Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

12 Cara Sembuhkan Patah Hati Ala Penulis Gila Kerja

14 Oktober 2015   09:40 Diperbarui: 14 Oktober 2015   12:44 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  1. Berlawanan dengan cara beberapa orang yang mungkin akan dengan senang hati pamer pada Anda bahwa mereka (sok) kuat karena bisa cepat move on, langkah pertama yang harus Anda ambil adalah: akui masalah. Jujurlah pada diri sendiri bahwa ya, Anda patah hati. Sakit itu benar-benar ada ‘di sini’ (*sambil menunjuk dada – dan mungkin juga kepala, bila sampai pakai acara pusing segala!*)

Sayangnya, tidak semua orang di dunia ini akan (selalu) mengerti masalah Anda, jadi tidak perlulah ‘diumbar’ kepada sejuta umat, meski ada social media segala. Walaupun ada beberapa teman dekat yang bisa jadi tempat curhat, tetap jangan sering-sering juga membanjiri telinga mereka dengan cerita sedih yang sama. Bukan apa-apa, Anda pasti juga eneg ‘kan, bila selalu disuguhi cerita yang sama? Kecuali bila Anda terapis handal.

 

  1. Banyak-banyak berdoa. Ya, maaf. Ini harusnya memang di urutan pertama. Caranya? Terserah agama dan kepercayaan masing-masing.
  2. Puas-puasin deh, melampiaskan emosi – selama masih dalam takaran wajar dan cara yang sehat. Mau menangis pas lagi sendirian di kamar? Silakan. Sambil dengerin lagu-lagu mellow atau yang heavy metal sekalian? (‘Kan tergantung selera masing-masing.) Tidak ada yang melarang. Kalau sampai ada, cuekin saja. Memangnya siapa mereka? Suka-suka Anda, dong!

Mau pakai acara banting-banting barang atau “pecahkan saja gelasnya, biar ramai...biar gaduh sampai mengaduh” kayak puisinya Rangga yang dibacakan Cinta? Jangan. Selain berisik dan asli bisa ganggu orang sekitar, ada kemungkinan besar Anda akan menyesal saat menyadari bahwa ternyata Anda masih membutuhkan barang-barang tersebut, namun sayangnya sudah terlanjur Anda pecahkan semua. Nah, lho.

  1. Lakukan selective hearing dan Meski sedang sangat haus akan perhatian, pengertian, dan dukungan – ada baiknya Anda tidak bercerita kepada sembarang orang. (Darimana Anda bisa tahu? Maaf, saya sendiri juga bukan ahli nujum. Selamat berburu.) Selain tidak / belum tentu semua orang akan mengerti masalah Anda, kemungkinan terburuk adalah Anda yang malah akan disalahkan. “Cewek/cowok kayak gitu kok, diharapin.” Atau: “Sudahlah, masih banyak ikan di laut ini.” (Padahal, jelas-jelas Anda maunya sama orang, bukan ikan!)

Meski dalam hal ini kebetulan memang Anda yang salah, yakin Anda mau mendengar omelan mereka? Apa gunanya coba? Sudah kejadian. (Dengan catatan: Anda cukup dewasa dan berbesar hati untuk mengakui bahwa Anda manusia biasa yang banyak salah, bukan selalu bertingkah seperti korban tak berdaya.)

  1. Saatnya libur jadi ‘orang dewasa dengan segudang problema/drama’. Sediakan sehari dimana Anda bisa (pura-pura) jadi anak-anak lagi. Mau nonton film kartun, baca buku cerita anak, main sama keponakan yang masih kecil, menggambar, terserah. Percaya atau tidak, cara ini cukup ampuh mengusir stres dan bikin rileks, dengan catatan: tidak keterusan dan tidak dilakukan saat jam kerja, kecuali ingin atasan mengirim Anda ke ahli jiwa atau meminta Anda berhenti bekerja – atau malah keduanya!
  2. Sibukkan diri Anda dengan berbagai kegiatan yang lebih berguna. Kalau bisa, sampai Anda tidak punya waktu lagi untuk memikirkan si penyebab patah hati. Kerja kek, nongkrong dengan teman-teman (semoga nggak ada yang menyinggung-nyinggung ‘sosok itu’), berkumpul dengan keluarga (semoga nggak ada yang ribut bertanya kapan Anda akan berhenti melajang dan segera menikah sesuai harapan mereka), dan mengerjakan hobi. (Ya, terutama menulis.)
  3. Mungkin Anda bukan tipe yang banyak bicara atau tukang curhat, tapi biarkanlah karya Anda yang ‘berbicara’. Mau melukis, menari, menyanyi, menulis puisi, cerpen, novel, atau artikel semacam ini? Terserah. Mau ada yang mengejek Anda sebagai sosok cengeng atau kayak Taylor Swift yang hobi menyindir mantan lewat lagu-lagu ciptaannya? Aminkan saja untuk ejekan terakhir, siapa tahu Anda beneran bisa jadi ngetop dan tajir kayak Taylor Swift. Bayangkan, siapa sih, yang tidak ingin karyanya laku keras di pasaran dan diingat banyak orang?
  4. “Kapan lo liburan?” Ini yang sering banget ditanyakan pada penulis gila kerja. Saran ini boleh dicoba. Tidak hanya sukses mengusir rasa jenuh dan (semoga) menyembuhkan patah hati, Anda juga bisa kembali dengan ide-ide baru dan segar untuk calon-calon tulisan berikutnya.
  5. Saatnya lebih berprestasi, baik di tempat kerja maupun dalam berkarya. Jangan lupa jaga kesehatan. Rugi banget kalau Anda sampai jatuh sakit hanya gara-gara memikirkan mereka yang belum tentu peduli perasaan Anda. Mau ikut lomba menulis? Tinggal cari lewat Google atau subscribe situs tulis-menulis pilihan Anda. Selain bisa dapat penghasilan tambahan, Anda juga bisa terkenal dan – siapa tahu – dapat menginspirasi sesama.
  6. Relakan, bersyukur, dan berbahagialah. Tiada yang abadi. Coba ingat-ingat lagi, sebelum ketemu sosok itu, Anda masih bernapas, ‘kan? Sesudahnya juga sama saja, ‘kan? Cukup ingat-ingat saat-saat terindah bersama mereka. Kalau tidak kuat, tidak usah dipaksa.

Mungkin Anda merasa masih (dan akan selalu) mencintai mereka, tapi belum tentu mau/bisa bersama...atau enggan kembali bersama. Cukup kirim doa agar mereka selalu baik-baik saja. Tidak perlu menyimpan marah, sakit hati, maupun dendam. Rugi bandar, apalagi kalau sampai kelamaan. Salah-salah gagal deh, usaha Anda untuk terlihat seawet muda mungkin, hehe.

  1. Terlepas dari ‘apa kata banyak orang’, tidak perlu langsung menerima sosok baru dalam hidup Anda bila ternyata Anda memang belum siap. Yang tahu kapan butuh hanya Anda, bukan mereka. Jangan sampai Anda menumbalkan sosok itu jadi rebound, alias pelampiasan belaka. ‘Kan kasihan kalau ternyata mereka beneran mau serius dengan Anda.
  2. Masih susah move on? Silakan kunjungi terapis terdekat. (Maaf, saya tidak sedang mengejek Anda, karena ini bisa terjadi pada siapa saja – terutama mereka yang merasa kuat, padahal sebenarnya tidak juga.)

 

Bagaimana bila cara-cara di atas tidak berhasil juga? Maaf, saya hanya penulis ‘gila kerja’, bukan terapis berlisensi!

 

R.

(Jakarta, 30 September 2015 – 11:00)

 

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun