Mohon tunggu...
Rudi Ahmad Suryadi
Rudi Ahmad Suryadi Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar Keislaman

Mengeja rangkaian kata dalam samudera khazanah keislaman

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ragam Penetapan Ramadan dan Syawal

12 Mei 2021   14:00 Diperbarui: 12 Mei 2021   14:06 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://techno.okezone.com

Masuknya bulan Ramadan ditentukan oleh melihat bulan sabit (hilal). Bulan ini, apabila terlihat, Ramadan telah tiba dan kaum muslimin hendaknya berpuasa. Ketentuan ini disebutkan pada Q.S. al-Baqarah: 185: “barang siapa yang menyaksikan datangnya bulan, hendaklah ia berpuasa”. Di Indonsia, penetapan masuknya Ramadan diputuskan melalu sidang itsbat  oleh Kementerian Agama. Apabila pada beberapa titik untuk melihat bulan terdapat orang yang meyaksikan bulan, maka Kementerian Agama menetapkan datangnya bulan Ramadan dengan penetapan tersebut. Tentunya didukung oleh persaksian yang sahih dan sesuatu prosedur.   

Alm. Prof. KH. Ali Mustafa Yakub, pada salah satu bukunya berbicara secara detail penetapan Ramadan ini, bahkan ia kaitkan dengan penetapan Syawal dan Dzulhijjah.  Perbedaan yang muncul di Indonesia bukan dalam datangnya bulan Ramadan, melainkan pada penetapan datangnya bulan tersebut.  Begitu pula, perbedaan pada penetapan 1 Syawal, sebab Idul Fitri menjadi hari besar yang didambakan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia.

Pada buku yang ditulisnya tahun 2013, beliau memandang perbedaan tersebut memunculkan perdebatan bahkan perpecahan dan saling mencela antara satu dengan lainnya.  Mereka mengerjakan salat Idul Fitri dengan waktu yang berbeda, karena perbedaan penetapan tersebut.  Tak sedikit muncul ungkapan yang saling mencela satu sama lain.

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa pada tahun 2002 agar kaum muslimin Indonesia bersatu dalam penetapan datangnya bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Penyatuan penetapan dilakukan oleh Kementerian Agama RI. Kaum muslimin Indonesia wajib taat pada  kementerian ini terkait penetepaan datangnya  bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah.

Tak diragukan, kaum muslimin di Indonesia mengharapkan munculnya fatwa ini menjadi dorongan untuk penyatuan penetapan. Bahkan, mereka berharap tidak ada perbedaan kembali dengan penetapan hal ini.  Prof. KH. Ali Mustafa Yakub (alm.), berpandangan, itu hanya harapan, tapi kenyataannya lain.  Setelah keluarnya fatwa tahun 2013, kaum muslimin di Indonesia tetap berbeda dalam penetapan datangnya bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Lebih lanjut, perbedaan ini masuk pula pada peribatan, seperti tertuang dalam bukunya, Itsbat Syahr Ramadhan wa Syawwal Wa Dzi al-Hijjah.  

Perbedaan mereka tidak hanya pada hisab dan rukyat.  Perbedaan  mencapai sembilan metode.  Perbedaan ini menurutnya akan menyedihkan apabila berpotensi mendorong perpecahan.  Di Indonesia, dalam catatan Ali Mustafa Yakub (alm.), sampai dengan tahun 2012 terdapat sembilan cara penetapan bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Sementara Rasulullah Saw. hanya menetapkannya dengan rukyat atau menyempurnakan hitungan bulan. 

Pertama, melihat bulan sabit (ru’yah al-hilal).  Apabila tidak sempurna atau tidak berhasil terlihat, memilih cara menyempurnakan hitungan bulan. Kedua,  menyempurnakan hitungan bulan Syaban, Ramadan, atau Dzulkadah apabila tidak berhasil atau sempurna dalam melihat bulan. Kedua cara ini banyak digunakan oleh kaum muslimin Indonesia.

Ketiga, munculnya bulan (wujud al-hilal). Ahli astronomi atau falak sebelum datangnya Ramadan berpendapat bulan sabit Ramadan akan terbit atau terlihat pada hari tertentu tanggal sekian dengan ketinggian satu derajat di atas ufuk misalnya. Bulan sabit pada ketinggian ini tidak mungkin terlihat dengan kasat mata. Mereka menyatakan bulan sabit Ramadan telah muncul di atas ufuk walaupun tidak terlihat, lalu menetapkan Ramadan tiba dan mewajibkan yang lain berpuasa. Cara ini dilakukan oleh sebagian orang muslim di Indonesia.

Keempat, imkan al-ru’yah (kemungkinan dapat terlihat).  Ahli astronomi atau falak sebelum datangnya Ramadan berpendapat bulan sabit Ramadan akan terbit atau terlihat pada hari tertentu tanggal sekian dengan ketinggian sepuluh derajat di atas ufuk misalnya. Bulan sabit pada ketinggan ini mungkin dapat terlihat. Bulan tersebut sampai ujung bulan Syaban tidak terlihat sempurna karena terhalang oleh awan atau kondisi lain. Menurut kelompok ini, puasa wajib dilaksanakan pada hari tersebut walaupun bulan sabit tidak kelihatan sempurna.  Namun apabilan bulan tidak mungkin terlihat karena berada pada ketinggian satu derajat, menurut kelompok keempat ini, kaum muslimin hendaknya menyempurnakan hitungan bulan Syaban.

Kelima, perasaan syaikh. Apabila syaikh merasakan pada hatinya bahwa Ramadan telah tiba, pengikutnya harus berpuasa pada hari tersebut.  Keenam, tanda-tanda alam. Apabila muncul tanda-tanda alam seperti air laut pasang, hal ini menunjukkan Ramadan telah tiba. Ini terdapat pada beberapa kelompok di Indonesia, yang biasanya mengatasnamakan kelompok tarekat tertentu.

Ketujuh, meniadakan dua khutbah pada hari bersamaan. Kelompok ini berpendapat tidak boleh menggabung atau dilaksanakannya dua khutbah pada hari bersamaan. Contohnya adalah idul fitri yang jatuh pada hari Jumat. Apabila perhitungan astronomi menunjukkan Idulfitri atau iduladha jatuh pada hari Jumat, mereka memindahkannya idulfitri atau iduladha pada hari kamis atau sabtu. Pendapat ini dipegang oleh sekelompok kecil kaum muslimin di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun