Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Tanda-tanda Anda Sudah Kebanyakan Sharing Info Diri di Social Media”

1 Juni 2016   01:53 Diperbarui: 1 Juni 2016   02:12 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Social mediasudah sulit dipisahkan dari penggunanya. Manfaatnya juga banyak, terutama yang berkaitan dengan promosi. Mau berbagi info terkini, seperti berita terkini dari beragam portal sekaligus? Bisa. Mau jualan barang atau menawarkan jasa keahlian tertentu? Apalagi.

            Tidak hanya itu, social mediajuga dapat mempertemukan teman lama kembali dan mempererat hubungan dengan keluarga yang (sedang) jauh. Anda bisa saling bertukar kabar dengan tante di luar kota atau mengobrol dengan sepupu yang sedang kuliah di luar negeri. Jarak dan waktu pun teratasi. Berbagi info orang hilang hingga tips mencegah kejahatan? Bisa juga. Pokoknya banyak sekali.

            Tapi, social mediajuga ibarat kotak Pandora versi digital. Tidak hanya yang bagus-bagus, yang sebaliknya juga banyak. Salah social media?Bukan. Salah manusianya yang lagi-lagi berlebihan. Mulai dari ajang pamer macam-macam hingga saling sindir dan cela, bertengkar, hingga sebar-sebar aib orang. Sampai-sampai ada yang rajin menyindir perilaku sesama lewat postingdi social mediamereka, tanpa khawatir atau peduli bakalan dibenci. Yang hobi mengeluh di social mediasecara terbuka dan keterusan mereka cela-cela sebagai tukang cari perhatian dan kekurangan kasih sayang. Yang berantem lewat social mediamereka sebut sebagai raja/ratu (pencipta) drama.

            Lalu, bagaimana dengan mereka yang hobi postingmomen bahagia serta hal-hal positif lainnya? Ternyata juga tidak bebas kritikan dan celaan, tuh. Mulai dari dituduh pamer hingga hanya ingin melanggengkan pencitraan belaka, alias pura-pura bahagia meski sebenarnya tidak.

            Susah juga, ya? Standar tiap orang mengenai yang dianggap berlebihan pasti berbeda. Bisa jadi yang mereka anggap biasa saja jadi tampak lebay(berlebihan) di mata Anda. Mungkin saja niat Anda hanya ingin menegur dan mengingatkan mereka, namun soal salah strategi (termasuk pilihan kata) malah bisa jadi bumerang. Anda malah dipandang sebagai tukang nyinyir dan sok ikut campur urusan pribadi orang lain. Memang, semua orang bebas berpendapat. Namun, semua juga harus siap dengan risikonya. Tidak semua orang harus suka dan terima.

            Daripada terus saling serang di social mediatanpa henti (alias sampai trolling), saya sendiri lebih memilih untuk membuat batasan sendiri. Menurut saya, ini tanda-tanda Anda sudah kebanyakan sharingseputar info diri di social media:

  • Nyawa jadi taruhan

Ada alasan saya jarang updatelokasi keberadaan saya di social media,apalagi saat sedang benar-benar sendirian dan di tempat sepi pula. Misalnya: tidak mungkin saya updatestatus lokasi saat lagi joggingsendirian di tempat sepi. Alasannya? Selain sudah pernah dikuntit stalkertak dikenal selama enam bulan (http://www.kompasiana.com/rubyastari/tentang-penguntit-stalker_566e7e20309773f9077de3e8), tidak pernah ada yang bisa benar-benar tahu niat maupun pikiran sesama manusia. Mungkin saya terdengar parnodan lebay, tapi sudah banyak sekali bukan, kasus pembunuhan bermotif dendam dari orang terdekat? Tahu Anda sedang sendirian di tempat itu,mungkin sekali Anda lebih mudah jadi sasaran. (Jangan juga terlalu pede dengan merasa bahwa Anda orang baik yang tidak pernah menyakiti siapa-siapa. Kadang ada juga orang gila yang kurang kerjaan.)

  • Karir bisa terhambat atau bahkan hancur berantakan

Tidak perlu yang ekstrim seperti menjelek-jelekkan rekan kerja, bos, atau bahkan perusahaan tempat Anda bekerja secara terbuka. Meski Anda tidak memberitahukan akun social mediaAnda kepada pihak HRD tempat Anda bekerja, prosedur ‘screen-grab’dari ‘orang dalam’(baca:salah satu teman terdekat Anda yang diam-diam berkhianat) tetap membuat Anda bisa kena masalah. Selain itu, terlalu sering mengeluh tentang segala hal – meski tidak berkaitan dengan pekerjaan sekali pun –membuat Anda terlihat labil dan tidak dewasa. Boro-boro dapat promosi atau naik pangkat dan gaji. Dipertahankan juga belum tentu.

  • Merusak hubungan antar manusia

Ini yang paling sering terjadi. Berawal dari saling sindir, berakhir dengan perang terbuka hingga akhirnya musuhan. Saling removeatau blokir sekalian, hingga ribut beneran di dunia nyata. Apa bedanya dengan berantem terus ditonton banyak orang di ruang publik? Jangan marah bila sebutan “raja/ratu drama”keluar khusus untuk Anda. Percayalah, tidak semua orang tertarik ingin melihat sinetron murahan buatan Anda. Masalah mereka sendiri pasti sudah banyak juga.

  • Tuntutan hukum

Pernah dengar UU ITE? - https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik

  • Rentan terkena gangguan jiwa

Entah itu berawal dari hobi foto selfie yang kebablasan, mudah stres karena terlalu peduli dengan komentar orang di social media, hingga mem-bullyorang di dunia maya hanya karena Anda “bisa”dan setidaknya tidak di depan muka mereka, Anda sama-sama rentan terkena gangguan jiwa. Kebanyakan foto selfie membuat Anda jadi terlalu mengkhawatirkan penampilan luar hingga berpotensi terkena BDD (body dysmorphic disorder)atau tidak memperhatikan keselamatan jiwa sendiri (seperti sengaja ‘menyerempet bahaya’demi mendapatkan foto selfie paling nge-hits, yang mungkin hanya akan bertahan di #trendingtopicsbarang beberapa hari saja.) Terlalu peduli dengan komentar negatif para internet trolldapat membuat Anda lupa dengan hal-hal lain yang lebih indah dalam hidup Anda dan seharusnya Anda syukuri. (Keluarga dan teman-teman di dunia nyata, mungkin?) Menjadi cyber-bullyatau internet troll?Ah, masa Anda rela waktu berharga Anda terbuang percuma hanya untuk menjadi psikopat versi digital?

  • Pencurian identitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun