalah tangung jawab moral kaum intelektual.  Mereka yang memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan diatas rata-rata, merasa terpanggil dengan kondisi tersebut.  Tentu saja tujuannya ingin menyelamatkan perjalan demokrasi Indonesia dari ancaman perpecahaan. 
Kendati,  dalam pandangan kesataraan gerakan Alumni ini terkesan ada dikotomi kelas sosial.  Tapi ini adalah cara yang harus dilakukan guna melawan serbuan politik perpecahaan.  Pesan yang ingin disampaikan para Alumni tersebut sebenarnya sebuah peringatan.  Agar masyarakat tidak mudah terprovokasi.  Dan tetap mengedapankan moral dalam politik. 
Kenapa Harus Jokowi
Dengan kemampuan rasionalitas dan objektifitas akademis.  Para alumni kampus perguruan negeri ini,  menentukan arah dukungannya kepada pasangan Jokowi - KH. Ma'ruf Amin.  Pasalnya,  Jokowi lebih mengedepankan kampanye lebih dialogis.  Menawarkan progam kerja kepada masyarakat. Bukan caci-maki,  fitnah,  berita bohong.  Semua yang dilakukan Jokowi dalam batas kewajaran kampanye. 
Situasi carut-marut saat ini,  tidak lain efek dari strategi politik yang digunakan Prabowo-Sandi.  Politisasi agama,  Penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian. Semua yang dilakukan mempunyai implikasi negatif dalam pembangunan sumber daya manusia kedepannya. 
Politisasi agama,  akan menganggu toleransi antar umat beragama.  Yang selama ini terjalin harmonis di masyarakat.  Politisasi agama hanya menimbulkan fanatisme saja. Persoalan ketuhanaan telah diatur dalam Pancasila. 
Lalu,  penyebaraan berita bohong.  Catatan besar penyebaraan berita bohong adalah kasus Ratna Sarumpaet.  Yang mengaku dianiayi tetapi ternyata tidak. Apapun alibinya,  Ratna Sarumpaet adalah bagian dari tim pemenagan Prabowo.  Yang tidak kalah hebob,  kasus 7 kontainer surat suara terjoblos. Kasus ini jelas,  memiliki motif melegitimasi proses pemilu.  Seolah-olah penyelengara pemilu tidak kredibel.  Dan masih banyak lagi perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan pendidikan politik bagi masyarakat. 
Ya,  apa yang dilakukan Prabowo-Sandi bukan faktor ketidak sengajaan.  Melainkan sebuah strategi politik yang sedang dimainkan.  Mereka memainkan skenario politik seperti diketahui dibelakang Prabowo adalab Rob Allyn.  Seorang konsultan politik yang disewa Prabowo sejak 2009 lalu. 
Dia Warga Negara Amerika Serikat yang lahir 18 Oktober 1959. Profesinya selain konsultan politik juga penulis dan producer film. Orang ini terkenal sebagai Raja Plintir Tingkat Dewa, Master Rekayasa dan Jagoan Pemutarbalikan Fakta. Kebenaran pun bisa diplintir menjadi suatu kesalahan dengan cara-cara yang keji dan menghalalkan segala cara. Rob Allyn tidak peduli kerusakan yang ditimbulkan akibat ulahnya, dia hanya peduli dengan kemenangan orang yang membayarnya.
Berbagai propaganda hitam, HOAX dan ujaran kebencian setiap saat diproduksi oleh Rob Allyn terus menerus secara masif dan sistematis untuk menyudutkan lawannya. Dan penyebaran dilakukan dengan berbagai cara sehingga sebuah fitnah yang keji dan biadab "seolah-olah" menjadi kebenaran dan dianut oleh kaum pekok yang nalar dan akal sehatnya sudah tertutup kebencian dan kebodohan. Search formSearch    You are here Rob Allyn : Sang Master Rekayasa, Konsultan Politik Kubu Lawan Jokowi
Alasan inilah,  yang membuat kaum intelektual bergerak.  Mereka melihat demoralisasi politik Indonesia dalam pilpres 2019. Sebagai kaum intelektual,  mereka merasa terpanggil.  Untuk membentengi kontruksi sosial yang penuh toleransi,  kerukunan,  gotong-royong ini.  Dukungan kepada Jokowi hanyalah sebagai bentuk kekhawatiran saja. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun