Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Perjalanan Itu..."

18 November 2014   06:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:33 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku takkan pernah melupakan perjalanan kita pada waktu liburan itu...

“Kapan sih, kamu mau belajar menyetir?” gerutumu siang itu, sembari menyetir di jalanan sepi. “Kamu perlu bisa, lho.”

Aku mendesah kesal. Lagi-lagi topik itu, rutukku dalam hati. “Aku tahu,” ucapku akhirnya, sambil memalingkan muka. Aku enggan memandangmu setiap kali kita bertengkar, karena sungguh...secakep apa pun kamu, wajahmu tetap tidak enak dilihat kala merengut begitu. Tolong, deh. “Cuma belum ada waktu.”

“Terus kapan?” tuntutmu. “Dari tahun-tahun lalu, jawabanmu selalu itu.”

Ah, kamu. Aku ‘kan, sudah jutaan kali bercerita. Tentang kakak dan adikku yang jauh lebih jago menyetir. Tentang aku yang pernah nyaris menabrakkan mobilku ke arah bus yang tengah melaju, gara-gara meleng. Cukup traumatis. Setelah itu, bukannya makin didukung agar jangan mudah menyerah – Mama malah menepuk kepalaku sambil berkata:

“Nggak apa-apa, kamu jadi ibu bos aja. Biar orang lain yang menyetirimu kemana-mana.”

Entah kenapa, aku menangkapnya sebagai sindiran. Aku merasa gagal...

--- // ---

Aku takkan pernah melupakan liburan itu, saat dimana aku menyesal kenapa begitu mudah menyerah untuk belajar menyetir sampai bisa – tak peduli ucapan Mama dulu.

Kamu lelah. Ah, harusnya kita menepi dulu sore itu. Entah kenapa, meski lelah dan sering menggerutu oleh ketidakmampuanku menyetir, kamu tidak berhenti. Tanggung, katamu waktu itu. Lebih baik kita segera sampai tempat penginapan terdekat, agar dapat tidur lebih nyenyak di kasur. Tidur di mobil membuat lehermu pegal-pegal. Kamu tidak suka.

Aku hanya ingat cahaya lampu depan truk di depan kita – dan suara nyaring klakson sebelum benturan keras itu melemparkan kesadaranku dalam kegelapan...

Sudah setahun, namun masih terasa bagai kemarin. Sayang, kurasa kamu takkan sempat melihatku mulai belajar menyetir lagi, setelah sekian lama. Beruntunglah mereka menyediakan mobil khusus untukku, agar aku tidak perlu susah-payah turun dari kursi rodaku...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun